Kekuasaan adalah kewenangan yang di dapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Lalu apa arti dari wewenang itu sendiri?
Wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain, supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu (Authority is the official and legal right to command by others and enforce compliance).
Sebagai contoh seorang pemimpin kelompok memerintahkan anggotanya untuk melakukan sesuatu. Dan dituruti oleh anggotanya, berarti pemimpin tersebut telah menggunakan kekuasaannya dalam kelompok. Jadi pada dasarnya, yang dimaksud dengan kekuasaanadalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk bersedia untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. Pada dasarnya, kekuasaan seseorang dalam suatu kelompok berasal dari posisi yang ditempatinya atau yang dimilikinya dalam kelompok tersebut.
Dalam penggunaan kekuasan seorang pemimpin dapat menimbulkan dua dampak yaitu dampak Positif dan dampak Negatif:
- · Kekuasaan bersifat positif
Merupakan kemampuan pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan mengubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental untuk hasil yang baik.
- · Kekuasaan bersifat Negatif
Merupakan abuse of power yaitu tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Biasanya kekuasaan bersifat negatif hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. Karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan.
Beberapa hari yang lalu , kamis (25/8/2016). Dimuat di salah satu media masa, mengenai salah satu pemimpin kita yakni Nur Alam sebagai tersangka. Gubernur Sulawesi Tenggara itu terseret kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, modus yang digunakan Nur Alam selaku Gubernur adalah mengeluarkan SK IUP kepada orang atau perusahaan, namun disertai dengan kickbackatau imbal jasa.
Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku. Nur Alam selaku Gubernur Sultra dari 2009 sampai 2014 mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.’’Kita temukan dugaan tindak pidana korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan tahun 2009-2014, di mana penyidik KPK menemukan dua alat bukti yang cukup dan menetapkan NA, gubernur Sulawesi Tengara sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Hal ini tentu termasuk ke dalam kekuasaan bersifat negatif atau yang biasa kita kenal penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) karena disini seorang pimpinan hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001: