Mohon tunggu...
Sri Raditiningsih
Sri Raditiningsih Mohon Tunggu... Lainnya - Biasa aja

Kita engga akan pernah tahu sebelum kita benar-benar mencobanya bukan? Instagram : @sriradii Twitter : @Sriradii

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ibuku Berbeda

21 Mei 2020   08:09 Diperbarui: 21 Mei 2020   18:39 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***
Setelah bertahun-tahun menghilang, akhirnya aku mendapat kabar tentang ibu. Ibuku pergi untuk bekerja, mencoba mencari kehidupan yang lebih baik diluar sana, meskipun harus jauh dari anak-anak yang sudah ia lahirkan. Mengetahui keberadaan ibu, responku biasa saja, tak ada rasa lega atau bahagia. Semua benar-benar hambar.

"Mama mau ketemu sama kamu, kita ketemuan ya" pesan masuk ke handphoneku

Saat membaca pesan itu aku bimbang, untuk apa aku bertemu. Kan dulu aku ditinggalkan. Tapi untuk bilang tidak pun aku tak mampu, ternyata ada rasa rindu yang tak ku sadari. Wajar memang, bagaimana pun aku tetaplah anak ibu.

Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengan ibu walau aku tak tahu apa yang akan aku katakan padanya. saat pertama kali melihatnya aku bingung bagaimana harus bersikap. Tak ada pelukan sama sekali, yaa sejak kecil rasanya sangat jarang aku dipeluk oleh ibu. Ibu bukan orang yang bisa mengekspresikan apa yang ia rasakan, sama sepertiku.

Kita terlibat obrolan-obrolan ringan, ibu menanyakan kabarku dan adik-adik dirumah. Aku menjawab tanpa berani menatap matanya.

"Kaki mama kenapa?" Aku melihat ada bekas luka di kakinya

"Oh ini, waktu itu mama pernah jatuh pas lagi kerja, patah tulang tapi sekarang udah gak apa-apa"

Aku hanya mengangguk tapi tak tahu harus bersikap bagaimana. Pertemuan itu memang tak lama dan sangat kaku. Tidak terlihat seperti pertemuan ibu dan anak yang saling merindukan. Mungkin saat itu ibu merasa sangat bersalah telah meninggalkanku, sedangkan aku memiliki rasa marah dan rindu secara bersamaan.

Pertemuan itu hanya 30menit, aku melihat ibu pergi lagi, aku pun harus pulang ke rumah.

Dalam perjalanan tiba-tiba air mataku jatuh, hatiku rasanya sakit sekali saat mengingat cerita tentang  luka yang dimiliki ibuku.

Aku membayangkan bagaimana sakit dan kesepiannya ibu selama ini hidup sendirian. Semua harus ia rasakan sendiri sebagai penebus karena telah meninggalkan anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun