Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Narasi Sri Patmi: Jarum Ulu Hati

25 Desember 2020   21:52 Diperbarui: 25 Desember 2020   22:06 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jangan dipanen dulu bibitnya. Kutanam sebibit tanda untuk dipersatukan. Bukan sebuah ego yang begitu besar. Baru kali ini aku merasakan ia begitu besar. Awalnya tak terasa sama sekali. Ketika terkena air menuju pertemuan kita di perjalanan menuju Tuhan, baru terasa perihnya. Lucu sekali seperti digerogoti semut kecil yang naik dan membentuk istana kecil di ujung istana hati. Hingga hitungan newton dan leju kecepatan cahaya, tak ada sinyal. Hutan ini lebih luas. Menghilangkan sinyal itu tak terjangkau hingga hilang bar-bar garis diantara layar tanpa kabar. Disana sini cuma ada cerita yang sama. Sebuah kurungan besi yang memenjarakan kurcaci mini. Dimakan keegoisan hati setelah semuanya terbukti.

Suatu hari nanti, ketika aku harus melepaskan sebagian dari ego ini, tak ada sikap yang pasti. Kita sama-sama berdiri ditengah benturan hebat. Aku bukan orang yang kuat untuk terus mengikat. Sampai kutancapkan sebilah jarum di ujung telunjuk masuk dalam nadi besar. Sesaat jalannya terhenti. Ditengah sini, tepat diatas ulu hati. Ia tak tega merobek segumpal daging ini apalagi menyayatnya pelan-pelan. Sudah kepalang tanggung karena ia sudah bingung.

Simalakama...

Maju salah, mundur salah. Sudah berulang kali ini terjadi. Kau yang pergi setelah aku lama menanti. Keyakinan ini masih menanti setiap aliran nadi terhenti. Jarum itu masih di tempat sama. Aku relakan semuanya, jika harus dicabik dengan cara bersama tajamnya. Cacah pada bagian yang mudah pecah. Supaya cepat habis dimakan dan diluluhlantahkan oleh waktu. Mengulang jika masih ada kesempatan untuk mengulang.

Tapi ...

Jika sudah tidak ada lagi. Mungkin ada kebaikan yang bisa kau simpan dalam sanubari. Menghiasi taman hati yang masih sepi. Menjawab tanya hati yang sudah akan terlontar tetapi masuk lagi kedalam mulut lalu terlempar. Tanpa terkungkung waktu, aku siap menjawab tanyamu jika itu sudah siap. Pastikan saja kau siap!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun