Sebelum tahun 2003 kereta api bagi saya adalah hal yang aneh, karena kota Majalengka di mana saya lahir dan dewasa tidak ada stasiun kereta.Â
Jika bepergian jauh, cukup menggunakan bus atau mikrolet. Paling jauh saya pergi ke Bandung.
Semua berubah ketika teman satu kantor pindah ke kotanya, Madiun, 2003. Saat liburan kenaikan kelas, saya mengunjungi rumahnya sekalian memberikan berkas kepindahan.
Kata teman saya, untuk ke Madiun bisa menggunakan kereta api dari stasiun Cirebon Kejaksan atau Prujakan.Â
Ada banyak pilihan kereta api di sana, pembelian tiket pun mendadak. Tahun 2003 belum ada pembelian lewat Indomart atau aplikasi lainnya, semua serba manual dan tepat waktu.
Dengan diantar adik laki-laki pukul 12.00 saya ke Cirebon Kejaksan. Dua jam kemudian saya tiba di stasiun Kejaksan dan langsung antri tiket kelas ekonomi. Saat itu semua tiket ekonomi bebas dijual, tidak menghitung jumlah kursi.
Saya tidak dapat membayangkan akan seperti apa di dalam gerbong. Perasaan takut mulai muncul ketika duduk di ruang tunggu. Selang beberapa menit kereta api datang dan pergi dengan suara yang melengking.
Ruang tunggu penuh dengan penumpang yang tak ada satu pun saya kenal, rasanya ingin membatalkan keberangkatan. Namun, adik saya terus menyakinkan kalau akan baik-baik saja.Â
Saya yakin, sebenarnya adik saya juga khawatir, karena ini perjalanan saya untuk pertama kalinya, apalagi sendiri. Jika ada uang lebih ingin rasanya mengajak adik ikut dalam perjalanan jauh itu.Â