Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Saatnya Efisiensi dan Rasionalisasi Biaya Makan Pejabat

1 Februari 2025   20:17 Diperbarui: 1 Februari 2025   20:34 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rasionalisasi biaya makan pejabat (sumber : istockphoto.com)

Selama ini anggaran biaya makan pejabat pemerintah pusat dan daerah jumlahnya bisa dibilang fantastis. Tekad Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan efisiensi penyelenggaraan negara dengan cara memangkas anggaran kementerian dan lembaga negara serta pemerintah daerah sebaiknya dilakukan secara detail. Sehingga menyentuh kepada hal-hal yang selama ini dipandang masalah sepele namun bisa menyebabkan pemborosan dan korupsi yang abadi sepanjang masa. Sebagai contohnya adalah biaya makan pejabat pusat, daerah serta Lembaga lainnya termasuk DPR/DPRD.
Banyak instansi yang menetapkan anggaran makan untuk pejabat sangat tidak rasional. Ironisnya daerah yang selama ini dibilang masih terbelakang dan kantong kemiskinan justru terlihat jor-joran saat menentukan anggaran untuk rumah tangga pejabat utamanya untuk makan pejabat.
Jangan sampai Instruksi Presiden Nomor.1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 hilang tertiup angin lalu. Perlu Langkah serius untuk mengawal inpres diatas. Sehingga bermacam modus pemborosan dan korupsi tidak terjadi lagi.
Rasa keadilan publik terusik ketika melihat anggaran makan pejabat daerah sangat fantastis jumlahnya. Masalah ini banyak menimbulkan gugatan publik. Namun tidak pernah ditindaklanjuti secara serius karena sistemnya sudah begitu tercemar.
Sebagai contoh, salah satu yang mengusik rasa keadilan publik adalah anggaran fantastis Pemda Morotai yang mengalokasikan anggaran makan minum sebesar Rp 3,616 Miliar untuk rapat pejabat. Di tengah warga masyarakat Morotai yang hidupnya dalam kondisi ekonomi yang sulit, Pemda setempat malah alokasikan anggaran untuk rapat dan makan minum para tamu jumlahnya fantastis.
Berdasarkan data realisasi belanja tahun 2024, APBD kabupaten tersebut senilai Rp 10.204.688.403 miliar telah digunakan untuk berbagai keperluan yang jumlahnya terlihat ganjil.

Terlihat rincian anggaran yang meliputi :
-Belanja makanan dan minuman untuk agenda rapat dan jamuan tamu Rp3.616.100.000.
-Belanja untuk perjalanan dinas biasa dan perjalanan dinas paket meeting luar kota Rp 517.210.000.
-Belanja bahan-bahan dan pelumas, alat angkutan, pemeliharaan alat angkutan serta kendaraan dinas bermotor perorangan Rp1.121.832.000.
-Belanja bahan untuk kegiatan kantor, alat tulis dan bahan cetak Rp2.331.243.000.
-Belanja bimbingan teknis Rp1.073.000.000.
-Belanja jasa tenaga teknis mekanik dan listrik Rp300.000.000.
-Belanja Internet, TV berlangganan, alat untuk kegiatan kantor alat listrik, pembayaran pajak, bea, perizinan, dan pemeliharaan alat kantor rumah tangga Rp410.400.000.
-Honorarium tim pelaksana kegiatan dan sekretariat, belanja jasa tenaga administrasi, tenaga ahli, tenaga kebersihan, tenaga keamanan, serta tenaga sopir Rp1.057.400.000.
-Belanja modal komputer unit lainnya, peralatan personal komputer, peralatan komputer lainnya dan aset tidak berwujud-software Rp230.000.000.

Pangan Lokal Naik Daun

Efisiensi anggaran sebaiknya juga terkait dengan penggunaan bahan pangan atau makanan lokal. Makanan yang mengandung bahan impor seperti misalnya tepung terigu berbasis gandum, sebaiknya disubstitusi dengan tepung berbasi lokal seperti tepung umbi-umbian lokal.
Kegiatan ASN yang berupa rapat sebaiknya menggunakan konsumsi pangan dan minuman lokal. Selain itu tempat pertemuan atau rapat sebaiknya tidak bertempat di hotel. Sungguh ironis, sering kali rapat dilakukan di hotel, padahal ruang rapat di kantor kondisinya lebih bagus daripada di hotel.
Bahan pangan lokal dan aneka jenis makanan tradisional seharusnya naik daun dengan adanya Inpres. Perlu penegasan agar semua instansi pemerintah wajib menyajikan menu makanan dari hasil pertanian lokal. Semisal makanan berbahan dasar singkong.  
Kewajiban terhadap instansi pemerintah tersebut merupakan momentum unjuk gigi bagi pengusaha kecil makanan tradisional. Momentum tersebut juga dimanfaatkan oleh pengusaha tepung singkong atau tapioka serta pengusaha pangan lokal lain seperti gula merah dan produk kelapa. Perlu pemberian insentif kepada petani dan pengusaha tepung tapioka agar bisa meningkatkan kapasitas dan memperbarui mesin produksinya.
Keragaman pangan lokal bisa menjadi katup pengaman terjadinya krisis pangan. Masalah konsumsi gandum impor yang cenderung meningkat hendaknya diantisipasi dengan produk substitusi. Pengadaan produk substitusi itu bisa dihasilkan dari tanaman umbi-umbian yang ragam jenisnya sangat banyak di negeri ini. Hal itu agar negeri ini tidak terus menerus tersandera oleh masalah produk pangan impor.  Sebenarnya banyak orang yang merindukan pangan atau makanan tradisional dan bosan dengan makanan berbasis gandum.
Masalahnya tinggal sejauh mana pemihakan pemerintah dan usaha terus menerus untuk memperbaiki mutu dan kemasan makanan tradisional sehingga lebih adaptif dengan selera pasar. Selama ini industri makanan tradisional secara nyata telah memperkuat ketahanan pangan nasional serta memberikan kontribusi yang berarti bagi ekonomi kerakyatan.
Makanan tradisional juga mewarnai wisata kuliner yang menjadi pesona berbagai daerah. Sayangnya, produsen makanan tradisional masih sarat dengan masalah. Yang paling menonjol adalah kurangnya insentif dan pembinaan sehingga berakibat rentannya perlindungan konsumen. Perhatian pemerintah daerah terhadap produsen makanan tradisional masih sebatas seremonial dan belum ada insentif yang  berkelanjutan. Secara harfiah, pengertian makanan tradisional adalah makanan, minuman, dan bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat lokal dengan bahan-bahan yang juga diperoleh dari sumber lokal. Serta memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat.
Selama ini usaha untuk menerapkan manajemen mutu bagi usaha makanan tradisional belum optimal. Sehingga produk pangan tradisional kerap mengalami penolakan. Sekilas produk tersebut ditolak hanya karena alasan kotor. Pentingnya membangkitkan kesadaran akan mutu yang dimulai dari identifikasikannya persyaratan konsumen, gagasan konsep produk, bahkan setelah pengiriman pada konsumen. Penting kesadaran membangun mutu termasuk pula mendengar harapan konsumen, sehingga terciptanya interaksi dalam sistem manajemen mutu.
Banyak orang yang belum paham bahwa makanan tradisional sebenarnya banyak yang berkhasiat bagi kesehatan karena mempunyai sifat fisiologis. Oleh sebab itu banyak ragam makanan tradisional yang dikategorikan sebagai makanan fungsional. Salah satu contoh jenis makanan tradisional yang tidak henti-hentinya dibahas khasiatnya bagi kesehatan adalah tempe. Banyak orang belum menyadari bahwa tempe sebenarnya tidak mengandung gula dan pati, sehingga baik bagi penderita diabetes.
Menu masakan daerah yang mengutamakan sayuran dan kacang-kacangan adalah contoh makanan tradisional lainya yang berkhasiat bagi kesehatan. Berbagai sayuran endemik yang sering disajikan pada makanan tradisional seperti daun kemangi, kangkung, paria, daun singkong, labu siam, leunca, tauge, bayam, daun katuk, terong, kacang panjang, daun kedondong, kecipir dan daun selasih sudah dianalisis mengandung  gizi mikro yang bagus dan serat tinggi.
Mestinya pemerintah daerah membuat program progresif yang memberikan insentif langsung kepada produsen makanan tradisional sehingga memiliki tata kelola yang baik. Masih banyak yang harus dibenahi terkait usaha pangan tradisional, seperti sistem yang efektif untuk mencegah gangguan keamanan pangan tradisional.
Pemerintah daerah harus segera memfokuskan pada insentif dan faktor keamanan makanan tradisional. Untuk itu pentingnya memperbaiki lembaga dan infrastruktur keamanan pangan hingga ke daerah. Kiprah dan eksistensi Indonesian Institute of Food Safety sebagai organisasi yang kredibel di bidang keamanan pangan harus segera ditingkatkan. Sebaiknya aktivitas lembaga di atas difokuskan kepada penyuluhan mutu dan keamanan pangan untuk industri makanan tradisional. Sehingga berbagai bahaya yang selama ini mengintai seperti bahaya mikrobiologis pada pangan, detoksifikasi aflatoksin pada proses pengolahan makanan, residu pestisida, dan cemaran logam berat yang terkandung pada bahan pangan bisa diatasi dengan baik.
Pemerintah belum optimal membantu produsen pangan tradisional yang notabene adalah UMKM untuk meningkatkan faktor higienis, kandungan gizi dan pengemasan. Hingga kini informasi tentang komposisi gizi dan khasiat makanan tradisional belum banyak diekspos secara sistematis. Padahal, tidak jarang para wisatawan asing dan domestik yang ingin mengetahui ikwal pembuatan makanan tradisional. [SRIM]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun