TEORI NEGARA KESEJAHTERAAN
Â
Teori yang bernama Negara Kesejahteraan (Welfare State) merupakan teori yang sejalan dengan dasar Negara Indonesia dan menegaskan bahwa Negara yang pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat.
Untuk dapat mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu Demokrasi (Democracy), Penegakan Hukum (Rule of Law), Perlindungan Hak Asasi Manusia (The Human Right Protection), Keadilan Sosial (Social Justice) dan Anti Diskriminasi (Anti Discrimination).
Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan disahkannya Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UUD 1945 digunakan sebagai pijakan Negara untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.
UUD 1945 adalah sebuah dasar Negara yang dibuat atas dasar semangat dan kesadaran untuk membangun suatu Negara yang Demokrasi serta menciptakan tatanan masyarakat berkeadilan sosial, berkesemakmuran dan sejahtera bersama-sama.
Penggagas teori Negara Kesejahteraan (Welfare State), Prof. Mr. R. Kranenburg, mengungkapkan "Negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan menyejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat."
Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State) tersebut sering kali dimaknai berbeda oleh setiap orang maupun Negara. Namun, teori tersebut secara garis besar setidaknya mengandung 4 (empat) makna, antara lain sebagai berikut:
(i) Sebagai kondisi sejahtera (well-being), kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari risiko-risiko utama yang mengancam kehidupannya;
(ii) Sebagai pelayanan sosial, umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal (personal social services);
(iii) Sebagai tunjangan sosial, kesejahteraan sosial yang diberikan kepada orang miskin. Karena sebagian besar penerima kesejahteraan adalah masyarakat miskin, cacat, pengangguran yang kemudian keadaan ini menimbulkan konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan, dan lain sebagainya;