Mohon tunggu...
Sri Mulyono
Sri Mulyono Mohon Tunggu... Politisi - di kantor

bersyukur dalam segala keadaan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anas Batuk, Istana dan Demokrat Demam Tinggi

27 Maret 2014   20:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:23 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan modal cukup mumpuni sosok Anas Urbaningrum memang fenomenal dalam kancah perpolitikan Indonesia.  Anas seorang aktivis pergerakan mahasiswa HMI kemudian menjadi ketua umum PB HMI.

Salah satu lokomotif pemuda dalam melahirkan era reformasi, Anggota Tim Revisi Paket Undang Undang Politik (Tim 7), 1998. Anggota Tim Seleksi Parpol Peserta pemilu 1999 (Tim 11), 1999. Mendapat penghargaan bintang jasa Utama 1999 dari Presiden Gus Dur dan komisioner KPU Periode 2001-2005. Tidak salah bila kemudian hari, setelah sukses terpilih menjadi Presiden RI tahun 2004, SBY memanggil  dan meminta Anas untuk aktif di Partai Demokrat.

Tahun 2005 sampai 2010 dibawah kepemimpinan Hadi Utomo, Anas Urbaningrum adalah salah satu orang terpenting di Partai Demokrat. Ketua Umum Hadi Utomo memberikan gelar “empu pollitik” kepada Anas. Gelar empu politik ini diutarakan oleh Hadi Utomo hampir dalam setiap kesempatan ketika beliau berpidato atau memberikan wejangan kepada kader PD.  Waktu itu, Anas adalah ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat.

Semua pengurus Demokrat mengetahui dan paham bahwa kedekatan Anas dengan Ketua Umum Hadi Utomo begitu “ veryclose”. Hampir seluruh peristiwa penting Demokrat selalu melibatkan Anas. Bahkan Anas adalah mediator andalan Hadi Utomo untuk komunikasi dengan SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Anas adalah kepercayaan Hadi Utomo dan SBY untuk melakukan loby loby dengan para tokoh politik, aktivis, tokoh agama, lembaga Negara, partai politik, mass media dan tokoh intelektual berpengaruh.  Anas juga merancang dan meriset kemenangan Demokrat dimasa kepemimpin Hadi Utomo.

Pada Pemilu Presiden 2009, SBY membentuk Tim Sukses Pilpres. Tim lengkap ini dibentuk pada tanggal 16 Mei 2009. Anas mendapat kepercayaan sebagai Koordinator Wilayah V Jawa Timur bersama  Imam Utomo (mantan Gubnernur Jatim), Edhie Bhaskoro Yudhoyono.M.Com, dan sejumlah personal lainya. Kerja keras Anas dalam tim sukses SBY-Boediono sebagian bisa diakses melalui media diskusi online Anas Urbaningrum di bunganas.blogspot.com.

Dunia berputar, musim berganti. Dalam politik taka ada lawan atau kawan abadi, yang ada kepentingan abadi, mungkin adagium itu benar adanya. Lain pemilu 2009 lain pemilu 2014. Sejak kemenangan Anas dalam kongres Bandung drama panjang Anas VS SBY tak kunjung selesai. Dentuman demi dentuman meletus, Anas dipenjara, Demokrat terseok, SBY “demam”.

Dentuman paling mutaakhir dari Anas adalah uang DP mobil Harier dan sumber dana Pemilu Presiden pasangan SBY- Boediono 2009. Didepan penyidik KPK Anas memberikan keterangan bahwa uang DP mobil Harier berasal dari SBY. Ceritanya, selesai Pilpres, SBY memanggil Anas ke Cikeas dan kemudian diberi uang Rp. 250.000.000,-. Anas menerima, kemudian uang tersebut dijadikan sebagai DP pembelian Mobil Harier yang dipermasalahkan oleh KPK dan menjadi alat bukti tersangkanya Anas.

Keterangan Anas yang lain adalah mengungkapkan data dana kampanye Demokrat di Pemilu 2009. Dalam pemilu itu, Demokrat mengusung Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono sebagai calon presiden dan wakilnya. Anas mengaku sudah menyerahkan data awal soal daftar penyumbang Demokrat yang perlu didalami penyidik.

Data itu tentang hasil audit akuntan independen tentang penerimaan dan pengeluaran dana kampanye Pilpres 2009. "Ada korporasi dan perseorangan. Total sumbangan Rp232 miliar. Ada beberapa nama di daftar itu sebenarnya tidak menyumbang. Nama mereka hanya dicatut saja.  Itu perlu diselidiki, termasuk tugas KPK kalau mau menyelidiki, apakah ada kaitannya dengan kasus Bank Century atau tidak. (Tribunews.com 21 Maret 2014.)

Mari kita buka kembali buku catatan pilpres 2009. Ternyata pernyataan Anas bukan rekayasa pribadi tapi mengungkapkan realitas sebenarnya. Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan data sebanyak 57 perusahaan yang menjadi penyumbang dana kampanye bagi pasangan Capres-Cawapres SBY-Boediono tidak menyertakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Hal ini disampaikan oleh Abdullah Dahlan, Divisi Korupsi Politik, pada konferensi pers di Kantor ICW, Jumat (31/7/2009). “Terdapat 57 penyumbang perusahaan atau badan hukum dengan total sumbangan sebesar Rp. 35.060.000.000,”. Nama-nama perusahaan penyumbang terbesar, seperti PT. Gatra Cipta Tama (Rp. 2 miliar), PT.  Gunung Bara (Rp. 3,5 miliar), PT. Wahana Rekate Kindo (Rp. 1,5 miliar), PT. Anugerah Bumi Nusantara Abadi (Rp. 1,4 miliar), PT. Smailing Tour and Travel (Rp. 3 miliar), PT. Trade Maritim, Tbk (Rp. 3 miliar), dan PT. Asuransi Jaya Proteksi (Rp. 2,8 miliar). IndonesiaBicara, 1 Agustus 2009.

Selain data tersebut, ICW juga menemukan 17 nama penyumbang individu atau perseorangan di atas Rp. 20 juta terhadap pasangan nomor urut dua itu yang tidak jelas identitasnya dan tanpa NPWP, dengan total nilai sumbangan sebesar Rp. 17.291.830.000. Dari ketujuh belas daftar nama penyumbang tersebut, nama-nama seperti Mensesneg Hatta Radjasa, Ketua Komisi II DPR E.E. Mangandaan, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan Ketua DPP Partai Demokrat Andi Alfian Malarangeng terdaftar dalam daftar nama penyumbang yang tidak menyertakan NPWP-nya.

Temuan lainya, berdasarkan audit akuntan independen dari KAP Usman & Rekan, kedapatan beberapa perusahaan penyumbang dana besar yang berkantor pada alamat  yang sama. Salah satunya adalah perusahaan yang berkantor di  Gedung Graha Kirana Lt 9, R 903, Jl. Yos Sudarso Kav 88, Sunter, Jakarta Utara. Yaitu : PT. Shohibul Barokah Rp 5 miliar, PT. Shohibul Inspektindo Internasional Rp3,5 miliar, PT. Tri Manunggal Cipta Abadi Rp3,5 miliar, PT. Anugrah Selat Karimun Rp3 miliar. Aktual.co, (25/3/2014).

Empat perusahaan terakhir, diketahui milik almarhum Zainal Abidin, yang tak lain merupakan mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat sekaligus Bendahara Tim Kampanye Nasional SBY- Boediono. Zaenal  Abidin secara pribadi, juga menyumbang Rp1 Miliar untuk Kampanye SBY – Boediono.

Zaenal Abidin (alm) tidak asing bagi saya. Saya kenal dekat dengan beliau, ketika itu. Setiap saat saya dipanggil dan saya langsung merapat. Untuk itu saya akan bercerita semampu ingatan saya mengenai beberapa hal yang mungkin penting untuk membuat sumbagan dana untuk SBY-Boediono dalam Pilpres 2009 lebih terang.

PT. Anugerah Selat Karimun, seingat saya perusahaan ini belum berjalan sampai akhirnya beliau (Zaenal Abidin) almarhum. Perusahaan ini berencana membuat terminal raksasa ditengah laut untuk persinggahan kapal kapal besar. Hampir semua persyaratan sudah dipenuhi termasuk keputusan Presiden sebagai payung hukumnya. Saya diberi tugas mengurus ijin operasional perusahaan ini khususnya dikantor pusat Bea Cukai. Namun ijin operasional belum sempat terbit dan beliau sudah meninggal.

Kembali ke dentuman Anas. Sebenarnya Anas hanya memberi keterangan sesuai dengan pertanyaan penyidik KPK, kemudian pengacaranya berbicara menjawab pertanyaan wartawan sesuai dengan keterangan Anas kepada Penyidik.  Memberikan keterangan dengan benar dan jujur adalah kewajiban seorang yang berstasus tersangka. Namun tak disangka tak dinyana Istana dan Demokrat mendadak terserang demam tinggi padahal Anas hanya batuk kecil dan  bukan Dukun Santet.

Mungkin karena menderita demam terlalu tinggi, Menkopolhukam Djoko Suyanto lupa bahwa Anas adalah tim sukses SBY-Boediono. Marzuki Alie lupa atau tidak paham bahwa Anas sudah besar sebelum masuk Demokrat. Pernyataan yang menggelikan dari para petinggi Negara. Apakah asap hitam yang menyerang Cikeas kini sudah merambah ke Istana dan Demokrat?

Sepertinya  kehebatan SBY dalam mengusir asap hitam tebal yang menyerang rumah di Cikeas harus segera dipraktekan di Istana dan Demokrat. Supaya Istana dan Demokrat bebas dari “santet”

"Tiba-tiba istri saya berteriak. Ada asap hitam tebal melayang di bawah langit-langit, mencoba masuk ke kamar saya. Saya kemudian meminta semua orang untuk berdoa minta pertolongan Allah. Saya menutup pintu kamar, tetapi membiarkan pintu yang lain terbuka lebar. Asap itu akhirnya keluar dari rumah saya." (dikutip dari buku selalu ada pilihan karya SBY)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun