Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

5 Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Membeli Tanah Sawah

18 Februari 2022   09:22 Diperbarui: 20 Februari 2022   12:03 6033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Urusan tanah seringkali jadi permasalahan yang rumit. Entah itu tanah warisan atau milik pribadi. Seperti pengalaman teman saya. Dia membeli tanah, ternyata setelah dua tahun, tanah itu dituntut oleh ahli waris. Teman saya tidak cek kepemilikan tanah tersebut.

Untungnya yang jual tanah mau mengembalikan uang kepada ahli waris lainnya. Namun, teman saya tidak berani membangun rumah di atas tanah yang masih sengketa.

Berbeda dengan pengalaman saya. Ketika ada salah seorang kerabat, sebut saja Pak Marjo. Pak Marjo ini menawarkan tanah sawah kepada suami.

Setelah ada kesepakatan jual beli, dia datang sendiri, istrinya sebagai saksi tidak diajak.

"Gak usah pakai saksi dari pihak saya, sertifikat ini sudah atas nama saya, warisan dari orang tua," kata Pak Marjo.

Dia juga beralasan kalau anak-anaknya sudah setuju. Sebagai pembeli saya tidak setuju jika tidak ada persetujuan istrinya, walaupun menurut pengakuan tanah itu warisan dari orang tua Pak Marjo. Musyawarah sangat alot. Akhirnya, saya putuskan untuk datang menemui keluarganya.

ilustrasi pembeli cek tanah sawah yang akan dijual. Foto by kompas.com
ilustrasi pembeli cek tanah sawah yang akan dijual. Foto by kompas.com

Apa kata istri dan anak Pak Marjo?

Mencengangkan, istri Pak Marjo mengatakan kalau tanah ini bukan warisan, tetapi dibeli setelah pernikahan.

"Itu harta gono gini, Mbak. Saya tidak mau tanda tangan," ujar istri Pak Marjo.

Anaknya pun demikian, mereka tidak setuju kalau tanah itu dijual dan uangnya dipegang Pak Marjo. Saya pun meminta keluarga Pak Marjo untuk musyawarah kembali sebelum tanah itu dijual.

Musyawarah dilakukan di rumah saya. Pak Marjo menceritakan maksud dan tujuan menjual tanah tersebut. Dalam pertemuan itu mengemuka alasan sebenarnya kenapa istri Pak Marjo  kurang setuju suaminya menjual tanah, selain kalau itu adalah harta bersama.

Ilustrasi sawah yang akan dijual. Foto Dokpri
Ilustrasi sawah yang akan dijual. Foto Dokpri

Tata Cara Jual Beli Tanah

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut konflik pertanahan banyak disebabkan oleh proses jual beli yang tidak sesuai prosedur.

Agar tidak terjadi konflik, jual beli tanah harus benar sejak awal, sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Sebelum membuat akta jual beli tanah, kita harus mempersiapkan surat-surat yang diperlukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), di antaranya :

1. Persetujuan suami/istri

Untuk bisa melakukan penandatanganan akta jual beli (AJB) harus ada persetujuan pasangan, apabila tanah dan bangunan tersebut adalah harta bersama.

Jika tanah tersebut warisan, harta milik beberapa saudara. Kita harus meminta persetujuan tertulis dari semua ahli waris.

2. Minta sertifikat asli

Pada umumnya orang sering menggadaikan sertifikat di bank, nah untuk kasus ini seperti ini mintalah penjual tanah tersebut untuk menebusnya terlebih dahulu.

3. Cek keaslian sertifikat

PPAT akan melakukan pemeriksaan terhadap status kepemilikan sertifikat dan akan memeriksa keaslian sertifikat ke Kantor Pertanahan. Penjual juga harus membayar pajak penghasilan (PPh) sedangkan pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

4. Jika tanahnya belum bersertifikat maka dibutuhkan surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat. Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala Desa atau Camat sebagai penguat.  Diilengkapi juga surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk pensertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli.

5. Pastikan kapan garap sawah

Kalau beli sawah, pastikan kapan mulai garap dan kapan menjadi milik pembeli, karena sering kali saat petani menjual tanah sawah, lahan itu masih disewa orang lain atau penjual meminta garap sawah dulu selama sekian masa tanam.

Untuk point 5 bisa masuk ke syarat materiil. Namun, kami sebagai petani hal ini penting ditanyakan dari awal. Kalau kata orang Sunda mah, "Papaitan heula". Artinya pait dari awal biar selanjutnya manis. Ada kejadian, orang beli sawah tahun 2020, ternyata garap sawahnya 2 tahun lagi, kan nyesek kalau tahunya setelah keluar surat jual beli. 

Ilustrasi pergi ke sawah, Foto Dokpri
Ilustrasi pergi ke sawah, Foto Dokpri

Selain itu jual beli tanah juga harus memenuhi syarat materiil dan formil, melansir dari hukumonline, syarat tersebut adalah :

Syarat materiil, merupakan syarat yang menentukan sahnya jual beli tanah dan bangunan tersebut, yaitu:

Pertama, pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan

Pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah tersebut tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, atau hak pakai.

Kedua, penjual berhak menjual tanah dan bangunan yang bersangkutan

Yang berhak menjual tanah dan bangunan yang bersangkutan adalah pemiliknya. Kalau pemilik sebidang tanah yang bersangkutan hanya satu orang, maka ia berhak menjual sendiri bidang tanah tersebut. Akan tetapi, bila pemilik tanah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu secara bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.

Ketiga, tanah yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa

Mengenai hak atas tanah yang bisa diperjualbelikan/dialihkan telah ditentukan dalam UUPA yaitu, hak milik,[2] hak guna bangunan,[3] hak guna usaha,[4] hak pakai.[5]

Syarat Formil

PPAT akan membuat AJB setelah semua persyaratan materiil terpenuhi. PPAT adalah pejabat umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional ("BPN")/Menteri Agraria dan Tata Ruang, yang mempunyai kewenangan untuk membuat AJB.

Jual beli yang dilakukan tidak di hadapan PPAT tetap sah menurut ketentuan Pasal 5 UUPA. Namun, untuk menunjukkan adanya kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan aturan pelaksana dari UUPA, menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud mengalihkan hak atas tanah hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. 

Dalam kasus Pak Marjo, akhirnya sang istri setuju menjual sawah dengan catatan, istri Pak Marjo minta bagian dari hasil penjualan, karena tanah sawah itu dibeli dari hasil kerja keduanya. 

Oh ... jadi minta bagian? 

Baca juga :      Jatah Pupuk Subsidi Berkurang, Begini Cara Saya Meningkatkan Hasil Panen                                                                                                                                                                                                

Bahan bacaan 1 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun