Menyiapkan menu buka puasa, momen yang indah dan selalu dinanti. Namun, sudah tiga hari ini saya tidak bisa fokus untuk memasak. Awal puasa saya mendapat kabar dari adik, kalau Ibu di kampung sakit. Hari kedua ada telepon lagi jika Ibu semakin parah dan harus dirawat di rumah sakit.
Mendengar kabar buruk, badan mulai lemas. Saya menulis selalu menangis. Apalagi ketika perawat dari Rumah Sakit memberikan kesempatan video call dengan Ibu. Setelah ponsel ditutup. Segera meluncur ke kampung halaman yang terletak di Jawa Barat.
Sebagai anak perempuan paling besar. Sudah menjadi kewajiban untuk merawat Ibu. Suami dan anak-anak merestui. Perjalanan ditempuh melalui darat kurang lebih 6 hingga 7 jam. Itulah kemudahan setelah ada jalan tol. Sebelumnya, setiap mudik memakan waktu sekitar 12 jam.
Walaupun dalam perjalanan, saya menikmati momen buka puasa atau sahur. Tentu tidak masak sendiri. Tidak ada yang istimewa dengan menu buka puasa hari ini. Makanan apa saja bisa dipesan dan dimakan, tetapi melihat Ibu tergeletak di ranjang sendiri tanpa penunggu dari keluarga. Selera makan pun hilang.
Dari rumah sudah bertekad bulat untuk merawat Ibu di rumah sakit, tetapi, pihak rumah sakit tidak memberi izin. Menangis, "Jangan menangis nanti Ibu drop, tunjukkan senyum. Senyum bukan berarti bahagia melihat Ibu," pesan Suami. Â
Kita tahu sekarang Ramadan kedua di masa pandemi. Dan lansia rentan akan terkena Virus Covid-19. Itulah yang terjadi pada Ibu. Dokter memberikan semua hasil tes rapid antigaen dan tes Polimemerase Chain Reaction atau PCR. Empat belas hari ke depan harus diisolasi di ruang isolasi di RS Cideures.
Tidak bisa bertemu Ibu apalagi merawat. Ingin menjerit, tetapi apa  daya. Memalui layar monitor, aktivitas Ibu bisa dipantau termasuk seorang perawat yang sedang menyuapi pasien. Menurut keterangan perawat ada enam perawat yang menjaga ruang isolasi pasien Covid-19. Setiap dua jam sekali mereka bergantian.
"Jangan khawatir dengan keadaan Ibu, kami akan merawat hingga sembuh. Di sebelah Ibu dan pasien lain telah ada bel yang terhubung ke ruang perawat. Jika jam makan tiba, kami akan menyuapi semua pasien secara bergantian," ujar salah satu perawat.
Sedikit lega melihat fasilitas dan cara rumah sakit merawat pasien, Ternyata apa yang diberitakan di media sosial perihal penelantaran pasien covid tidak benar. Namun, semua dikembalikan kepada diri kita masing-masing. Terkadang ada keluarga yang naik pitam ketika salah satu keluarganya menderita Covid-19. Sehingga pemukulan terhadap perawat dilakukanya.
Baiklah itu mungkin reaksi tidak percaya atau cara dia menyayangi keluarganya. Namun, tetap salah jika melakukan kekerasan. Menunjukkan peduli dan sayang tidak perlu melakukan kekerasan terhadap orang lain. Banyak cara, bisa semakin meningkatkan ibadah, berdoa, berzikir.
Pesan yang disampaikan ustadz Faisal Kunhi:
"Jika Allah Swt. membuat kita sibuk berdoa, ketahuilah bahwa Dia (Allah Swt.) ingin memberi kita."
Maka sibukkan diri kita untuk tetap berdoa dan memohon.