Mohon tunggu...
Dr Sri Herowanti
Dr Sri Herowanti Mohon Tunggu... Pengacara - Peneliti dan praktisi hukum
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Doktor Ilmu Hukum dengan Judul Disertasi Pembentukan Norma Hukum Nasional sebagai Dasar Pelaksanaan Reklamasi .Aktif melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah pengadaan tanah di Indonesia, terutama yang menggunakan metode reklamasi. Kegiatan sehari-hari juga sebagai praktisi hukum pada Kantor Hukum Sri Herowanti Susilo dan Rekan. Aktif menjadi Anggota PERHAKHI Bidang Kajian Hukum dan Undang-Undang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aspek Reklamasi dalam Kaitannya dengan Hukum Laut Internasional

2 Januari 2023   19:35 Diperbarui: 2 Januari 2023   20:08 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah hukum internasional yang mengatur kegiatan Reklamasi?

  • Hukum Internasional yang mengatur tentang kewenangan negara dalam pemanfaatan dan pengelolaan Laut. Contoh kasus reklamasi yang memiliki unsur hukum internasional

Hukum Laut Internasional

  • Hukum Internasional yang mengatur tentang laut adalah UNCLOS, Tahun  1982  (United Nations Convention on the Law of the Sea)
  • Disahkan di Montego Bay, Jamaica, 10 Desember 1982 dan mulai berlaku (entry into force) 16 November 1994.
  • Merupakan seperangkat legislasi internasional yang memuat tentang hak dan tanggung jawab bangsa-bangsa terkait dengan pemanfaatan laut yang ada di Bumi ini, perlindungan lingkungan laut dan pengelolaan sumber-sumber daya kelautan.
  • Terdiri dari 320 Pasal dan 9 annex, yang berupa kodifikasi hukum kebiasaan internasional (codification of customary internatiaonal law) dan konsep-konsep hukum baru (e.g. Archipelagic State).

Pembagian zona-zona Maritim berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982, (UNCLOS 1982)

Bagi sebuah negara UNCLOS 1982, membagi laut dalam 3 kategori zona:

  • Laut yang bukan merupakan wilayah kedaulatannya namun negara tersebut memiliki hak-hak dan yurisdikasi terhadap aktivitas-aktivitas tertentu (yaitu di zona tambahan, zona Ekonomi Eksdlusif);
  • Laut yang berada diluar dua diatas (artinya hukum wilayah kedaulatannya dan bukan merupakan hak-hak / yurisdiksi) namun negara tersebut memiliki kepentingan disana (yaitu di laut bebas).
  • Zona-zona maritime adalah: Perairan Pedalaman (Internal Waters); mencakup semua perairan di sisi dalam garis pangkal negara berhak untuk menerapkan /menegakkan hukum, mengatur pemanfaatan dan memanfaatkan segala sumber-sumber yang ada padanya. Kapal-Kapal asing tidak memiliki hak melintas (no right of passage) namun dapat berlayaar menuju keluar pelabuhan-pelabuhan atau off-shore terminal di negara tersebut.

Laut Territorial (Teritorial Sea) dalam batas 12 mil laut dari garis pangkal (continued zone) adalah bagian dari laut bebas, tetapi negara dapat melakukan pengawasan (bukan berarti Negara berhak untuk menerapkan /menegakkan hukum yurisdiksi) pada bidang-bidang:

  • Bea Cukai (misalnya aksi penyelundupan), Fiscal (perpajakan), Imigrasi (pencegahan imigran illegal, dll), Kesehatan (pencegahan wabah penyakit).
  • Zona Ekonomi Exklusif (Exclusive Economic Zone) membentang sampai maximum 200 mill dari Garis Pangkal. Di perairan ini negara memiliki hak tunggal untuk mengeksploitasi semua sumber-sumber daya alam yang ada.
  • Landas Kontinen (Continental Shelf) merupakan perpanjangan alamiah wilayah daratan kearah tepi kontinen, atau sejauh 200 mil laut dari Garis Pangkal Negara Pantai yang bersangkutan, mana yang lebih jauh. Dapat mencapai lebih dari 200 ml laut, tapi tidak sapat melebihi 350 ml laut dari Garis Pangkal., negara yang bersangkutan memiliki hak eksklusif untuk mengambil behan-bahan mineral dan sumber daya non hayati di bawah lapisan dasar laut dari Landas Kontinen, Negara yang bersangkutan juga memiliki hak menguasai sumber daya hayati yang menempel di Landas

Maritime features which receive maritime entitlements

  • Island (pulau) Pasal 121, Pulau adalah a "naturally formed area of land, surrounded by water, which is above water at high tide". Pulau berhak memiliki maksimal 12 mil Laut Territorial dan 200 mil  (approximately 370 km) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
  • Rocks or reefs (batuan atau karang) Pasal 121 Umumnya terletak di bawah air tapi memiliki bagian yang menonjol di atas permukaan air pada saat air pasang. (Ciri khas dari Rock memiliki bagian yang menonjol di permukaan air pada saat air pasang. Ciri khas dari Rock sesuai UNCLOS 1982 adalah "it cannot sustain human habitation or economic life on its own" Rock atau reefs ini hanya berhak memiliki Laut Territorial  (LT) dan tidak berhak memiliki EEZ.
  • Low Tide Elevation  (LTE)  Pasal 13 Yaitu batuan atau karang yang tenggelam di air dan tidak nampak di permukaan air LTE ini tidak berhak memiliki LT maupun EEZ

Reklamasi.

  • Reklamasi menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) adalah "perolehan tanah dari laut, rawa atau perairan lainnya dan pemulihan produktivitas penggunaan pada tanah yang telah terdegredasi oleh aktivitas manusia atau menjadi rusak karena fenomena alam". Tidak ada hukum internasional yang secara specific melarang kegiatan reklamsi.
  • Reklamasi umumnya dilakukan di dalam perairan yang menjadi kedaulatan sebuah negara. Contoh: Kansai Airport, Hong Kong Airport, Dubai Airport dan lain-lain.

Features sejenis reklamsi yang diatur oleh hukum.

Artificial Island, Installation, Structures diatur pada Pasal 60 dan 80 UNCLOS 82 Lokasi di ZEE dan Landas Kontinen  (LK) Negara Pantai memiliki:

  • Kewenangan. Memiliki exclusive jurisdiction di areal tersebut aitu dapat menerapkan hukum peraturan di bidang customs, fiscal, health and immigration.
  • Kewajiban. Memberikan safety notices/publicity di sekitar lokasi tersebut, Dapat membuat safety zone di sekitar lokasi tersebut. Max. radius 500 NM 12.
  • Larangan. Bangunan-bangunan tersebut tidak dapat dibangun jika menghambat penggunaan sea lanes yang diakui oleh UNCLOS. Tidak memiliki status sebagai Island sehingga tidak dapat memiliki LT, ZEE dan LK

Kasus-kasus reklamasi yang diatur loleh Hukum Internsional.

  • Reklamasi oleh Singapura di Selat Johor yang berbatasan dengan LT Malaysia (Pulai Tekong dan Pulau. Ubin, Diprotes oleh Malaysia karena Singapura dianggap tidak melakukan proses assessment lingkungan, tidak memberitahu dan konsultasi dengan Malaysia sebelumya, merusak lingkungan LT Malaysia (i.e. banjir di Kota Tinggi), mengganggu mata pencaharian nelayan Malaysia, mengganggu dan melanggar hak lintas bagi kapal-kapal (rights of passage). Diajukan gugatan oleh Malaysi ke ITLOS, Malaysia menggugat agar reklamasi tersebut dihentikan., Issue of conflicting legal rights, yaitu hak Singapura untuk memanfaatkan LT guna memenuhi kebutuhan nasionalnya, berkonflik dengan hak Malaysia untuk melindungi lingkungan lautnya. Keputusan ITLOS adalah inter aliance. Memerintahkan Singapura untuk bekerjasama dengan Malaysia. Kerjasama tersebut dituangkan dalam Settlement Agreement yang antara lain memuat bahwa Singapura membayar S$ 300.000 dolar untuk pemeliharaan pelindung laut di Malaysia, serta RM 374.400 kepada nelayan Malaysia di daerah tersebut, sebagai kompensasi atas hilangnya pendapatan mereka.
  • Reklamasi oleh China di South China Sea (Spratly islands)
  •  Klaim China atau Kedaulatan di Spratly island (dikenal dengan nine-dash line) didasarkan atas sejarah pelayaran kapal-kapal China sejak era Dinasti Han sekitar 2.000 tahun yang lalu, dimana menurut China klaim ini sejalan dengan pedoman dari PBB.
  • Filipina menggugaat ke Permanent Court of Arbitratin (PCA) di Den Haag, untuk invalidate klaim China tersebut dan  menetapkan bahwa 8 maritime features yang dikuasai China bukan merupakan Islands. China menyatakan PCA tidak memiliki yurisdiks atas kasus yang digugat oleh Filipina.
  • Keputusan akan diumumkan pada bulan Mei atau Juni 2016.
  • Para Analist memperkirakan setelah keputusan diumumkan, situasi SCS akan berjalan seperti biasa (proceed as usual). Tidak asa satupun dari 6 negara claimants yang akan mengubah posisi meeka atau menggunakan kekuatan militer untuk memaksa menguasainya. Artinya kegiatan penangkapan iken, pengeboran dan pelaysanan akan mengikuti status quo, first come, first served.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun