Jami dalam riwayatnya sendiri dikatakan bahwa ia berjuang selama lebih dari satu dekade untuk memahami karya Ibnu Arabi dan mengaitkan kesuksesan terakhir dengan bantuan guru Naqsyabandi dan tulisan-tulisan yang yang telah membantu merumuskan gagasan gurunya ke dalam format yang lebih sistematis. Kemudian ia bersumpah "... if this gate be opened for me, I will expound the meanings intended by this group in such a way that people will easily understand them" ketika ia berjuang dengan karya-karya seperti Fu al-ikam and al-Futt al-Makkiyya.
Untuk tujuan ini, ia menulis beberapa karya prosa; di antaranya adalah komentar tentang Ibnu Naqsh al-Fu dari Arab, sebuah komentar atas Fu itu sendiri, komentar atas puisi Faqr al-dn Irq dan Ibn al-Fri serta Mathnawi karya Rm, ditambah karyanya yang paling terkenal abadi, Lawih atau "Kilatan Ilahi". Hampir sama terkenalnya adalah Nafat al-uns-nya, sebuah catatan dalam tradisi Sulam dan Attar para wali sufi dari zaman dahulu hingga zamannya.
kemudian di sisa hidupnya itu sekitar 10 sampai 12 tahun terakhir ketika ia berada di masa dalam kesendirian relatif itu adalah masa yang paling produktif dalam hal menulis. Ia telah menulis setidaknya tujuh epik mathnawi yang dia sekarang paling terkenal sebagai penyair dan menyusun Dwn-nya, serta beberapa komentar Ibn Arabi-nya. Satu salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Bahristan, sebuah buku yang disebut Algar "menghibur" atau anekdot tentang berbagai golongan manusia yang diselesaikannya pada tahun 1487. Karyanya ini ia dedikasikan untuk putranya yang masih hidup, Ziya al-dn Yusuf -- ia memiliki empat putra tetapi secara tragis kehilangan tiga dari mereka, menulis elegi bergerak yang terkenal untuk orang yang meninggal di usia remaja.
3. Karya Sastra
Abdurrahman Jami ini memiliki karya sastra yang luar biasa yaitu ada sekitar 39.000 baris sajak yang masih ada, dan 31 karya prosa. Manuskripnya masih terawat dan terjaga di Herat sampai saat ini. Namun anehnya ia telah diabaikan pada periode-periode tertentu dan di tempat-tempat tertentu dalam dunia islam sehingga ia tidak dikenal secara luas dan dicintai secara universal seperti Hafiz, Sa'di atau Iraqi dan juga oleh para sarjana Barat modern.
Ralph T.H Griffith, seorang penerjemah Persia-Inggris menteorikan bahwa Jami merupakan penyair terakhir yang lahir di Persia. Jami selama hidupnya ia habiskan dengan belajar sastra dan karya sastra yang ia hasilkan sekurang-kurangnya ada 50 puisi, teologi, dan tata bahasa (Fiddaraini & Rohman, 2021). Karya-karyanya yang terkenal seperti Yusuf Zulaikha, Khatimat Al-Hayat (Akhir Kehidupan), Haft Awrang (Tujuh Singgasana), Layla wa Majnun, Fatihat Ash-Shabab, Ad-Durrah Ad-Fakhirah, dan Lawa'ih (Fiddaraini & Rohman, 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H