Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi FISIP UNS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potret Kesenjangan Hukum di Indonesia

28 Desember 2021   11:30 Diperbarui: 28 Desember 2021   11:44 2880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia sedang dalam kondisi krisis di berbagai bidang, termasuk bidang hukum. Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaannya sangat esensial guna menjamin kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Negara Indonesia adalah negara hukum, maka segala sesuatu yang berkenaan dengan pelanggaran hukum atau tidak taat pada aturan hukum yang ada akan mendapatkan sanksi yang tegas bagi pelakunyai. Setiap perilaku dalam mengabaikan atau melawan terhadap norma dalam masyarakat akan dihadapkan pada hukum yang berlaku sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat dan disepakati bersama. Namun, hukum yang pada dasarnya dibuat untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian serta bisa memberikan keadilan bagi masyarakat ternyata malah sebaliknya. Hukum yang seharusnya berlaku bagi semua kalangan, tidak mengenal stratifkasi sosial dalam penegakan hukum, tetapi realita yang terjadi berbanding terbalik dari prinsip hukum, hukum dijadikan alat bagi mereka yang mempunyai kepentingan.

            Bagi masyarakat dalam stratifikasi sosial keatas mendapat perlakuan yang berbeda daripada masyarakat yang mempunyai stratifikasi sosial kebawah. Masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi memiliki perlakuan yang istimewa daripada masyarakat yang berasal dari kalangan biasa atau tidak mempunyai kedudukan dalam masyarakat. Artinya, terdapat sebuah indikasi terjadinya ketidakadilan dalam perlakuan bagi pelanggar hukum dari aparat penegak hukum. Padahal dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" dalam pasal tersebut tercantum kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum artinya setiap warga negara memiliki hak yang sama dan tidak di banding bandingkan dengan kekayaan, status, jabatan maupun keturunan. Sementara kondisi hukum sekarang ini, ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun uang, maka hukum menjadi tumpul.

            Persamaan di hadapan hukum yang selama ini di gadang-gadang oleh pemerintah nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Hukum yang berlaku sekarang di Indonesia seakan-akan berpihak kepada segelintir orang saja. Misalnya pada kasus kaburnya selebgram RV, saat karantina di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Atas pelanggaran yang dilakukan, seharusnya ia mendapatkan hukuman sesuai Undang-Undang yang berlaku karena terbukti melanggar Pasal 9 Ayat 1 UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman hukuman satu tahun penjara. Namun sayangnya, pada saat pembacaan putusan oleh Majelis Hakim, RV dianggap tidak perlu dipenjara dan bebas dari hukuman. Sedangkan kasus yang terjadi pada tahun 2015 silam, Nenek Asyani, asal Situbondo, Jawa Timur divonis bersalah karena terbukti mencuri dua batang pohon jati milik perhutani untuk dibuat tempat tidur. Jangankan kebebasan, keringanan hukuman pun tak didapatkan oleh nenek Asyani meskipun dengan tubuhnya yang renta ia memohon di depan Hakim. Ia divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp500 juta subsider 1 hari hukuman percobaan.

            Dari kasus diatas jelas terlihat perbedaan perlakuan dalam hal hukum. Hukum yang semestinya ditegakkan dan dijalankan sebagaimana mestinya, seolah-olah menjadi bergeser, hukum dihadapkan pada berbagai arena kepentingan. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum juga mengakibatkan ketidakadilan dalam penegakkan hukum. Ketidakadilan penegakan hukum di Indonesia juga dapat dilihat dari ketidakpuasan masyarakat karena hukum yang seharusnya sebagai wadah untuk mencari keadilan bagi masyarakat, tetapi malah memberikan rasa ketidakadilan. Ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia ini merupakan fakta dan data yang ditunjukkan dari hasil survei terhadap masyarakat oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Padahal penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum.

            Menurut penulis potret penegakan hukum di Indonesia belum berjalan dengan baik, bahkan bisa dikatakan buruk. Jika keadilan sudah tidak ada lagi maka masyarakat akan mengalami ketimpangan. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dapat berjalan sesuai dengan tujuan hukum, sehingga hukum akan berjalan apa adanya tanpa adanya tekanan dari pihak mana saja. Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan masyarakat, di samping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh masyarakat itu sendiri. Selain itu, penegak hukum harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga menarik partisipasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun