Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Narasi Sri Patmi: Kain bagi Para Amartha

24 Desember 2020   11:27 Diperbarui: 24 Desember 2020   11:47 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gendang sudah ditabuh, kapal sudah mulai dekat akan berlabuh. Keriuhan dan keramaian sudah didendangkan para amartha yang menanti para saudagar pulang dari berdagang. Menjajakan kainnya sebagai kain kehormatan. Menutupi malunya yang mulai malu dilihat dunia. Amartha menari kegirangan disambut banyak hujan kerinduan. Maklum sudah berbulan tak bersua. Merelakan cintanya berlabuh di dermaga lain mencari kemuliaan dan penghormatan untuk dibawa kembali kedalam rumah bukan tempat singgah. Penantian itu terjawab dengan napas lega. 

Para amartha masih melihat raut wajah disinar yang begitu terang. Membawa kemilau kehidupan yang dibagikan ke seluruh penjuru negeri bahkan lautan yang luas pemisah jarak diantara mereka dulunya. Sehelai kain diberikan kepada amartha. Mereka menerima dan memangkunya dengan penuh bahagia. 

Dirajut menjadi sebuah baju untuk para ratu diatas segala kuasa. Begitu megah kain ini menjulur hingga ke tanah. Panjangnya saja hingga 30 meter. Entah mengapa di pesisir ini harus menjahit kain sepanjang ini. Padahal pesisir pantai tempat yang panas, tetapi mereka menggunakan kain berlapis bahkan panjang hingga 30 meter. 

Panas tapi memakai kain berlapis ...

Para amartha berjalan di pesisir pantai. Membawa sekeranjang bunga yang ditaburkan di pinggirannya dan karang yang mulai terkikis oleh ombak. Mereka memasukkan sehelai kain, untuk menyumbat lubang air menuju laguna. 

Mereka akan membuat garam dari rasa asin yang terasing...

Garam ini akan digunakan untuk pesta perayaan sebagai rasa syukur. Kembalinya kehormatan dan kemuliaan bagi para amartha. Menghargai perjuangan untuk menggapai helaian kain yang saat ini menutupi bagian tubuhnya. Tidak sembarangan dilihat oleh mata telanjang. Jika pria melihatnya, ia akan menelanjangi dirinya sendiri... 

Salam, 

#narasi   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun