Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Narasi Kehidupan Sri Patmi: Sayap Cumulonimbus

8 Desember 2020   13:54 Diperbarui: 8 Desember 2020   13:58 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini mungkin aku terjebak dengan bagian bumi yang kukira sedang baik-baik saja. Ternyata faktanya aku merasakan bukan sedang baik-baik saja tetapi gejolak yang begitu dahsyat menghantam. 

Menimbulkan sebuah tekanan dalam diri untuk berontak meronta-ronta. Menyatukan bagian yang terpecah belah menjadi satu. Pada setiap bagian yang terlepas akan terhempas. Bagian yang tertanggal akan tertinggal. Kasihan diriku saat ini, menantikan setiap detiknya berlalu tanpa hal yang dapat diperbuat.

Semuanya karena keterbatasan dan tembok ego yang begitu besar. Ingin ditabrak tetapi tidak cukup rasanya. Ditabrak tembok itu, takkan menjadikan diri ini semakin kuat malah terburai lemah diujung tanduk. 

Aku sudah lama menikmati masa-masa tenang supaya tidak meradang. Sekalinya dipicu, meledak lagi rasanya ingin keluar. Entah apa yang mereka inginkan. Padahal aku hanya diam. Tetapi aku diusik lagi. Seakan semesta ini tak mengharapkan sedikit saja aku berdiam diri tanpa sebuah tindakan yang pasti. 

Setelah semuanya dikuliti hingga habis, aku kira sudah cukup membuat sepenggal saja kehidupanku diujung tanduk. Ternyata justru aku makin disayang oleh kehidupan ini. 

Semua melejit ke permukaan bahkan terbang ke langit untuk melihat dari sudut pandang ketinggian tanpa rasa takut. Bayangkan saja, aku tidak memiliki sayap dan kakiku ini masih kecil untuk berpijak diantara kumolonimbus. Bukan juga seorang yang maha suci atas segala yang kuperbuat hingga mempunyai sayap-sayap untuk melihat dengan cahaya. 

Berkas semburat yang beterbangan kesana kemari menikmati detik demi detik yang kini kugenggam. Sajak bukan sembarangan sajak yang diberikan untuk manusia. Karena hakikatnya lebih dari untaian kalimat indah. Aku tidak pernah mengakui hal yang ada saat ini dariku. Tetapi semua atas dasar pemberian dan berkah kasih sejati untukku. Terima kasih telah bersedia untuk berbagi karena mungkin berbagi adalah hal tersulit dilakukan secara tindakan. 

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun