Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Narasi Sri Patmi: Kemerdekaan Kembali Sumringah

23 Juli 2021   21:29 Diperbarui: 23 Juli 2021   21:45 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap perjalanan waktu ini akan terus kurasakan rindu yang terus menerjang. Semakin ingin pergi semakin menerjang jauh lebih tajam. Dihimpit oleh kerasnya ego yang berkali-kali menghantam. Keadaannya sangat berbeda dengan masa silam waktu kedatangan pagi menuju petang. Hingga kedatangannya menjatuhkan lara yang kian memekik telinga. Disampaikan semilir hembusan angin yang berbicara menyakitkan. Mereka sudah pergi bersama dengan ribuan prajurit perang menuju pagi yang tak lagi bergeming ketika diceritakan tentang embun. Langkah kaki dan suara senapan sudah lama menerjang waktu. Amarahnya tak kunjung mereda setelah butiran peluru itu jatuh di badan kuda mereka yang gagah. Mukanya semakin gahar karena amarah bukan pesona. Amarah ini adalah bagian dari doa kaki-kaki yang sudah berkali-kali menginjakkan tanah di tempat anarki. Keamanan mulai muram durja diterpa bencana. Kesendirian mengabarkan waktunya untuk istirahat dengan tenang. 

Dari kejauhan ada sebongkah gunung yang siap dijadikan kerabat terbaik mengejar mimpi yang masih kosong. Dengan kesadaran penuh, ia pakai topeng penghias dunia yang penuh warna. Kelengkapan ini yang menjadikan mereka semakin terwakilkan dengan keadaan nyata atau semu yang memudar menjadi ada. Sesekali mereka meringis, merasakan sakit tetapi tak sanggup disampaikan. Mungkin mereka akan mendengarkan elegi yang paling romantis sejagad raya. Elegi yang selalu dinanti bagi penikmat perjalanan hidup yang berimbang. Pertautan kedua hati yang masih menjadi cahaya mewujud nyata. Tertawanya akan berganti menjadi kata sambutan yang ramah. Ditemui keadaan yang membuncah penuh gairah menyaksikan kemerdekaannya kembali sumringah. 

Salam, 

Sri Patmi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun