Mohon tunggu...
S.Melani AS
S.Melani AS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

explore the world through writing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Lebih Dekat dengan Nuruddin Abdurrahman Jami': Penyair Agung Persia Abad-15

28 Mei 2024   08:30 Diperbarui: 28 Mei 2024   09:19 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
potrait Nuruddin Abdurrahman Jami' (wikidata)

1. Biografi

Nur-addin 'Abd-alrahman Jami atau dikenal dengan Abdurrahman Jami lahir di Jam pada tanggal 23 Syaban 817 H atau pada tanggal 7 november 1414 M. Beliau wafat pada tanggal 18 Muharram 898 H (9 November 1492 M) di Herat, Afganistan. Dr. Hermann Ethe mengatakan bahwa Khasjird yang berada di dekat Jam adalah tempat kelahiran dari Jami. Namun sang penyair sendiri mengatakan bahwa Jam adalah tempat kelahirannya. Hal tersebut membuat kebingungan dikarenakan Jam dan Khasjird sendiri wilayahnya berdekatan. Jika ditilik lebih jauh nama dari sang penyairnya sendiri di ambil dari kota kelahirannya, Jam.

Sebelum dikenal dengan nama Al-jami, ia lebih dulu dikenal dengan Ad-Dasyti yang merupakan tempat asal ayahnya yaitu Dasyt yang merupakan wilayah yang dekat dengan Kota Isfahan. Ayahnya bernama Nizamuddin merupakan sosok dengan latar pendidikan yang sangat bagus karena ia merupakan seorang ulama Fiqih di Kota Jam dan kakek Jami merupakan ulama terpandang di Isfahan yang kemudian menetap di Khurasan. Ia juga dikenal sebagai khotamus syu'aro' yaitu puncaknya para ahli syair karena beliau merupakan pujangga besar pada masanya.

Pada saat Jami berusia lima tahun, ia pindah ke Herat. Jami mengenyam pendidikan di Herat. Wilayah Herat ini jika sekarang adalah Afghanistan dan dahulu masuk ke dalam wilayah Persia. Oleh karena itu, karya-karya dari Abdurrahman Jami ini dikenal sebagai puisi Arab-Persia. Ia juga termasuk penerusnya ajaran-ajaran Ibnu Arabi. Mengenai sistem pendidikannya ia keberatan mengenai metode pengajaran yang disiplin, karena ia bukan anak yang terlalu suka belajar dan lebih menyukai bermain daripada belajar. Namun Tuhan memberinya keistimewaan, ia adalah orang yang pintar dan bisa dikatakan jenius karena ia bisa menyerap pengetahuan dengan mudah. Ia bahkan selalu mengungguli teman-temannya ketika ujian. Semasa belajar di Kota Herat, ia mampu membaca serta menulis hingga selanjutnya ia mulai mempelajari dan menghafal Alquran. Setelah mampu menghafalnya ia mulai mempelajari Tata Bahasa, Tafsir, Fiqih, Filsafat, Hadis, Astronomi, dan Matematika.

Meskipun Jami sudah mampu menguasai beragam bidang ilmu namun baginya ilmu yang sifatnya lahiriyah tidak cukup. Ia juga mempelajari dan mendalami dunia spiritual. Ia sendiri pun mengaku bahwa ia merupakan seorang sufi. Sufi sendiri adalah ajaran yang meninggalkan atau menjauhi prinsip-prinsip duniawi dan lebih fokus pada ajaran Allah SWT. Dalam memperlajari ilmu agamanya itu ia lakukan pada saat ia masih muda hingga ia mampu mengungkap kebenaran yang sudah tertutup. Ketinggian ilmunya tersebut akhirnya ia diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengubah puisi. 

Selanjutnya Jami melanjutkan pendidikannya ke Samarkand bersama Tabrizi yang merupakan guru Argha baik dan juga wazir agung kala itu. Karena hubungan tersebut Jami di dikenal oleh para tokoh di Samarkand dan ia tinggal disana selama 9 tahun sebelum akhirnya kembali ke Kota Herat. Sebelum Jami menjadi murid dari Khwajah 'Ali Samarqandi ia telah dibimbing oleh Mulla Junaid. Jami merupakan seorang cendekiawan yang sangat pintar sampai dia tidak memerlukan pelajaran tambahan setelah melakukan empat puluh pelajaran. Kemudian menghadiri serangkaian ceramah yang diisi oleh Qazi Rum di Samarqand. Setelah melewati ceramah tersebut Jami berhasil mendapatkan argumen terbaiknya bersama professor terpelajar yang menjadi gurunya. Sang profesor menggambarkan Jami sebagai seorang yang memiliki ketajaman kecerdasan dan kekuatan yang luar biasa karena sejak terjadinya pembangunan kota tersebut tidak ada orang yang seperti demikian. Meski mendapat pujian Jami tidaklah menjadi angkuh karena ia bukan orang yang tergila-gila dengan pujian. Ia adalah orang yang memiliki jiwa besar dan selalu rendah diri. Namanya pun menjadi besar dan terkenal. Kebesaran nama Jami tidak hanya terdengar di wilayah Persia namun kemashurannya menembus wilayah Turki Usmani. Bahkan Sultan Turki pun pernah mengundangnya untuk datang ke istana pada saat ia berada di Damaskus namun karena ia tidak tertarik mengenai undangannya akhirnya Jami meninggalkan Damaskus.

Pada masa Jami hidup, tasawuf sudah ada dan mapan serta banyak tokoh sufi seperti Muhammad Nurbakhsh, Syah ni'matullah Wali, Bahauddin Naqsaband. Ketiga tokoh tersebut adalah orang yang menjadi peletak pondasi dari sejumlah tarekat besar yang ada di India dan Iran. Pada masanya juga telah terjadi invasi antara bangsa Tartar dengan tentara Mongol setelah kejadian tersebut situasi di wilayah Persia menjadi lebih tenang dan tidak ada perang. Kondisi tersebut yang membuat Persia kembali bersinar terutama di Herat. Pada era ini juga Raja Shah Rukh yang merupakan seorang penguasa yang melindungi seni serta beragam tasawuf dan sains. Kecintaan Sang Penguasa tersebut menjadikan Herat sebagai pusat sains dan seni. Hal ini pula berdampak kepada Jami yang menjadikan karya sastra serta seni nya memperoleh puncaknya.

Sebelum meninggal Abdurrahman Jami membuat lelucon kepada para sufi yang berkumpul di rumah  dengan mengatakan " Demi Allah aku akan mati jika engkau tidak menghentikan keributanmu." Mengenai kapan Jami meninggal ada riwayat yang mengatakan bahwa Jami tahu kapan dirinya akan meninggal. Di riwayat lain ada yang mengatakan bahwa Jami ia sendiri mengatakan tanda-tandanya sebelum ia meninggal. Ia bahkan sempat mengunjungi desa-desa tetangga dan cukup lama tinggal di sana. Menjelang tiga hari sebelum ia meninggal Jami memanggil murid-murid yang dekat dengannya kemudian mengatakan "Jadilah saksiku bahwa aku sama sekali tidak punya ikatan dengan siapapun." Kemudian pada hari Jumat pagi Jami merasa ajalnya sudah tiba dan Tuhan menjemput Jami pada tengah hari. 

2. Sisi Kesastrawanan

Pada tahun 1470-an ketika Jami berusia 50-an Jami sudah menjadi salah satu tokoh yang paling masyhur dan diakui di dunia Islam. Ia juga dikenal sebagai penyair dan juga sebagai penulis. Ketika ia melanjutkan Haji pada tahun 1472 yang merupakan satu-satunya perjalanan di luar dari wilayah khorasan, ia melakukan perjalanan itu karena untuk melarikan diri dan menghindari utusan Kaisar Ottoman Mehmet II dari Aleppo ke Tabriz. Utusan Kaisar itu datang dengan membawa hadiah mewah untuk membujuk Jami agar pindah ke gemerlap pengadilan baru di Istanbul. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran Jami melarikan diri dan kemudian ia menulis Durrat al-fkhira sebagai hadiah kompensasinya. Salah satu hal yang membuatnya sangat diinginkan oleh Ottoman karena ia merupakan seorang yang memiliki eksponen besar serta pembela sengit dari ide-idenya Ibnu Arabi. Ini juga merupakan dasar jalan spiritual Naqshabandi-Khwaja Abdullah Ahara yang dianggap sebagai ahli dalam doktrin Akbar dan dikatakan bahwa dia dan juga jami mempunyai banyak percakapan mengenai makna karya Ibnu Arabi. Ide-ide ini juga sangat kontroversial karena menyebabkan kehebohan yang cukup besar di antara komunitas intelektual saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun