"Mbak, gabahnya sudah dijual belum?" tanya seseorang mendekat, ketika saya hendak menutup pagar rumah.
Sempat kaget karena tidak mengenalnya. "Tidak punya gabah, sudah dijual basah. Jenengan sinten?"
"Kulo bakul gabah dari Bayuwangi, pernah mriki, tapi sudah lama," ujarnya sambil duduk di teras. "Biasane bulan Januari sampean keluarkan gabah," lanjutnya.
Walaupun dia sudah memperkenalkan diri, saya dan suami belum bisa mengingatnya. Setiap panen banyak sekali tengkulak, pedagang yang datang ke rumah yang tanya gabah.
"Sekarang harga gabah berapa, Pak?" Daripada tidak ada pembicaraan, saya bertanya harga gabah saat ini. Dia pun menjawab jika harga mengalami kenaikan yakni Rp6.100 per kilogramnya.
Wow, tinggi sekali, selama bertani, belum pernah harga di atas Rp6.000. Paling mentok Rp5.500, itu pun jika gabah kering hasil panen kedua bagus. Panen kesatu dihargai di bawahnya.
Harga Gabah Melambung, Apakah Kabar Baik?
Sejak bulan Juli 2022, harga gabah kering naik terus. Saat panen raya, harga gabah basah mencapai Rp5.400 per kilogramnya. Sedangkan harga terendah Rp5.200. Bagi saya ini sudah bagus, biasanya harga basah di bawah Rp4.500.
Selama ini pemerintah selalu menjaga harga pangan murah agar terjangkau, tetapi di sisi lain impor beras. Hal ini tentunya membuat petani tidak semangat dan sedikit sakit hati juga sih, tetapi apa daya. bertani sudah menjadi mata pencaharian.
Pemerintah menaikkan harga gabah sebagai upaya agar petani tidak rugi. Menurut Dewan Penasihat Institut Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub, seperti yang saya kutip dari Koran Jakarta, harga gabah yang murah adalah politik era Soeharto.