Pendidikan nonformal selama ini masih dianggap sebagai pupuk bawang. Kiasan tersebut bisa diartikan tidak termasuk dalam hitungan atau tidak diperhitungkan. Juga belum dilakukan secara serius.
Sangat disayangkan jika pendidikan nonformal selama ini hanya sekadar program pupuk bawang.
Padahal masalah pengangguran akibat sempitnya lapangan kerja dan ketimpangan sistem pendidikan merupakan masalah sosial yang sangat serius.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan jalan penyelenggaraan pendidikan nonformal bagi generasi muda. Utamanya generasi milenial dan generasi Z yang tinggal di desa dan berpendidikan rendah, yakni SMP ke bawah.
Selama ini penyelenggaraan pendidikan nonformal yang ada kurang efektif. Padahal setiap tahun setiap daerah selalu memberi alokasi anggaran untuk program pendidikan nonformal.
Setiap daerah memiliki lembaga pendidikan nonformal di tingkat kecamatan yang biasa disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di tingkat kabupaten atau kota.
Eksistensi pendidikan nonformal sebenarnya sudah lama di dunia. Namun materi pendidikan yang mengandung inovasi baru terjadi akhir-akhir ini. Karena didorong oleh teknologi digital yang perkembangannya sangat pesat.
Pendidikan nonformal menjadi perhatian dunia karena akar dari masalah pengangguran itu karena terjadinya krisis pendidikan. Sejarah dan latar belakang pendidikan nonformal dimulai pada tahun 1967 di Williamsburg, Virginia Amerika Serikat. Saat itu diselenggarakan konferensi internasional yang membahas krisis pendidikan dunia.
Istimewanya, inisiatif pendidikan nonformal itu datang dari mantan guru sekolah dasar yang kemudian berhasil menjadi Presiden Amerika Serikat, yakni Lyndon B. Johnson.
Pelaksanaan konferensi diorganisir oleh James A. Perkin, Rektor Universitas Cornell. Berdasarkan kertas kerja dari konferensi yang diikuti oleh 150 pemimpin negara maju maupun berkembang, diambil beberapa langkah dan kesepakatan global.