Mohon tunggu...
Kirani Sri
Kirani Sri Mohon Tunggu... -

working mom 8 to 5\r\nloving mom every hours

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menikah Lagi...

26 Mei 2010   03:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:58 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Membaca berita mengenai kepergian Ibu Hasri Ainun Habibie yang sangat mengharukan dan cerita tentang keseharian beliau yang sangat bersahaja, mencintai dan mendukung keluarga. Sangat menyentuh hati, memberikan pelajaran untuk pasangan-pasangan muda yang untuk lebih setia kepada pasangan dan tegar menghadapi badai pernikahan sehingga tidak dengan terburu-buru memutuskan untuk bercerai, karena pernikahan bukanlah cerita dongeng yang selalu penuh kebahagian tetapi juga penuh dengan liku-liku yang harus dilalui bersama.

Saya teringat peristiwa lima tahun yang lalu, saat saya masih pacaran dengan suami saya sekarang. Saat itu pertama kali saya berkenalan dengan calon mertua (waktu itu masih calon sekarang sudah mertua), saya melihat mereka pasangan yang sangat serasi, sang ibu yang lemah lembut dan sangat mendukung karir suaminya yang seorang dokter. Saya diberitahukan bahwa ibu berasal dari keluarga berada dan tinggal di Surabaya sebelum menikah dan sewaktu menikah dengan Bapak, Bapak sedang menjalani PTT dan Ibu bersedia untuk dibawa ke Kalimantan bagian pedalaman, saya tidak terbayang Kalimantan 25 tahun yang lalu seperti apa karena saat ini pun bila saya harus diboyong untuk pergi ke Kalimantan saya akan berfikir ulang untuk menikahi suami saya tersebut. Tetapi dengan kesetiaannya Ibu menemani Bapak walaupun dengan keadaan dan fasilitas yang sangat terbatas. Waktu berjalan dan mereka pindah ke Yogya dengan karir suami yang mapan dan sebagai suami istri mereka bagian yang tidak terpisahkan, sang suami berusaha memenuhi semua keinginan istri karena pada awal menikah kebutuhan untuk bertahan hidup dan menabung menjadi hal yang sangat penting. Mereka sering bepergian bersama, kemana-mana selalu berdua dan tak terpisahkan, kebetulan anak mereka lelaki semua sehingga sudah sibuk dengan urusan masing-masing.

Saya ingat waktu itu saya bersilaturahmi pada Hari Raya Idul Fitri, setelah hari raya ibu mengeluhkan sakit perut dan Bapak mendiagnosa mungkin karena terlalu  banyak makan bersantan. Satu bulan kemudian saya diberi kabar kalo ternyata ibu menderita kanker, saya kurang paham antara kanker pangkreas atau kanker usus yang pasti berkaitan dengan pencernaan. Ibu dirawat selama kurang lebih 6 bulan di Surabaya dan Bapak harus bolak-balik Yogya - Surabaya, karena Bapak berdinas di Klaten dan membuka praktek di rumah. Kesetiaan Bapak untuk menemani Ibu selama di rumah sakit dan selama operasi berlangsung Bapak selalu ada mendampingi Ibu, membuat saya berlinang airmata dan siapapun yang melihatnya, sebisa mungkin Bapak berusaha untuk ada di dekat Ibu sampai pada akhirnya setelah beberapa kali menjalani operasi, akhirnya Tuhan berkehendak lain. Ibu menghembuskan napas terakhir ditemani oleh Bapak disampingnya. Ibu meninggal di usia yang masih relatif muda yaitu 48 tahun, bahkan anak-anaknya waktu itu belum ada yang menikah.

Saat prosesi pemakaman berlangsung saya melihat Bapak sangat kehilangan dan kebetulan saya semobil dengan beliau saat menuju ke pemakaman, Bapak tak henti-hentinya bercerita bahwa Ibu adalah belahan jiwanya setelah bertahun-tahun hidup bersama dan tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dan bagaimana menjalani hidup setelah kepergian ibu, tak kuasa saya untuk menahan airmata mendengarkan cerita Bapak. Terlalu cepat Ibu berpulang menghadap yang Ilahi.

Pada hari ke 100 meninggalnya Ibu, keluarga mengadakan doa bersama atas meninggalnya Ibu. Saat itu saya datang dan melihat ada sesuatu yang sangat berbeda dalam diri Bapak. Tiga bulan lalu Bapak terlihat lebih tua dan tidak berdaya tetapi 3 bulan setelah kepergian Ibu, tidak ada lagi raut wajah sedih, Bapak lebih tegar dan terlihat lebih muda. Saya sangat senang dengan perubahan tersebut, Bapak sudah iklas terhadap kepergian Ibu. Belakangan saya tahu bahwa perubahan dalam diri Bapak dikarenakan Bapak telah memiliki kekasih baru, saya sangat terkejut mendengar cerita tersebut. Disatu sisi saya bahagia melihat Bapak mertua saya bahagia tetapi disisi lain sebagai seorang wanita saya sedikit kecewa karena dalam jangka waktu 3 bulan saja Bapak telah memiliki kekasih baru, belum lagi berakhir masa berkabung terlalu singkat rasanya untuk saya melupakan bagaimana Bapak menangis dan cerita-cerita Bapak saat menuju pemakaman Ibu. Saya rasa paling tidak 1 tahun lah untuk mencari kekasih baru atau lebih singkat 6 bulan untuk mencari calon istri, karena saya pun mengerti hidup sendirian tanpa pendamping itu sangat menyakitkan dan terlalu sepi, saya juga sangat iklas apabila Bapak menikah lagi setelah kepergian Ibu tetapi tidak dalam waktu yang sangat singkat Bapak telah memiliki kekasih baru. Mungkin saat itu saya masih sangat terbuai dengan drama romantis antara Bapak dan Ibu semasa hidup, walaupun saya mengenal Ibu hanya dalam waktu singkat, tetapi teringat jelas di pikiran saya romantisme diantara mereka, kesetiaan , kesabaran dan pengorbanan yang telah dilakukan Ibu. Dalam waktu kurang dari satu tahun setelah meninggalnya Ibu, saya mendapat kabar bahwa Bapak telah menikah lagi tanpa memberitahukan kepada anak-anaknya, pernikahan mereka hanya mereka yang tahu Bapak tidak pernah bicara langsung kepada keluarga dan sayapun hanya berkenalan singkat dengan calon istri Bapak sewaktu saya berkunjung ke Yogya. Pada awalnya sulit untuk menerima mereka menikah lagi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun setelah kepergian Ibu, tetapi akhirnya memang kami dapat menerima Bapak dan kelurga barunya, bahagia melihat Bapak bahagia dan tidak kesepiaan saat menjalani masa pensiun.

Saya yakin Ibu pasti mengerti keputusan yang diambil oleh Bapak, karena semasa hidup pun Ibu selalu mendukung Bapak dan yang tersisa saat ini adalah saya yang sulit untuk mengerti bagaimana semuanya berjalan dengan begitu singkat, saya tidak mau menerka-nerka kemungkinan yang terjadi dalam waktu yang terlalu singkat tersebut karena saya tidak mau drama romantis yang pernah ada di kepala saya memiliki kekurangan dalam episodenya. Biarlah episode indah tersebut selalu ada dan hidup dalam pikiran saya. Seperti pada saat membaca kisah cinta dan kesetiaan Bapak Habibie menemai sampai peristirahatan terakhir tempat Ibu Ainun disemayamkan. Kisah cinta mereka menjadi pedoman untuk pasangan muda seperti saya untuk terus berjuang bersama sampai maut memisahkan.

Dedicated for Mama Nini with Love

SK

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun