Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Hal Penting untuk Jadi Relawan Bencana Berdasarkan Pengalaman drg. Meivany Azarini

4 Februari 2022   12:02 Diperbarui: 4 Februari 2022   13:53 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika mendengar kata relawan, yang ada di benak kita adalah orang yang berada di daerah bencana alam. Mereka membantu korban bencana dengan sukarela dalam waktu tertentu.

Apakah hanya sebatas itu pengertiannya, relawan hadir hanya saat ada bencana?

Arti dari relawan

Dalam KBBI relawan adalah sukarelawan, sementara sukarelawan artinya orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena diwajibkan atau dipaksakan).

Jika mengacu pada pengertian sukarelawan, seorang ibu yang rela mengurus rumah seharian, seperti mencuci, memasak, mengepel, setrika tanpa digaji termasuk relawan. Atau pujangga cinta yang rela melakukan apa saja untuk si dia, itu juga bisa dikatakan relawan.

Ini sepertinya akan luas bahasannya jika berbicara perihal kegiatan ibu rumah tangga dan pujangga cinta yang seperti Fredy Suni yang katanya akan menjadi orang pertama jika dibuka relawan cinta.

Saya batasi saja hanya seputar relawan yang melakukan kegiatan sosial atau bisa juga dikatakan volunteer. Kata teman saya, relawan dan volunteer, dua hal yang berbeda. Volunteer hanya sebatas kegiatan sosial seperti membantu mengajar anak jalanan.

Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia volunteer artinya sukarelawan. Sama-sama melakukan kegiatan untuk membantu orang lain yang membutuhkan.

Relawan dan volunteer sama-sama aktivitas tanpa mengharapkan imbalan apapun, kegiatan yang memberikan keuntungan positif bagi orang atau kelompok yang dibantunya.

Jadi secara bahasa, relawan memang orang yang bekerja sukarela membantu dalam pelayanan atau organisasi tertentu tanpa menginginkan atau melibatkan uang sebagai imbalan atas kerjanya, seperti yang saya kutip dari laman PMI.

Tempat pengungsian di Desa Tipo, Kec. Ulujadi, Kota Palu. Foto dokpri drg. Meivany Azarini
Tempat pengungsian di Desa Tipo, Kec. Ulujadi, Kota Palu. Foto dokpri drg. Meivany Azarini

Seperti apakah kegiatan relawan dalam membantu korban bencana? 

Pada umunya relawan banyak diikuti para mahasiswa, tetapi banyak pula ibu-ibu yang sudah menikah bahkan memiliki anak. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.

Dari pengalaman drg. Meivany Azarini yang menjadi relawan di Palu pada Oktober 2018, saya bisa menyimpulkan ternyata butuh perjuangan dan kerelaan untuk menjadi relawan bencana alam.

Selain meninggalkan suami, anak-anak, pekerjaan, juga risiko keselamatan. Tidak menutup kemungkinan selama menjadi relawan, bencana kedua akan terjadi.

Seperti ceritanya, seorang ibu sesama relawan, bahkan mengalami patah tulang saat menyelamatkan anak kecil. Dia kembali kepada keluarganya dalam keadaan memakai kursi roda.

Suasana saat menunggu pesawat Hercules di Bandara Mutiara Palu, foto dokumen drg. Meivany Azarini 
Suasana saat menunggu pesawat Hercules di Bandara Mutiara Palu, foto dokumen drg. Meivany Azarini 

Akses menuju Palu juga saat itu sangat sulit, hingga hari kedelapan Mak Rini dan rombongan, baru mendapatkan pesawat. Itu pun bukan pesawat komersil, melainkan pesawat hercules yang serba sederhana.

Selama 14 hari di Palu, relawan nasibnya sama seperti korban, tinggal di pengungsian, makan seadanya, istirahat kurang. Setiap saat harus siap siaga membantu korban teruma dalam hal kesehatan mereka.

drg. Meivany Azarini dengan bukunya. Foto pribadi 
drg. Meivany Azarini dengan bukunya. Foto pribadi 

Pengalamannya menjadi relawan korban bencana alam di Palu, telah dibukukan dengan judul "Merawat Duka Menyemai Cinta". 

Apa yang harus disiapkan seorang ibu rumah tangga jika ingin menjadi relawan?

Masih mengacu kepada kisah Mak Rini, begitu saya memanggil drg. Meivany. Banyak yang harus disiapkan untuk berangkat membantu para korban bencana.

Pertama, izin suami dan keluarga

Seorang istri tidak bisa bepergian tanpa izin suami, sekalipun itu urusan sosial, keagamaan. Rida Allah bagi istri ada pada rida suami. Jika ada support dari suami, kita pun melakukan sesuatu akan tenang, nyaman. Insya Allah mendatangkan berkah.

Selain izin dari suami, seorang ibu memutuskan menjadi relawan, juga harus mendapat keikhlasan dari anak-anak. Kewajiban utama seorang ibu adalah mendampingi, mendidik anak, terlebih jika anak masih usia batita yang masih membutuhkan perhatian. Jika anak batita, pada umumnya masih menyusui.

Kedua, perhatikan batas waktu

Bunda jika ingin menjadi relawan kemanusiaan, perhatikan juga batas waktu, karena ada kewajiban utama selain menjadi relawan yakni keluarga.

Saya setuju dengan batas waktu yang digunakan Mak Rini ketika menjadi relawan bencana Palu, yakni 4 hari pada jilid pertama. Setelah beberapa pekan di rumah, ada jilid kedua kembali ke Palu dengan waktu 10 hari. 

Ketiga, siapkan hati, mental dan tenaga

Seorang relawan adalah mereka yang memiliki hati emas, karena mau melakukan pekerjaan tanpa digaji. Sebelum berangkat, pastikan hati diyakinkan kembali, karena ketika terjun ke lapangan akan banyak peristiwa yang menguji kesabaran.

Hunian sementara yang dibangun Sedekah harian dan Laz As Salam Jayapura. Foto drg. Meivany Azarini 
Hunian sementara yang dibangun Sedekah harian dan Laz As Salam Jayapura. Foto drg. Meivany Azarini 

Selain itu, sebelum, seorang relawan juga harus mempersiapkan mental dan tenaga yang kuat. Akan banyak benturan dari pihak lain, di sini relawan harus tahan banting, sabar, telaten menghadapi korban bencana dan kawan satu komunitas.

Sebarnya banyak yang harus disiapkan untuk menjadi relawan kemanusiaan, yang pasti tetap ikhlas selain banyak berdoa. Nah dengan mengetahui sekelumit kisah Mak Rini, apakah mau jadi relawan bencana alam? 

Semoga kisah ini bermanfaat. Salam sehat selalu.

Baca juga Kenali Gejala OCD pada Anak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun