Mohon tunggu...
Kirani Sri
Kirani Sri Mohon Tunggu... -

working mom 8 to 5\r\nloving mom every hours

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PRT Punya Cerita

27 Mei 2010   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:56 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

PRT atau Pembantu Rumah Tangga selalu menjadi pembahasan yang tidak kunjung habis bagi ibu-ibu baik yang bekerja ataupun tinggal dirumah. Ada-ada saja tingkah mereka tapi dengan alasan apapun tetap kita membutuhkan mereka terutama untuk ibu bekerja yang harus meninggalkan anaknya dirumah dari pagi sampai sore (pengalaman pribadi).

Pada tulisan ini saya tidak membicarakan tingkah polah PRT yang kadang bikin dongkol ibu-ibu (saya lebih suka menyebut ibu-ibu dibanding majikan) atau pun kelakuan ibu-ibu yang bikin dongkol PRT, tetapi saya ingin menceritakan keberhasilan seorang PRT dalam menyekolahkan 3 orang anaknya sampai ke jenjang pendidikan tinggi.

Namanya mbak Parti pekerjaannya pekerja rumah tangga, menekuni pekerjaan ini dari semenjak berumur 16 tahun sampai sekarang berumur 50 tahun masih bekerja sebagai pekerja rumah tangga dengan jabatan terakhir sebagai baby sitter. Gaji pertama yang diterima tidak besar tetapi cukup untuk mengirim orang tua di kampung dan menabung untuk dirinya kelak saat nanti harus berumah tangga. Impiannya sangat sederhana, bekerja giat, jujur, berhemat dan menabung agak kelak bisa membeli sawah dan sapi sebagai investasi masa depan. Mbak Parti bekerja di Jakarta, Lampung dan Surabaya tidak pernah keluar negeri "takut" katanya, takut tidak bisa kembali ke kampungnya. Mbak Parti tidak tergiur cerita-cerita sukses TKW yang bekerja di luar negeri baginya bekerja dimana saja tetap sama saja yang penting adalah bagaimana bisa mengelola hasil kerja tersebut. Setelah menikah dan memiliki anak, mbak Parti berhenti dulu karena mengurus anak yang masih kecil-kecil, mbak parti memiliki 3 orang anak dari hasil pernikahannya dan semuanya perempuan. Setelah anak-anak beranjak besar dan mulai sekolah, mbak Parti kembali bekerja tetapi kali ini sebagai baby sitter dengan harapan memiliki gaji lebih besar dibandingkan dengan PRT. Mbak Parti ingin anak-anaknya sekolah minimal sampai jenjang D3 supaya dapat memiliki pekerjaan yang lebih baik dan bisa bekerja kantoran. Mbak Parti bekerja dengan jujur dan ulet sehingga dipercaya oleh ibu-ibu, saat hendak memasukan anak-anaknya ke perguruan tinggi mbak Parti meminjam uang kepada pemberi kerjanya dan mengembalikan dengan cara potong gaji. Pernah suatu kali anaknya yang paling kecil mengalami kecelakaan dan cukup parah sehingga harus dirawat lama di rumah sakit, mbak parti memijam uang dengan jumlah yang cukup besar kurang lebih senilai dengan gajinya 1 tahun,  karena sudah dipercaya sehingga mbak Parti mendapat pinjaman tersebut. Untuk melunasi utangnya selama 1 tahun mbak Parti tidak menerima gaji, selama itupun tetep giat bekerja tidak ada istilah malas-malasan tetapi tetap  bekerja dengan baik. Dari hasil kerjanya seluruh anak mbak Parti bisa menyelesaikan jenjang D3 dan saat ini anak-anaknya sudah bekerja dan berkeluarga, dalam bahasa jawa istilahnya 'mentas'. Bulan lalu anaknya yang terakhir telah menikah dengan pria dari keluarga yang cukup berada, dan sampai saat ini mbak Parti tetap bekerja sebagai baby sitter dengan alasan tidak mau merepotkan keluarga anak-anaknya dan sepi dirumah bila tidak ada kegiatan.

Semangat kerja dan keinginan kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang pendidikan tinggi patut dicontoh, karena dengan pendidikan dapat mengantar kepada kehidupan yang lebih baik sehingga dapat keluar dari lingkaran  kemiskinan. Biaya pendidikan saat ini sangat tinggi, walaupun pemerintah telah memberikan progran pendidikan gratis tetapi tetap ada biaya yang dibebankan kepada siswa, apalagi untuk jenjang pendidikan tinggi universitas negeri dan swasta sama mahalnya. Dari mbak Parti saya mendapat pelajaran untuk lebih berhemat dan tidak konsumtif, dapat membedakan kebutuhan dan keinginan walaupun itu tidak mudah karena keinginan dan kebutuhan terkadang bedanya tipis (untuk saya). Menabung dan berhemat untuk tujuan yang lebih baik, tetap berusaha dan bekerja keras.

Maaf bila tulisan saya kurang berkenan.

Salam,

SK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun