Dua minggu berturut-turut, di hari Sabtu (15/11 dan 22/11) saya mengikuti diskusi kepengasuhan di sekolah anak saya, yang bersekolah di sekolah yang berbeda. Sekolah yang pertama adalah sekolah yang menerapkan The Leader in Me dari Covey, sementara sekolah kedua menekankan pada nilai-nilai kenabian pada pola pengasuhan (Parenting Nabawiyah).
Di Sekolah pertama, diceritakan tentang studi literatur yang dilakukan Stephen R. Covey mengenai kesuksesan selama kurun waktu 200 tahun (1775 – 1975). O, ya buku Covey, The 7 Habits of Highly Effective People, tahun ini dirilis untuk edisi 25 tahun dan telah terjual lebih dari 25 juta kopi. Pemateri, Teddi Prasetya, ceritakan bahwa studi Covey tentang kesuksesan memunculkan sebuah hal yang mengejutkan. Di 150 yahun pertama (1775 – 1925) literatur yang terbit tentang kesuksesan berpusat pada karakter. Kesuksesan bergantung pada keberhasilan kita mengembangkan disiplin, tidak egois, jujur dan sifat baik lainnya. Sekedar menyebut mereka yang sukses di rentang tahun ini adalah Mahatma Gandhi, R.A. Kartini, dan K.H. Agus Salim.
Di 50 tahun berikutnya (1925 – 1975), bahkan mungkin sampai sekarang, literatur kesuksesan berfokus pada kepribadian seperti penampilan diri yang memukau, komunikasi yang efektif, percaya diri dan hal lain yang terkait pencitraan. Tentu ini menjadi hal yang baik, namun menjadi tidak berarti saat tidak dibarengi karakter. Mendengar pemateri, kita orang tua tersenyum malu, karena salah satu kesibukan kita hari ini adalah mengajarkan anak-anak kita percaya diri, terlihat menawan, berkomunikasi dengan baik di depan publik, dan hal-hal lain yang menyangkut materi sekolah kepribadian.
Kunci diskusi kepengasuhan di Sabtu (15/11) adalah memulai fondasi kesuksesan anak kita di masa datang dengan membangun karakter.
Di Sabtu berikutnya (22/11), diskusi kepengasuhan berfokus pada pentingnya fondasi keimanan pada anak. Orientasi utamanya yaitu pada sholat, yang ajarkan disiplin dan sandaran pada yang Maha Kuasa. Belajar dari Rasulullah SAW yang sukses membesarkan ke-4 putrinya dan Nabi Ibrahim yang sukses dengan 2 putranya, teladan (Qudwah) orang tua menjadi hal yang utama. Menarik juga saat pemateri, Ust. Elfin Sasmita, mencontohkan tahapan pendidikan yang dialami Muhammad Al Fatih, sang penakluk Konstantinopel. Sang ayah, Sultan Murad II menempa anaknya hafalan Qur'an, pemahaman berbagai ilmu, dan penguasaan berbagai bahasa. Tidak heran di usia 21 tahun Al Fatih menguasai bahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan yunani. Bahkan secara bertahap dengan mentor terbaiknya Syeikh Syamsuddin, Al Fatih menjadi pemimpin yang berkarakter, tangguh, cerdas, pemberani, dan tentu saja bertakwa pada Allah SWT.
Dua diskusi kepengasuhan memiliki benang merah yang sama yaitu bahwa kesuksesan, bukanlah sesuatu yang instan. Diperlukan jalan yang panjang untuk menumbuhkannya, dan kuncinya ada pada karakter. Seperti mengajarkan anak kita yang masih bayi, berjalan saja dibutuhkan usaha pantang menyerah dan tidak instan. Betapa Allah ajarkan untuk tetap sabar, saat anak kita terjatuh untuk bangun, berdiri dan mulai berjalan lagi. Namun seiring waktu, kita melupakan hal ini. Kita, orang tua, ingin cepat. Melihat anak-anak sukses, tanpa pernah mengingat bahwa semua butuh waktu. Karakter tumbuh tidak dalam waktu hari tapi tahunan...
Mendidik bukan Mendadak... Perlu waktu panjang, ketekunan, dan kesabaran dan sinergi bersama seluruh masyarakat. Hari ini, sudah banyak sekolah yang menyadari ini. Bahwa tanggung jawab pendidikan anak bukan hanya di sekolah, tidak hanya di pundak para guru. Semoga para orang tua berkenan menyisihkan waktu terbaik untuk berdiskusi mengenai anak-anak kita bersama-sama guru dan sekolah. Hari ini terima kasih kita untuk para guru... mereka bukan saja mendidik anak-anak kita, tetapi mendidik kita para orang tua..
Selamat Hari Guru Nasional 2014
Bogor, 25 November 2014
*Teriring doa untuk Jamilah Sampara (11 Agustus 1989 – 20 November 2014), Relawan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa yang wafat dalam pengabdian di SDN 02 Banyuasih Pandeglang Banten
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H