Tanggal 17 Februari 2019 nanti, akan digelar calon presiden putaran ke dua. Topik yang akan diangkat adalah soal energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan, dan infrastruktur.Â
Kemungkinan besar, Joko Widodo yang kembali maju di pemilihan presiden, akan mendapat banyak pertanyaan sengit dari lawannya, Prabowo Subianto. Karena untuk urusan pangan, ada banyak celah bagi Prabowo menyerang Jokowi.
Contohnya adalah soal polemik impor jagung. 2015 lalu, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menerbitkan kebijakan penghentian impor jagung. argumentasinya, produksi jagung nasional mencukupi kebutuhan dalam negeri. dan untuk memperkuat posisinya, Amran meng-endorse ekspor jagung ke Malaysia dan Filipina pada tahun lalu.Â
Lucunya, selang beberapa saat ia sendiri yang mengajukan permintaan impor jagung. karena saat itu, harga jagung di pasar nasional meningkat. Sehingga peternak ayam kita kelabakan, dan harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli bahan pakan.Â
Meski demikian, Amran masih berkukuh bahwa produksi jagung nasional surplus. Tak tanggung-tanggung, ia mengklaim kelebihan produksi jagung hingga 13 juta ton. Padahal saat itu, pelaku dalam negeri kebingungan lantaran 13 juta ton itu tidak kelihatan wujudnya.Â
Belakangan kenyataan soal produksi jagung yang diklaim Mentan semakin sumir. Karena awal Januari, Mentan kembali mengajukan impor jagung hingga 150 ribu ton. Padahal beberapa hari sebelumnya, di gedung parlemen ia menyatakan akan kembali mengekspor jagung.
Inkonsistensi semacam ini bisa membuat Presiden Joko Widodo menjadi sasaran empuk oposisi. Ia akan dianggap sebagai pemimpin yang tidak kompeten membina menteri selaku anak buahnya.Â
Kalau tidak percaya, lihat saja sikap para politikus oposisi ketika dimintai komentarnya mengenai polemik impor jagung ini. Pasti yang keluar dari mulut mereka adalah pertanyaan terkait inkonsistensi pemerintah. Karena masyarakat awam seperti kita pun akan kebingungan.
Logikanya, ekspor bisa dilakukan saat stok dalam negeri mengalami kelebihan atau surplus. Sedangkan impor dilakukan bila terjadi kekurangan. Andai stok jagung kita sebanyak yang diklaim Mentan, harusnya ia tidak mengajukan impor jagung.
Oposisi bisa memanfaatkan inkonsistensi Mentan sebagai celah serangan. sedangkan kita masyarakat awam bisa kehilangan kepercayaan pada pemerintah.Â
Sebagai anak buah, harusnya Mentan tidak menjadikan atasannya sebagai sasaran serangan. Bila ia melakukan sebaliknya, kita bisa bertanya, sebenarnya siapa yang menggaji Mentan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H