Desa ngadas, salah satu desa yang ada di provinsi Jawa Timur tepatnya di kec. Poncokusumo Kab. Malang, merupakan desa yang berada di ketinggian mencapai 2175mdpl. Desa ini dikenal dengan adat istiadat yang kental, dimana memiliki keanekaragaman agama dan budaya. Dinamai desa ngadas, karna desa ini ditumbuhi oleh tumbuhan adas yang dijadikan sebagai obat dan bumbu makanan. Terletak di tengah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, desa ini sangatlah dingin dengan suhu kurang lebih 10c.
Memiliki seorang kepala desa yang juga disebut sebagai kepala adat bernama Mujianto mugiraharjo. Desa ini terdiri dari 576 kepala keluarga dan 1736 jiwa penduduk. Selain itu juga memiliki seorang dukun sebagai pelaksana upacara adat, baik secara individu maupun umum yaitu Bapak Sutomo. Didalamnya juga terdapat 4 pemeluk aneka agama yaitu 40% agama islam, 50% agama Hindu, serta 10% agama Buddha dan Kristen. Dengan terdiri dari 3 tempat ibadah yaitu Wihara Bura,Masjid,dan Musholla. Inilah yang menjadikan desa ngadas sebagai desa yang baik dalam bertoleransi agama. Selain itu, juga dikenal dengan sistem politiknya yang tidak ada manipulatik.
Keanekaragaman Desa ngadas inilah yang menjadikan salah satu alasan sebagai tempat kunjungan bagi mahasiswa PMM 4 Universitas Negeri Malang untuk melakukan kegiatan inspiratif.
Uniknya, desa ini memiliki budaya dan tradisi yang kaya. Masyarakatnya memiliki tradisi upacara adat seperti Upacara Karo yang merupakan perayaan tahun baru bagi masyarakat Tengger, serta upacara unan-unan yang dilakukan setiap lima tahun sekali untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan. Mereka juga memiliki budaya pete'an, yang dilakukan setiap 3 bulan untuk menghindari terjadinya hamil di luar nikah. Selain upacara-upacara tahunan yang dilaksanakan, di desa ngadas juga memiliki acara adat secara individu dari warga. Seperti pemotongan rambut anak yang baru lahir istilahnya dalam Islam seperti aqiqah dan ada juga khitanan. Nah, dalam kegiatan ini juga memiliki aturan. Di mana warga yang memiliki kegiatan hajat, tidak boleh lebih dari 6 keluarga dalam satu bulan dan hajat itu juga memiliki tanggal-tanggal khusus. Kemudian jika dukun di desa tersebut sedang berpuasa, maka hajat atau kegiatan besar apapun akan ditiadakan sampai puasa yang dilaksanakan oleh dukun tersebut selesai.Â
Masyarakat desa ngadas juga mengenakan pakaian yang berbeda dari masyarakat pada umumnya. Pada pakaian adat tersebut juga memiliki makna filosofis tersendiri. Masyarakatnya menggunakan kain tenun goyor yang dikenal sebagai ciri khas penting dari suku Tengger. Sarung yang dikenakan oleh masyarakat Desa Ngadas memiliki makna sebagai panduan agar tidak tersesat dalam hidup. Pemakaian sarung juga memiliki manfaat sebagai tanda pengenal dan identitas Suku Tengger. Selain itu, pakaian bagi wanita di desa ngadas juga dibedakan antara wanita single, jandadan yang telah bersuami.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H