Dalam sejarah Indonesia sejak merdeka, belum ada perempuan yang diberi tanggung jawab untuk menjabat sebagai Menteri Penerangan atau Menteri Kominfo. Terkait transisi pemerintahan, presiden terpilih Prabowo Subianto perlu membuat sejarah baru, yakni mengangkat perempuan sebagai Menteri Kominfo.
Mitos perempuan tidak mampu menjadi Menteri Kominfo mesti dipatahkan, karena sebenarnya perempuan lebih luwes dan lebih paham komunikasi pembangunan.
Publik menyambut positif dengan beredarnya nama politisi perempuan, yakni Meutya Hafid sebagai sosok ideal untuk menduduki jabatan Menteri Kominfo dalam Kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Apalagi Meutya memiliki latar belakang sebagai jurnalis dan cukup berhasil sebagai pimpinan Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen.
Meutya Hafid dinilai oleh publik mampu menuntaskan reformasi penyiaran. Khususnya untuk mendukung program pembangunan. Hingga kini terkait dunia penyiaran di negeri ini masih ada masalah terkait revisi Undang-Undang Penyiaran.
Pemerintahan Prabowo Subianto membutuhkan Menkominfo yang mampu mengoptimalkan anggaran Kominfo dari APBN maupun dari sumber Universal Services Obligation (USO ) yang dipungut dari perusahaan telekomunikasi perlu difokuskan untuk transformasi digital segenap masyarakat.
Menurut pihak lembaga pengelola USO yakni BAKTI, rata-rata, setiap tahun, pihaknya mengelola dana USO untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi sekitar Rp 2,5 triliun. Jumlah sebesar itu merupakan dana yang sangat besar untuk transformasi digital seluruh lapisan masyarakat.
Menkominfo diharapkan mampu menuntaskan infrastruktur penyiaran televisi analog karena masih bermasalah, karena masing-masing lembaga penyiaran mesti membangun infrastruktur penyiaran sendiri. Akibatnya biaya pemeliharaan infrastruktur relatif mahal, penggunaan daya listrik dan ruang gedung menjadi besar.
Pada sisi penerimaan siaran, kualitas siaran analog pun tidak merata meskipun berada dalam wilayah yang sama. Perlu lembaga khusus yang menangani Infrastruktur teknologi televisi digital. Hanya butuh satu menara yang akan berjaringan dengan infrastruktur transmisi lainnya secara berantai ke daerah yang kondisinya blank spot.
Dari aspek ekonomi, stasiun televisi digital akan lebih efisien. Mereka tidak perlu investasi tower atau transmisi nantinya cukup menyewa frekuensi dan memiliki izin siaran.
Hal tersebut mendorong industri kreatif, karena rumah produksi kecil saja bisa menjadi stasiun televisi. Sesuai dengan peraturan pemerintah terkait penyelenggara siaran televisi digital yang free to air alias tidak berbayar.