Anak sering nongkrong di kafe karena mereka tidak tahu bagaimana menggunakan uang dan susahnya mendapatkan uang. Dia tahunya meminta dan ada.
Walaupun mencari nafkah adalah orang tua, saya sering mengajaknya membantu pekerjaan di belakang, terutama mencatat hasil panen, menjemur padi. Tujuannya agar dia tahu betapa berat mencari uang.
Di lain kesempatan, saya ajak anak untuk menghitung berapa pengeluaran ke kafe, uang jajan di sekolah, lalu berapa uang saku tiap bulannya. Satu bulan keuangan anak saya amburadul, saya tutupi kekurangannya dan memberi ultimatum "hanya untuk kali ini saja."
Ketika pengeluaran membengkak, saya bertanya, "Apa yang akan kamu lakukan untuk memenuhi gaya hidup, sementara orang tua tidak menambah uang saku?"
- Ajak anak untuk berkegiatan di luar sekolah
Strategi selanjutnya adalah memberi saran pada anak agar mengikuti ekskul di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah. Dengan anak mengikuti kegiatan di luar sekolah, dia akan merasa capek di malam hari, dorongan ke kafe pun tidak ada.
Pernah suatu ketika, dia minta izin sejak sore, jika setelah salat Isya akan ngopi bersama temannya. Namun, dia tertidur pulas di kursi hingga tengah malam.
Dengan strategi di atas, lama-lama anak saya berkurang nongkrong di kafe. Jika dia ingin minuman atau makanan dari kafe tersebut, sesekali pesan ketika saya keluar atau lewat Gofood.
Penutup
Keberadaan coffee shop, tentunya ada kekurangan dan kelebihannya. Bagi remaja yang masih sekolah, dampak negatifnya akan menggangu aktivitas sekolah di esok harinya. Kelebihan tentunya banyak pada pebisnis, mereka akan mendapat keuntungan.
Maka, remaja harus bisa menahan diri untuk tidak sering nongkrong di coffee shop. Jika ingin berkumpul dengan teman mengerjakan tugas, bisa cari tempat lain, seperti perpustakaan atau di rumah saja. Dengan begitu remaja akan terhindar dari gaya hidup hedonisme atau pemborosan.
Terima kasih telah membaca, salam hangat selalu
Sri Rohmatiah