Mohon tunggu...
SRI MARYATI
SRI MARYATI Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content writer

Penikmat sastra, demi memuaskan hasrat aksara yg mengembara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Roti

9 Juni 2024   22:19 Diperbarui: 9 Juni 2024   22:47 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang perempuan muda yang memakai pakaian formal, kemeja abu-abu muda dipadu dengan celana bahan bewarna hitam dengan amplop coklat di tangannya. Sudah mulai didera lelah yang luar biasa. Belum lagi teriknya matahari menyengat kulit putihnya. Yang jelas, ia sedang menelusuri jalan trotoar dengan langkah kaki sedikit gontai. Sesekali kakinya berpapasan dengan lubang-lubang kecil. Entah sudah berapa lama ia berjalan, peluhnya pun mulai bercucuran.

Perempuan itu ingat ini sudah kesekian kalinya memasukan lamaran pekerjaan. Namun, sampai sekarang belum menerima panggilan walau sekedar untuk interview. Alhasil hari ini, ia hanya melanglang buana di tengah padatnya Ibukota. Sepasang mata indahnya tak sengaja menangkap pemandangan warung kecil yang sederhana. Menjual beberapa makan ringan dan minuman. 

Perempuan itupun langsung menuju warung tersebut untuk beristirahat. Sekedar melepas dahaga dan lelahnya. Seketika ia mendaratkan bokongnya di kursi plastik yang tampak usang tapi masih layak dan kuat untuk diduduki. Jemari lentiknya membuka tas kecil selempang berwarna hitam miliknya, untuk mengambil uang. Beruntunglah kali ini duitnya masih tersisa 5 ribu rupiah. Setelah sehari sebelumnya ia pernah kehabisan uang saat berjalan keluar. Cukuplah untuk membeli air mineral dan sepotong roti gandum.

"Bu, saya beli air mineral dan roti ini." sambil menunjukkan roti beraroma lezat itu tersusun cantik dan menggugah selera di dalam estalase.

Belum sempat ia memakan roti tersebut, tiba-tiba saja ada seorang anak yang berpakaian lusuh datang menghampiri dan meminta roti kepadanya.
"Kak. Kasihan kak dari pagi belum makan." Pinta si anak sambil menengadahkan kedua tangan mungilnya. Untuk sesaat ia menatap bocah malang itu, tanpa berfikir panjang lalu diserahkan roti satu-satunya yang dia miliki. Padahal dia sendiri juga kelaparan.
Yang biasa kita sebut sebagai pengemis. Miris memang, melihat anak-anak kecil harus menderita untuk sekedar mengisi perutnya. 

Seharusnya anak kecil seperti itu bersekolah, bermain menikmati masa kecil mereka dengan bahagia. Hati kecil ini tergugah mencari cerita dibalik ini semua.

"Dek, sambil makan rotinya, mau tidak bercerita sama kakak?" Tawar perempuan itu mengurai senyum tulus pada bocah laki-laki terlihat lucu dengan wajah polosnya.
Anak kecil itu mengangguk dan membalas dengan senyum mengemaskan.

Perempuan yang dikenal bernama Andini itu, terlihat menggandeng sang bocah keluar warung mencari tempat nyaman untuk mereka bercerita. Tak jauh dari warung tadi, ada sebuah Taman Kota dilengkapi bangku kayu yang nyaman. Andini dan bocah laki-laki yang memakai kaus kebesaran dan celana pendek hitam yang lusuh. Mereka berjalan beriringan menuju Taman.

Di bangku Taman, Andini membiarkan anak itu menikmati rotinya. Tak lupa sambil menyerahkan air mineral sebagai pelengkap. Lihat lah!! Betapa lahapnya bocah pengemis itu. Andini tersenyum. Sesaat terlintas di pikirannya bahwa ia sungguh beruntung tidak merasakan derita seperti bocah yang duduk di sampingnya.

Kita sebagai manusia harus selalu bersyukur dengan apa yang kita punya. Jangan pernah berpikir kalau hanya kita yang selalu susah, selalu ada masalah dan menderita. Jika di telaah lebih jauh, banyak orang di luar sana yang jauh lebih menderita dari kita.

Senantiasa melihat sekitar, belajar dari hal kecil, terkadang membuka cakrawala dan pikiran kita untuk lebih positif menilai kehidupan. Tak perlu menuntut hal sempurna atau pencapaian berlebih. Biarkan berjalan sesuai alur, tinggal bagaimana usaha diiringi doa. Sebab di dunia fana ini tidak ada yang namanya Kesempurnaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun