Ketika pertama kali sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru diberlakukan, kita sempat bingung dengan kebijakan tersebut. Banyak di antara anak-anak yang salah pilih sekolah, karena merasa jarak rumah ke sekolah dekat. Ternyata setelah diperhitungkan dengan aplikasi jaraknya jauh.
Selain karena tidak bisa menghitung jarak tempuh, orang tua dan anak masih berpikir tentang sekolah favorit. Selain itu anggapan bahwa daftar lebih awal akan memiliki peluang untuk diterima di sekolah pilihan.
Aku akan berbagi pengalaman ketika putriku masuk SMA Negeri. Pada tahun itu pertama kali sistem zonasi diberlakukan. Setelah lulus sekolah pertama dan mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya. Dengan nilai 9,2 merasa akan mudah mendapatkan sekolah negeri di kota. Melihat jarak rumah pun tergolong dekat yakni 1,65km.
Ternyata harapan tidak sesuai kenyataan, hari pertama pembukaan siswa baru, putriku sudah terlempar dari jarak tempuh. Itu artinya memakai zonasi sudah tidak bisa diharapkan, sekolah terdekat pun tidak menerima, apalagi sekolah yang jauh. Rasanya jantung mau comot, kaki lemas, memikirkan anak terlempar dari dua sekolah karena zona. Saat itu benar-benar galau, tetapi, apa boleh buat, hanya bisa berdoa.
Setiap hari hanya berdoa semoga nilai yang tinggi bisa menjadi alasan mendapatkan sekolah negeri. Setiap saat, mengalami pergerakan posisi, dari pilihan satu sudah tergeser ke pilihan dua. Pilihan dua kadang naik, kadang turun. Wali kelas waktu di SMP terus memantau pergerakan itu. Support dari teman-teman terus mengalir lewat Whatapp.
Sembari menunggu hasil pengumuman, aku sudah membuat daftar sekolah swasta yang bagus di luar kota. Namun perasaan tidak adil kadang mengotori kalbu, pertanyaan sering aku utarakan di kala salat malam. "Mengapa putriku sepintar itu tidak mendapat sekolah negeri yang bagus? Apa yang salah dalam pilihannya?"Â Pertanyaanku bukan saja didengar Tuhan, tapi masuk ke hati para pemimpin.
Hingga pengumuman penerimaan, putriku diterima di sekolah pilihan pertama dengan memakai nilai. Suatu keajaiban yang luar biasa, di hari terakhir pendaftaran ada penambahan kuota.Â
Dari pengalaman tersebut, aku mengambil kesimpulan, bahwa, ketika hendak memilih sekolah pastikan jarak sekolah ke rumah dekat. Jika nilai anak tinggi, cobalah untuk masuk jalur offline terlebih dahulu. Jalur offline bisa memakai nilai Ujian Akhir atau sertifikat kejuaraan.
Selalu berdoa, memohon kemudahan dan pilihan terbaik kepada Allah Swt. Insya Allah Tuhan memberi yang terbaik. Namun, jika mengharuskan putra-putri kita masuk swasta, pilihlah sekolah yang memiliki visi dan misi yang sama dengan keluarga.
Besarnya Biaya juga harus diperhatikan. Untuk biaya sebaiknya sesuaikan dengan pendapatan keluarga, sekolah bagus tidak harus mahal juga. Sekarang banyak sekolah swasta yang bagus, dan terjangkau. Namun, jangan pelit juga untuk biaya sekolah anak, karena mereka adalah masa depan bangsa.
Kalau untuk kota besar mungkin ada sekolah yang bertarip internasional, hingga puluhan juta. Sah-sah saja mengeluarkan biaya besar selama kita mampu. Kalau menghendaki masuk sekolah swasta yang mahal, tetapi gak mampu, sebelumnya bisa dipersiapkan. Bisa dengan cara menabung atau minta keringanan pihak sekolah dalam bentuk beasiswa. Untuk sekolah negeri wilayah Jawa Timur sudah gratis, hal ini yang sering diimpikan semua orang tua.