Mohon tunggu...
Sri RetnoAnjani
Sri RetnoAnjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Mengenai hobi bisa dikatakan juga rutinitas saya setiap hari yaitu olahraga aerobik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Senyum Ayah

12 Oktober 2024   16:32 Diperbarui: 12 Oktober 2024   16:46 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh sawah hijau, hiduplah seorang ayah bernama Pak Budi. Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Pak Budi sudah bersiap-siap untuk pergi bekerja di ladang. Meskipun tubuhnya sering terasa lemah dan sakit, semangatnya untuk bekerja demi keluarganya tak pernah pudar.

Pak Budi memiliki tiga anak yang masih kecil-kecil. Istrinya, Bu Siti, selalu mendukung dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Setiap malam, Bu Siti menyiapkan ramuan herbal untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan suaminya. Namun, Pak Budi selalu menyembunyikan rasa sakitnya agar anak-anaknya tidak khawatir.

Suatu hari, ketika sedang bekerja di ladang, Pak Budi tiba-tiba merasa pusing dan hampir pingsan. Teman-temannya segera membawanya pulang. Di rumah, Bu Siti merawatnya dengan cemas. "Pak, istirahatlah dulu. Jangan terlalu memaksakan diri," kata Bu Siti dengan lembut. Namun, Pak Budi hanya tersenyum dan berkata, "Aku harus bekerja demi masa depan anak-anak kita."

Meskipun kondisinya semakin memburuk, Pak Budi tetap pergi bekerja setiap hari. Anak-anaknya sering melihat ayah mereka pulang dengan wajah pucat dan tubuh lemah. Mereka merasa sedih, tetapi juga bangga memiliki ayah yang begitu bertanggung jawab. "Ayah, kami sayang Ayah. Jangan terlalu memaksakan diri," kata anak sulungnya, Rina, suatu malam.

Pak Budi hanya tersenyum dan mengelus kepala Rina. "Ayah melakukan ini semua demi kalian. Ayah ingin kalian bisa sekolah dan meraih cita-cita," jawabnya dengan suara lembut. Kata-kata itu selalu terngiang di telinga anak-anaknya, memberikan mereka semangat untuk belajar lebih giat.

Suatu pagi, ketika Pak Budi sedang bekerja, ia kembali merasa pusing dan akhirnya pingsan di ladang. Teman-temannya segera membawanya ke rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa Pak Budi harus beristirahat total dan tidak boleh bekerja terlalu keras. Keluarganya sangat khawatir, tetapi mereka tahu bahwa Pak Budi tidak akan menyerah begitu saja.

Selama masa pemulihan, Pak Budi tetap berusaha membantu keluarganya dengan cara lain. Ia mulai membuat kerajinan tangan dari bambu yang bisa dijual di pasar. Meskipun tidak seberapa, hasilnya cukup untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Anak-anaknya juga semakin giat belajar dan membantu pekerjaan rumah.

Pak Budi akhirnya menyadari bahwa ia tidak harus selalu bekerja keras di ladang untuk membuktikan tanggung jawabnya. Dengan dukungan keluarganya, ia menemukan cara lain untuk tetap produktif dan bermanfaat. Keluarganya pun semakin erat dan saling mendukung satu sama lain.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun