Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

3 Alasan Petani Tergantung pada Tengkulak

5 Juli 2022   07:24 Diperbarui: 7 Juli 2022   00:51 1339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani. Sumber: Kompas.com/Slamet Priyatin

Musim panen kedua telah tiba. Salah satu permasalahan petani di desa adalah ketergantungan terhadap tengkulak dan calo gabah. Seperti kita ketahui, calo gabah dan tengkulak menjadi pintu pertama dalam pendistribusian hasil panen. 

Mata rantai lengkapnya minimal ada 5, yaitu calo, tengkulak/pengepul, distributor, warung beras, baru ke konsumen. Masing-masing mata rantai jika mengambil keuntungan 10-20 persen, banyak petani kecil yang terjebak dalam kemiskinan dan tidak sejahtera. 

Berikut contoh kisah 3 petani dengan tengkulak.

Kisah pertama 

Seorang tengkulak melihat sawah milik petani, sebut saja Alwi, dia tertarik dengan padi yang hampir menguning dan menyuruh Alwi untuk merontokkan padi pada hari tertentu dengan alasan sekalian dengan sawah sebelahnya.

"Sekalian mesin kombi turun ke sawah sebelahnya, Mas," kata tengkulak kepada Alwi.

Setelah ada kesepakatan harga, sawah milik Alwi dipanen pada waktu yang ditentukan tengkulak.

Namun, ketika tumpukan gabah itu tinggal angkut ke atas truk,  tengkulak berbalik lidah, gabah itu tidak jadi diambil dengan alasan kurang berisi, tanaman padi kurang umur.

Alwi membawa tumpukan karung berisi gabah ke rumahnya untuk dijemur. Gabah kering itu ditawarkan Alwi ke beberapa calo dan tengkulak. Akan tetapi mereka selalu menolak dengan alasan gabah kurang berisi.

Kurang berisi disebabkan belum cukup umur sudah dipanen. Alwi mengikuti perintah tengkulak pertama. Dengan peristiwa itu Alwi mengalami kerugian besar karena gabah dijual dengan harga rendah "asal laku", itu prinsip Alwi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun