Menurutnya, konsep Islamisasi pengetahuan bergerak dari konteks ke teks, yaitu dari realitas sehari-hari maupun realitas ilmiah dihadapkan pada teks al-Quran dan Sunnah. Oleh karena itu konsep ini tidak bergerak menuju wilayah praksis (realitas), tapi hanya menggurita di ranah teoritis (teks al-Quran dan Sunnah). Sebaliknya, umat Islam perlu melakukan “pengilmuan Islam” yang bergerak dari teks ke konteks, yaitu dari teks al-Quran dan Sunnah ke realitas[21].
Pergantian Islamisasi pengetahuan’ menjadi ‘pengilmuan Islam’ menurut penyusun tidak tepat, karena Islam itu adalah suatu kebenaran yang mutlak, sedangkan ilmu hanya bagian yang nisbi. Maka, sesuatu yang bersifat nisbi tidak bisa menduduki suatu kebenaran yang sudah mutlak. Jika hal itu dilakukan, maka sama halnya dengan menjadikan Islam sebagai bagian yang nisbi. Konsep Islamisasi pengetahuan juga idealnya mempunyai dua arah teks ke konteks dan sebaliknya.
- Fazlun Rahman
Fazlur Rahman menyatakan “ilmu pengetahuan tidak bisa di Islamkan karena tidak ada yang salah di dalam ilmu pengetahuan. Masalahnya hanya dalam menyalahgunakannya[22].
Pemikiran Fazlur Rahman bertentangan dengan apa yang diungkapkan Aristoteles, menurut Aristoteles ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran atau rasio manusia. Karena berasal dari pemikiran manusia, mungkin saja ilmu pengetahuan tersebut salah terutama pengetahuan rasional Praktike (pengetahuan praktis) dan Poietike (pengetahuan produktif) kecuali Theoreitike (pengetahuan teoritis). Theoritike atau pengetahuan teoritis oleh Aristoteles dibedakan pula menjadi tiga kelompok dengan sebutan Mathematike (pengetahuan matematika), Physike (pengetahuan fisika) dan Prote philosophia (filsafat Pertama).
- Abdul Karim Soroush
Abdul Karim Soroush berargumen bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidak mungkin. Menurutnya, Islamisasi ilmu pengetahuan tidak masuk akal karena tidak ada realitas yang Islami dan tidak Islami. Sains adalah realitas yang netral. Secara ringkas Soroush menjelaskan bahwa[23];
- Metode metafisis, empiris atau logis adalah independen dari Islam atau agama apa pun. Metode tidak bisa di Islamkan. Karena pada dasarnya ada metode yang Islami dan ada metode yang tidak Islami.
- Jawaban-jawaban yang benar tidak bisa di Islamkan. Kebenaran adalah kebenaran dan kebenaran tidak bisa di Islamkan. Namun, kebenaran yang sejalan dengan Islam saja yang disebut kebenaran. Jika kebenaran tersebut tidak sejalan dengan Islam, maka tidak bisa disebut kebenaran.
- Pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah yang diajukan adalah mencari kebenaran, sekalipun diajukan oleh non-muslim.
- Metode yang merupakan presupposisi dalam sains tidak bisa diIslamkan
- Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Persoalan Metodologi
- Aplikasi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sebagai upaya pengintegrasian disiplin-disiplin ilmu modern dengan khazanah warisan Islam. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan agar tujuan-tujuan dari islamisasi ilmu pengetahuan dapat tercapai. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, al-Faruqi menyusun 12 langkah yang secara kronologis harus diaplikasikan[24].
- Langkah 1. Penguasaan Disiplin Ilmu Modern : Penguraian Kategoris
Pada langkah awal ini, disiplin-disiplin ilmu modern harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metode, problema dan tema-tema. Penguraian tersebut harus mencerminkan daftar isi sebuah buku daras (pelajaran) dalam bidang metodologi disiplin-disiplin ilmu yang bersangkutan. Hasil uraian tersebut harus berbentuk kalima-kalimat yang memperjelas istilah-istilah teknis, menerangkan kategori, prinsip, problem dan tema pokok disiplin-disiplin ilmu yang bersangkutan.[25]
- Langkah 2. Survei Disiplin Ilmu
Pada tahap ini, setiap disiplin ilmu modern harus disurvei dan ditulis dalam bentuk bagan (skema) mengenai asal-usul, perkembangan dan pertumbuhan metodologinya, keluasan cakupannya serta sumbangan pemikiran yang telah diberikan para tokoh utamanya. Bibliografi keterangan yang memadai dari karya-karya terpenting di bidang ini harus pula dicantumkan sebagai penutup dari masing-masing disiplin[26]. Langkah ini bertujuan untuk memantapkan pamahaman muslim terhadap berbagai disiplin ilmu modern yang berkembang di Barat, sehingga mereka benar-benar mengetahui secara detail dan menyeluruh tentang kekurangan dan kelebihan disiplin-disiplin ilmu tersebut.