Mohon tunggu...
Dr Sri Herowanti
Dr Sri Herowanti Mohon Tunggu... Pengacara - Peneliti dan praktisi hukum
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Doktor Ilmu Hukum dengan Judul Disertasi Pembentukan Norma Hukum Nasional sebagai Dasar Pelaksanaan Reklamasi .Aktif melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah pengadaan tanah di Indonesia, terutama yang menggunakan metode reklamasi. Kegiatan sehari-hari juga sebagai praktisi hukum pada Kantor Hukum Sri Herowanti Susilo dan Rekan. Aktif menjadi Anggota PERHAKHI Bidang Kajian Hukum dan Undang-Undang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengadaan Tanah Melalui Reklamasi dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara

31 Desember 2022   21:00 Diperbarui: 31 Desember 2022   22:59 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • PENDAHULUAN

Penelitian ini mengungkapkan tidak adanya peraturan hukum baku berlaku nasional tentang reklamasi di pantai maupun di laut, mengingat bahwa sudah ada beberapa daerah di Indonesia yang melaksanakan reklamasi di pantai daerah masing-masing, contoh selain di Jakarta, reklamasi sudah dilakukan di Semarang, Bengkulu, Manado, Makasar, Bali. Adapun dasar hukum yang dipakai masih sebatas peraturan daerah yang mana reklamasi di pantai atau di laut mempunyai dampak terhadap daerah sekitarnya, yang boleh jadi daerah tersebut dibawah koordinasi provinsi lainnya. Ini membuktikan adanya kekosongan hukum dalam pelaksanaan pembangunan reklamasi, dibuktikan dengan belum adanya kepastian hukum berlaku nasional dalam bentuk peraturan-peraturan yang berisi berbagai prasyarat dari instansi terkait pelaksanaan reklamasi. Selain untuk mewujudkan kepastian hukum, juga menghindari dampak negatif reklamasi dimasa yang akan datang, mengingat reklamasi adalah suatu kegiatan yang mengubah ekosistem menjadi suatu lingkungan baru karena adanya penimbunan tanah di pantai atau di laut, sehingga tercipta suatu daratan dan lingkungan baru. Sehingga menurut peneliti, sudah selayaknya dibuat peraturan baru yang berisi semua kepentingan-kepentingan instansi terkait reklamasi, walaupun sementara ini peraturan daerah masing-masing yang dipergunakan, tanpa memperhatikan bahwa  reklamasi di pantai atau di laut mempunyai efek/imbas terhadap lingkungan disekitarnya apakah masih disekitar wilayah daerah masing-masing atau di provinsi lainnya. 

 

 Peneliti melihat bahwa reklamasi dapat dsebut suatu reformasi pengadaan tanah, karena reklamasi adalah usaha atau suatu kegiatan pengadaan tanah/lahan dengan cara melalui pengurugan dipantai atau dilaut. Menurut peneliti tentunya reklamasi tersebut juga berkaitan dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara No. 22/2012, Tambahan Lembaran Negara No. 5280). Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 berisi pengadaan tanah melalui tanah yang sudah ada, sedangkan Reklamasi pengadaan tanah melalui pengurugan laut. (reklamasi dapat disebut juga suatu metode/cara baru/ pembaharuan /reformasi) dalam hal kegiatan/upaya pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 

 

Dalam pelaksanaannya, reklamasi diatur dalam peraturan yang berbeda-beda antara satu  wilayah dengan wilayah lainnya. Selain itu juga terjadi tumpang tindih kewenangan antara instansi yang terkait, sehingga peneliti menemukan bahwa belum adanya kepastian hukum bagi pelaksana pembangunan reklamasi di Indonesia, terutama di Jakarta Utara.  Sebagai contoh, ada beberapa ketentuan mengenai Reklamasi yang diatur dalam penggalan perundang-undangan, yaitu: 

 

  • UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 34, Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
  • Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  • Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030; dan
  • Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 Tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

 

Dalam perjalanannya, Menteri Kelautan dan Perikanan RI mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Menurut penulis ada ketidakharmonisan antara sektor yang terkait dengan reklamasi. Dengan dikeluarkannya Permen No. 17/PERMEN-KP/2013 tentu ada dampak hukum terhadap ijin yang sudah diberikan Gubernur DKI Jakarta kepada para pengembang reklamasi. Dengan adanya tumpang tindih kewenangan antar instansi terkait pada pelaksanaan reklamasi, maka hal ini membuktikan bahwa dalam upaya pengadaan tanah melalui reklamasi belum ada kepastian hukum dalam arti belum adanya peraturan-peraturan dalam pelaksanaan reklamasi yang bersifat nasional. Dengan adanya hal ini terlihat adanya disharmonisasi kewenangan vertical antara instansi terkait reklamasi. 

 

Dalam hal tersebut diatas, didalam hukum administrasi negara, menurut Soehardjo, pemerintah mempunyai fungsi, penugasan, kewenangan dan kewajiban masing-masing departemen pemerintahan untuk meneliti ketentuan-ketentuan dan mengatur cara apa tindakan aparatur pemerintahan sesuai dengan kewenangan masing-masing. 

 

Dalam pelaksanaannya, reklamasi diatur dalam peraturan yang berbeda-beda antara satu  wilayah dengan wilayah lainnya. Antara lain sebagai berikut:

 

  • Kota Semarang menggunakan mekanisme kegiatan Reklamasi Pantai di Kota Semarang yang selama ini berjalan dengan menggunakan dengan bertumpu pada kebijakan dari Walikota Semarang berupa:  
  •  Izin Prinsip Walikota dan Keputusan Walikota dalam bentuk Persetujuan    Pamanfaatan Lahan Perairan dan Pelaksanaan Reklamasi di Kawasan Pantai Marina No. 590/04310 tanggal 31 Agustus 2004 (reklamasi seluas 200 Ha di Pantai Marina Kelurahan Tambakharjo Kecamatan Semarang) 
  • Pelaksanaan Reklamasi di Kawasan Perairan Pantai, Pentahapan pelaksanaan Reklamsi sesuai dengan Pedoman /Petunjuk Teknis (Perda No. 8/2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah /RTRW kota Semanrang);
  • Petunjuk Pelaksanaan dan peraturan Perundangan yang berlaku serta ketentuan dengan kegiatan pembangunan lainny

 

       Reklamasi di Pulau Benoa, Bali, perizinan reklamasi dengan Perpres yang telah diperbaharui, yaitu Prepres Nomor 51 Tahun 2014. Sebelum keluar Perpres Nomor 51 Tahun 2014, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika telah mengeluarkan SK Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa seluas 838 Ha

 

       Indonesia yang mempunyai wilayah garis pantai sepanjang kurang lebih 95.000 km, selain mengandung sumber daya alam yang melimpah, wilayah pesisir Indonesia memiliki berbagai fungsi seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri dan agroindustri, jasa lingkungan, rekreasi dan pariwisata serta kawasan pemukiman. Kota-kota besar di Indonesia merupakan kota-kota pantai dengan jumlah penduduk yang besar dan kegiatan perekonomian yang pesat, tetapi seringkali lahan yang tersedia tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan wilayah kota tersebut. Lahan menjadi terasa sangat sempit untuk memenuhi kebutuhan kota untuk perkantoran, pemukiman, lokasi perindutrian, pelabuhan dan fasilitas sosial lainnya seperti pusat perdagangan, hiburan dan wisata. Sebagian besar daerah kabupatan/kota di Indonesia terletak di kawasan pesisir. 

 

    Daerah yang memiliki wilayah pesisir di Indonesia sampai tahun 2001 tercatat terdapat 283 kabupaten/kota. Berdasarkan wilayah kecamatan, dari 4.028 kecamatan yang ada terdapat 1.129 kecamatan yang dari segi topografi terletak di wilayah pesisir, dan dari 62.472 desa yang ada sekitar 5.479 desa merupakan desa-desa pesisir. Wilayah pesisir yang berada di bawah kewenangan pengelolaan daerah seringkali mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan ruang baru sebagai tempat untuk berbagai aktifitas. 

 

Pemekaran kota menjadi alasan utama reklamasi sehingga alternatif reklamasi pantai dilakukan karena berbagai alasan: Pertama, peningkatan jumlah penduduk akibat pertambahan penduduk alami maupun migrasi. Kedua, kesejahteraan penduduk yang miskin mendorong mereka yang semula tinggal ditengah kota memilih ke daerah pinggiran atau tempat baru untuk memulai usaha demi meningkatkan kesejahteraannya. Ketiga, penyebaran keramaian kota, semula semua kegiatan terpusat di kota sehingga dibutuhkan ruang baru untuk menampung semua kegiatan yang tidak bisa difasilitasi dalam kota. Realita tersebut mendorong wilayah yang ada di pinggir pantai untuk terus mencari alternatif baru sebagai tempat menampung kegiatan perkotaan. 

 

Reklamasi merupakan proses membuat daratan baru di pantai, lautan, sungai atau suatu badan yang menampung air. Proses reklamasi ini dilakukan dengan menimbun tanah / pasir / batuan dalam jumlah banyak di suatu tempat yang menampung air hingga terbentuk daratan baru. Umumnya reklamasi dilakukan pada daerah pantai untuk memperluas daratan namun dapat dilakukan juga di laut, sungai dan di danau. 

 

Reklamasi tentu memilki banyak keuntungan bagi masyarakat, namun perlu juga dipertimbangkan kekurangan dan dampak negatifnya. Kekurangan reklamasi salah satunya adalah waktu dan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses ini, biaya dan material yang dibutuhkan tentu bernilai cukup besar. Proses reklamasi ini juga mengubah ekosistem suatu lingkungan karena penimbunan di pantai/di laut sehingga menjadi daratan baru dan terdapat pula tanah/pasir yang diambil untuk proses reklamasi.

 

Pembangunan Reklamasi di beberapa daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan perizinannya mengacu pada peraturan daerah masing-masing. Sehingga perhitungan memperkecil dampak-dampak negative masih gamang, masih belum ada peraturan norma hukum yang bersifat nasional sebagai dasar pelaksanaan reklamasi, sehingga belum dapat diwujudkannya kepastian hukum reklamasi. Dalam rangka mencari tatanan norma hukum yang tepat diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat terwujud betapa pentingnya mewujudkan norma hukum reklamasi yang bersifat nasional dalam rangka menghindari disharmonisasi kewenangan antar instansi terkait dan menekan dampak-dampak negative yang ditimbulkannya sehingga tidak mencederai lingkungan bagi generasi yang akan datang.   

      Adanya aspek hukum administrasi negara yang akan diteliti dalam pelaksanaan pembangunan reklamasi di pantai/ di laut, adalah berawal dari hak menguasai negara yang bersumber pada kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 (Lembaran Negara No. 104/1960. Tambahan Lembaran Negara No. 2034) Pasal 2 Ayat (2) butir a dan b yang menyebutkan “Negara diberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa serta menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa”.  Pasal tersebut dihubungkan dengan Undang-Undang Pokok  Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 Pasal 2 Ayat (4).  Kewenangan tersebut diantaranya adalah kewenangan negara dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (dilanjutkan dengan PP No. 71 Tahun 2012 dan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pengadaan Tanah bagi Pembangunan  untuk kepentingan Umum. Lebih lanjut disebutkan bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang besangkutan.

Peraturan yang berbeda-beda dan tumpang tindih kewenangan dalam peraturan pelaksanaan reklamasi di Indonesia tersebut, kiranya dapat diselesaikan dengan memperhatikan beberapa konsep dan  beberapa point penting  dalam hukum  Administrasi Negara dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

Gagasan Negara Hukum oleh Plato dalam bukunya ke 3, berjudul "Nomoi" bahwa peneyelenggaraan negara yang baik adalah berdasarkan konstitusi dan kedaulatan hukum. Didukung oleh muridnya Aristoteles; beberapa negara hukum dengan berbagai sistemnya, yaitu:

  • Negara hukum dengan sistem Eropa Kontinental (Rechtsstaat); yang mempunyai kaitan langsung dengan Hukum Administrasi Negara (Phillips M. John).
  • Negara hukum dengan sistem Anglo Saxon (Rule of Law)

Konsep Hukum Administrasi Negara adalah a. Kontinental (Rechtstaat, Aristoteles; Hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, Kekuasaan berdasarkan Undang-undang, Rule of Law tidak ada (Peradilan Adminstrasi Perselisihan... b. Rule of Law (Anglo Saxon/Dicey; Supremasi hukum, Equality before the law, Hak Asasi Manusia (HAM) dalam UU perselisihan.

                Unsur-Unsur Hukum Administrasi Negara:

  • Pemerintah negara berdasarkan kedaulatan rakyat
  • Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban berdasarkan UU
  • Jaminan Hak Asasi Manusia (HAM)
  • Adanya pembagian kekuasaan dalam negara
  • Pengawasan dari Badan2 Peradilan
  • Peran Masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan Kebijaksanaan Pemerintah
  • Jaminan perekonomian yang adil dalam pembagian sumber daya alam

Hubungan Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara dan Politik Hukum

Hukum Administrasi Negara (HAN)

  • DPR (Legislatif) dan Presiden membuat Undang-Undang
  • Presiden dan Jajarannya (executive) membuat Peraturan Pemerintah

Hukum Tata Negara (HTN)

  • Hukum Tata Negara memberi wewenang kepada para pembuat peraturan perUUan untuk membuat peraturan perUUan sesuai dengan pemenuhan 3 unsur:
  • Unsur philosofi, unsur yuridis, unsur sosiologis

Politik Hukum

  • Peraturan PerUUan dibuat sesuai dengan visi dan misi pembentuk peraturan perUUan.
  • Isi peraturan harus sesuai dengan kondisi yang terjadi saat peraturan perUUan tersebut dibuat.
  • Teori Dasar Tentang Kepentingan Umum Dalam Administrasi Negara

Terdapat empat teori dasar yang berkaitan dengan kepentingan umum, yaitu:

 

  • Teori Keamanan Menurut teori keamanan ini kepentingan masyarakat yang utama adalah terjaminnya kehidupan masyarakat yang aman dan sentosa.
  • Teori Kesejahteraan.Teori kesejahteraan ini mengajarkan bahwa kepentingan masyarakat yang terutama adalah kesejahteraan. Sejahtera berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan pokok dari kehidupan masyarakat dapat dipenuhi dengan semurah-murahnya dan secepat-cepatnya. Kebutuhan pokok dalam masyarakat meliputi kebutuan sandang, pangan, papan, kebutuan akan kesehatan, dan kesempatan kerja.
  • Teori Efisiensi Kehidupan.Teori efisiensi kehidupan ini menyatakan, bahwa kepentingan utama dari masyarakat adalah keharusan bagi masyarakat untuk dapat hidup secara seefisien mungkin agar kemakmuran dan produktivitas dapat meningkat, yaitu sarana komunikasi yang baik, pusat informasi yang berfungsi cepat dan cermat, sarana kesehatan dan pendidikan yang mencukupi, dan lain sebagainya.
  • Teori Kemakmuran Bersama (Common Wealth). Teori kemakmuran bersama ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakat yang utama adalah kebahagiaan dan kemakmuran bersama, di mana ketegangan-ketegangan sosial dapat dihindari dan dikendalikan dengan baik, dan perbedaan antara si kaya dan si miskin tidak semakin melebar secara membahayakan.

 

Untuk dapat menjamin terlaksananya hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum tersebut terlebih dahulu para pejabat Administrasi Negara harus mengerti dan memahami tentang Hukum Administrasi Negara, yaitu hukum yang mengatur Administrasi Negara, yang wajib ditaati oleh semua pejabat Administrasi Negara di dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajiban, menjalankan dan mengurus segala apa yang menjadi kehendak pemerintah serta memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada seluruh warga masyarakat.

 

  • Peran Hukum Administrasi Negara Dalam Negara Kesejahteraan

 

Dalam demokrasi setiap warga masyarakat menikmati hak-hak dasarnya secara bebas, seperti hak untuk menyatakan pendapat, berkumpul-berserikat, dan lain-lain. Pendapat populer mengenai definisi demokrasi dikemukakan oleh Abraham Lincoln. Menurut Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya, kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi berada di tangan rakyat.Rakyat memiliki hak, kesempatan dan suara yang sama dalam mengatur kebijakan pemerintahan. 

Proses demokratisasi telah mendelegitimasi banyak peran negara dari pendekatan yang lebih mendekatkan pada sisi kekuasaan (powerness) dan kewenangan (authority) bergeser ke pendekatan pelayanan (services) dan kewiraswastaan (entrepreneurship). Hal itu disebabkan negara demokrasi lahir dari "rahim rakyat" sehingga pemerintah sebagai representasi dari negara bukan dihadirkan untuk sebuah kekuasaan, tetapi kesejahteraan. Di Indonesia, demokrasi yang diciptakan oleh para pendiri bangsa tidak serupa dengan demokrasi barat yang lebih dekat dengan liberalisme-kapitalisme. 

Demokrasi di Indonesia menggunakan konsep demokrasi Pancasila yang lahir dari penggalian nilai-nilai yang hidup dalam kemajemukan negara-bangsa Indonesia sebagai sebuah negara paripurna. Demokrasi Pancasila sebagai demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat mengandung unsur-unsur berkesadaran religius berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia, serta berkesinambungan. 

Dalam demokrasi Pancasila, kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. Dalam demokrasi Pancasila,universalitas cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan,sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. Demokrasi Indonesia yang berlandaskan Pancasila mengembangkan sistem pemerintahan yang berperan penting pada negara dalam mengembangkan kesejahteraan masyarakats ebagai ekspresi dari demokrasi yang memiliki semangat keadilan. 

Dasar legitimasi negara-pengurus sebagai konsep negara kesejahteraan ala Indonesia bersumber pada empat jenis tanggung jawab atau responsibilitas, yaitu perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, dan keadilan-perdamaian. Negara kesejahteraan di Indonesia memiliki legitimasi sejauh dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan mengatasi paham perseorangan dan golongan. 

Negara memiliki legitimasi kesejahteraan sejauh dapat menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, menguasai bumi dan air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Negara kesejahteraan lahir dari proses demokratisasi dalam kehidupan bermasyarakat yang menggeser kedudukan negara atau pemerintah sebagai "kekuasaan" menjadi alat kesejahteraanrakyat. 

Melalui proses demokratisasi, pemerintahatau negara sebagai kepanjangan dari "kedaulatanrakyat" diharapkan mampu menjalankan konsepsi negara kesejahteraan yang memiliki tujuan akhir berupa kesejahteraan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem demokrasi yang berjalan dengan baik dan efektif dapat memengaruhi sebuah negara yang sedang mengimplementasikan konsep negara kesejahteraan.

S.Richard Hirsch Associate Professorof European Studiespadathe Johns Hopkins Schoolof Advanced International Studies,Washington DC,Mitchell A. Orenstein menjelaskan adanya korelasi yang tinggi antara demokrasi yang berjalan baik dengan upaya menciptakan sebuah negara kesejahteraan. Ia menjelaskan hubungan antara konsep demokrasi dan negara kesejahteraan di Uni Eropa sebagai berikut: well-functioning democracy is highly correlated with welfare-state effort, inequality has increased rapidly in the new EU member states.

"Hubungan negara, rakyat, dan demokrasi dianalogikan sebagai berikut: "Peran dan fungsi negara sebagai analog lembaga legal-formal dipercaya oleh rakyat untuk mengelola lahan kebun rakyat, hasilnya dibagikan kembali untuk kesejahteraan rakyat. Adapun tugas pemerintah analog dengan satpam yang berkewajiban melindungi dan menjaga kebun rakyat dari segala ancaman dan gangguan, baik yang datangnya dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Jika hal ini bisa dilakukan, kebijakan publik untuk kesejahteraan rakyat merefleksikan bahwa pemerintahan atau negara yang ada telah melaksanakan asas pemerintahan yang demokratis, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk (kesejahteraan) rakyat. "Kaitannya dengan hukum administrasi, ia dihadirkan sebagai dasar, alat atau instrument bagi pemerintah untuk melaksanakan tugasnya dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui konsep negara kesejahteraan". Hukum administrasi berfungsi sebagai pemandu bagi pemerintah dalam mewujudkan negara kesejahteraan. 

 Hukum Administrasi sebagai Alat Mewujudkan Negara Kesejahteraan. Sejak bergesernya paradigma negara penjaga malam yang sering disebut dengan istilah nachtwakerstaatatauwatchdog state, terjadi perubahan mendasar yang ditandai dengan perubahan fungsi negara yang semulahanya bertugas di bidang keamanan dalam negeri berubah menjadi pengelola kesejahteraan warga negara (bestuurzorg). Perubahan fungsi negara tersebut memasuki ranah kehidupan privat warga yang selama ini berada dalam konteks negara penjaga malam seolah terisolasi dari jangkauan negara. 

Negara kemudian memberlakukan sistem administrasi untuk mengurus segala kegiatan pemerintahan yang tujuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi warganya. Masuknya administrasi negara dalam kehidupan privat warga bertujuan untuk menjalankan fungsi bestuurzorg. Hal tersebu tmembutuhkan satu instrumen yang dapat memberikan dasar legalitas bagi negara untuk melaksanakannya. Instrumen tersebut berfungsi sebagai dasar atas aktivitas negara yang berusaha mengatur hal-hal yang sifatnya privat tersebut. 

Instrumen tersebut berbentuk suatu sistem hukum administrasi negara. Kehidupan negara modern yang cenderung berusaha memenuhi kebutuhan rakyat, terutama masalah pelayanan kesejahteraan masyarakat, membutuhkan instrumen untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Instrumenatau alat yang digunakan oleh negara untuk mengelola pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakat tersebut adalah administrasi negara. Alat tersebut berfungsi menata segala aspek kehidupan negara melalui birokrasi, tata kelola, penyiapan, pelaksanaan, dan pengawasan segala tindakan pemerintah agar sistem pemerintah tersebut dapat berjalan dengan stabil dan terukur.

Keterukuran dan kestabilan tersebut diperlukan supaya hasil yang dituju oleh kegiatan pemerintahan bisa tercapai dengan kualitas dan kuantitas yang terukur, sebagaimana rancangan awal pada proses perencanaan kegiatan pemerintahan. Administrasinegara bertujuan untuk membantu dan mendukung pemerintah dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diambil untuk menyejahterakan masyarakatnya. Sebagaimana dijelaskan Leonard D. White, administrasi negara terdiri atas semua kegiatan negara untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan negara. 

Administrasi negara sebagai suatu sistem yang menjadi guidance dalam mencapai tujuan negara tersebut membutuhkan dasar legalitas yang disebut dengan hukum administrasi negara. Apabila administrasi negara dimaknai sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan negara, maka hukum administrasi negara dapat dimaknai sebagai hukum yang mengatur sistem tersebut dalam rangka mencapai tujuan negara. Definisi hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur dan mengikat alat administrasi negara dalam menjalankan wewenang yang menjadi tugasnya dalam melayani warga negara harus memperhatikan kepentingan warganegara. 

Philipus M. Hadjon membagi hukum administrasi menjadi hukum administrasi positif sebagai lapangan hukum administrasi khusus dan lapangan hukum administrasi umum. Hukum administrasi khusus merupakan peraturan perundang-undangan hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa, sedangkan hukum administrasi umummerupakan peraturan hukum yang tidak terikat pada bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. 

 Adapun deskripsi hukum administrasi negara menurut Logemann meliputi peraturan-peraturan khusus di samping hukum perdata positif yang berlaku umum, termasuk mengatur cara-cara organisasi negara ikut serta dalam lalu lintas masyarakat.

 Adapun ruang lingkup hukum administrasi negara meliputi sebagai berikut menurut Atmosudirdjo: 

 

  • Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara;
  • hukum tentang organisasi negara;
  • hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutamayang bersifat yuridis;
  • hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara terutama mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara;
  • Hukum administrasi pemerintah daerah dan wilayah, yang dibagi menjadi hukum administrasi kepegawaian, hukum administrasi keuangan, hukum administrasi materiil, hukum administrasi perusahaan negara, dan hukum tentang Peradilan
  • Administrasi Negara. Hukum administrasi negara memiliki ciri-cirik husus, yaitu:
  • adanya hubungan istimewa antara negara dan warga negara;
  • adanya sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga negara;
  • adanya pejabat-pejabat negara sebagai pelaksana dari perjanjian istimewa tersebut. Dalam konteks hukum administrasi negara yang bercirikan adanya sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga negara tersebut, salah satu pengaturannya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang diatur dalam Pasal 4, yaitu meliputi semua aktivitas:
  • Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif;
  • Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup lembaga legislative;
  • Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam lingkup lembaga;
  • Badan dan/atau pejabat pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 dan/atau undang-undang.Pengaturan administrasi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tentang hak dan kewajiban pejabat pemerintahan, kewenangan pemerintahan, diskresi, penyelenggaraan administrasi pemerintahan, upaya administratif, pembinaan dan pengembangan administrasi pemerintahan dan sanksi administratif. Administrasi pemerintahan yang dimaksud sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang tersebut adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan, sedangkan badan dan/atau pejabat pemerintahan sebagai pelaksana pemerintahan diharapkan dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam mencapai tujuan negara. Artinya,administrasi pemerintahan berfungsi sebagai pedoman bagi pejabat dan/atau badan pemerintahan dalam melaksanakan kebijakannya,s edangkan administrasi negara berfungsi sebagai instrument yang dipakai negara dalam mengelola pemerintahan untuk mencapai tujuan negara. Di Indonesia, Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dijadikan sebagai rambu-rambu dalam setiap keputusan diskresi yang dikeluarkan pejabat pemerintahan, terutama asas tidakmenyalah gunakan kewenangan dan asas Kepentingan Umum.

 

Sebagai negara yang menganut konsep welfare state, asas legalitas saja tidak cukup berperan maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat. Diskresi muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan dalam penerapan asas legalitas. Meski demikian, pemberian diskresi yang dibatasi melalui rambu-rambu AUPB pada kenyataannya masih mengekang ruang gerak administrasi negara dalam menjalankan kebijakannya. Terbukti dalam beberapa kasus, pejabat pemerintahan masih ada yang takut menggunakan anggaran karena tipisnya benang pembatas antara "mal-administrasi" dengan "korupsi". 

Akibatnya, serapan anggaran yang seharusnya terdistribusikan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat tersendat disebabkan kekhawatiran administrator dalam berurusan dengan hukum pidana atau aspek penalty. Karena itu, konsep hukum relasional yang ditawarkan Lukas van den Bergedapat menjadi pendamping bagi asas freiesermessen, di samping hukum administrasi dibangun dengan trust yang tidak mengedepankan prejudice suspicion dan aspek penal, sehingga hukum administrasi dapat "membumi" dan menjadi sarana bagi terwujudnya negara kesejahteraan di Indonesia. 

Hukum administrasi negara dibutuhkan dalam rangka mengatur dan mengontrol pelaksanaan administrasi negara yang dilaksanakan oleh pemerintah, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah seperti pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hakikat hukum administrasi negara, memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya dan melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan salah menurut hukum. 

Karena itu, keberadaan hukum administrasi negara sangat vital bagi kehidupan bernegara karena eksistensinya sebagai alat untuk mengimplementasikan negara kesejahtraan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Dalam perkembangannya di negara modern yang mengedepankan demokratitasi dalam kehidupan bermasyarakat, hukum administrasi bukan lagi sebagai alat kekuasaan atau kewenangan, melainkan sudah menjelma menjadi instrument atau alat (tool) untuk menyejahterakan rakyatnya.

Hal itu disebabkan bangunan negara pemerintahan tidak lagi berupa bangunan kekuasaan di mana pejabat pemerintah hadir sebagai manajer tertingginya, melainkan hadir sebagai representasi negara yang berada dalam "kedaulatan rakyat" untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, negara memberlakukan sistem administrasi untuk mengurus segala kegiatan pemerintahan dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi warganya. Dalam perkembangan arus teknologi informasi yang sedemikian pesat seperti saat ini, administrator sudah seharusnya diberi ruang hukum yang cukup untuk menampung kecepatan perubahan aktivitasnya supaya mencapai kesejahteraan yang diharapkan. 

Mengingat negara kesejahteraan merupakan bentuk pemerintahan demokratis yang menegaskan bahwa negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat (social welfare), maka hukum administrasi negara sebagai alat atau pedoman bagi pelaksanaan negara kesejahteraan harus diterapkan secara efektif. Selain itu, hukum administrasi negara sebagai "panglima" bagi berjalannya negar kesejahteraan harus mampu menjawab berbagai perkembangan dan dinamika dalam kehidupan bermasyarakat.

Hukum administrasi yang ebih mengedepankan norma hukum sebagai patron administrasi, sudah saatnya lebih mengutamakan norma hukum sebagai penggerak administrasi dalam upaya menyejahterakan rakyat. Hukum administras sebagai patron administrasi memang menghasilkan keteraturan dan keberlangsungan, tetapi pada saat yang sama justru dapat menjadikan posisi "kekuasaan" lebih kuat dari "pelayanan". Kondis itersebut justru menghambat kecepatan gerak administrasi dalam melaksanakan fungsinya dalam negara kesejahteraan. 

Bahkan dalam beberapa kasus, kondisi ini tidak jarang menimbulkan kasus hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi, karena justru dapat menghambat administrator dalam upaya menyejahteraan rakyat. Melihat kondisi tersebut, maka administrator harus diberi ruang untuk menampung kecepatan perubahan aktivitasnya. Ruang gerak yang dibutuhkan administrator tersebut, antara lain diskresi atau dikenal juga dengan asas freies ermessen. Tujuan prinsip freies ermessen, di antaranya untuk memudahkan administrator dalam mencapai tujuan kesejahteraan umum di tengah tantangan perubahan zaman yang serba cepat dan dinamis. 

Diskresi menjadi sarana ketika ada kekosongan atau kevakuman atas ketiadaan suatu aturan dalam mekanisme tertentu ketika suatu peristiwa konkrit yang mendesak untuk segera diambil suatu keputusan. Diskresi menjadi terobosan untuk mendobrak stagnasi, mencari jalan pintas supaya suatu program dapat berjalan dengan baik, atau menyiasati sesuatu agar tujuan yang diinginkan cepat tercapai. Meskipun dalam kasus tertentu, penggunaan diskresi bisa saja melahirkan peluang penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pelampauan kewenangan (detournement depouvoir), maupun keputusan yang sewenang-sewenang (willekeur). 

Namun tanpa diskresi, administrator juga akan terhambat. Di Indonesia, diskresi dibatasi oleh undang-undang dengan rambu-rambu berupa Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Sayangnya, batasan-batasan diskresi yang diberikan hukum administrasi seringkali menjadi multitafsir, sehingga rawan bersinggungan dengan hukum pidana. Dalam beberapa kasus, pejabat masih banyak yang ketakutan menggunakan anggaran karena kekhawatiran akan jerat pidana. Kondisi semacam ini justru akan menghambat negara dalam mewujudkan konsepsi negara kesejahteraan, karena serapan anggaran yang ditujukan untuk rakyat menjadi tersendat. 

Penyelesaian kasus yang berkenaan dengan diskresisering dijumpai adanya titik singgung dari segi pemaknaannya dalam lapangan hukum administrasi negara dan hukum pidana. .Di satu sisi, hukum administrasi menjadi alat bagi pejabat pemerintahan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, hukum pidana menjadi kontrol bagi pemerintah untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang justru akan merugikan negara sendiri. Titik singgung yang dilematis ini membutuhkan solusi agar negara dapat melaksanakan tugasnya dalam menyejahterakan rakyat. 

Sebagaimana dijelaskan di atas, Berge menawarkan konsep hukum relasional, yaitu jembatan yang menghubungkan antara tiga lembaga kekuasaan yang saling terpisah antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif supaya dapat membangun komunikasi sehingga setiap keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan tidak kontra produktif. Artinya, titik singgung hukum administrasi dan hukum pidana dapat diselesaikan melalui konsep hukum relasional. Hal ini untuk menjawab tantangan zaman yang serba cepat dan dinamis dalam rangka memenuhi kesejahteraan rakyat dalam sebuah welfare state . 

Hukum relasional menawarkan konsep konektivitas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam membangun komunikasi agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan sosial dapat tercapai dengan efisien. Konsep tersebut jika diakomodasi dalam norma-norma hukum administrasi akan memberikan ruang gerak bagi administrator dalam membuat keputusan-keputusan administrative yang kontekstual. Hal yang sama berlaku jika adaa komodasi asas freies ermessen atau diskresi dalam norma hukum administrasi. 

Meski demikian, asas freies ermessen membutuhkan batasan-batasan tertentu yang bertumpu pada "kesejahteraan sosial"untuk menghindari kebijakan yang mengedepankan powerness dan authority. Karena itu, hukum administrasi harus"dibumikan" dengan trust dengan tidak mengedepankan prejudice suspicion dan aspek penal, sehingga tuntutan untuk menyejahterakan rakyat di segala zamand apat tercapai dengan baik.

 Negara kesejahteraan (welfare state) merupakan konsep di mana negara tidak hanya semata-mata berfungsi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara hadir dalam menangani berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin keadilan sosial dan kemakmuran rakyat.

Dalam perspektif negara demokrasi, hadirnya negara dalam fungsi yang luas mencakup segala aspek kesejahteraan masyarakat tidak dimaknai sebagai ajang untuk melaksanakan kewenangan (authority) dan kekuasaan (powerness), melainkan lebih menekankan pada aspek pelayanan (services) dan kewiraswastaan (entrepreneurship). Hal itu mengingat negara demokrasi lahir dari "rahim rakyat" dengan konsep government or rule by the people yang membuat pemerintah sebagai pemegang mandat rakyat dalam mengelola negara tidak hadir untuk sebuah kekuasaan, tetapi kesejahteraan rakyat.

 Untuk mencapai kesejahteraan rakyat sebagaimana dicita-citakan dalam konsepsi negara kesejahteraan, maka dibutuhkan instrumen yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat terutama pelayanan kesejahteraan masyarakat. Instrumen yang digunakan negara untuk mengelola pemerintahan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah administrasi negara. Administrasi negara yang bertujuan membantu pemerintah dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diambi luntuk mensejahterakan masyarakat diperlukan adanya dasar legalitas yang disebut hukum dministrasi negara.

Sebagai patron administrasi disebuah negara demokrasi, hukum administrasi negara yang berisi norma-norma hukum sudahs eharusnya hadir sebagai penggerak administrasi sebagai upaya menyejahterakan rakyat. Sebagai alat yang digunakan sebagai dasar legalitas bagi administrasi negara, hukum administrasi negara sudah saatnya dibumikan dengan trust dengan tidak mengutamakan aspek penal dan prejudice suspicion. Dengan demikian, hukum administrasi negara mampu hadir sebagai alat mewujudkan kesejahteraan sosial di tengah tuntutan zaman yang selalu berkembang dinamis..

 Dalam masa pandemi COVID-19 ini masih banyak hal yang perlu di evaluasi dari pemerintah untuk tidak terlalu gegabah dalam menetapkan kebijakan, karena ketika pemerintahan sudah lengah terhadap situasi pandemi seperti ini bisa di bayang-bayangi oleh kepanikan massal. Yang menyebabkan terancam nya posisi pemerintahan yang di percaya oleh semua warga negara nya menjadi hilang bahkan tak tidak tersisa sedikitpun.

 Dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Tahun 2020 kali ini yang di publikasikan Kementerian Keuangan RI dalam laman menunjukkan bahwa 20 persen dari belanja APBN untuk pendidikan dan 5 persen dari belanja APBN untuk kesehatan. Dari sinilah kita juga mendapat dari lama tersebut mengetahui berapa anggaran negara yang sudah di tetapkan dan apa saja yang sudah di cantumkan oleh pemerintahan.

 Dengan adanya teori kesejahteraan ini, diharapakan mampu menyelaraskan dengan disahkannya Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pijakan Negara untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.

 

  

REFERENSI

 1. Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Jakarta Utara; Pemda DKI Jakarta, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Daerah; Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta, September 2001, Tabel 3.2 Rencana Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Pantai Utara Jakarta, 2010 hlm iii-12

 2. Utiek R. Abdurachman, Penyediaan Lahan Melalui Reklamasi Pantai, Studi Kasus Pantai Indah Kapuk di Jakarta Utara, September 2002.

 3. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

  4. Secara hukum, terbitnya Perpres Nomor 51 Tahun 2014 telah mengubah Kawasan Perairan Teluk Benoa menjadi kawasan Budidaya (bukan lagi kawasan konservasi laut). 122/2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil hanya melarang keras reklamasi di kawasan konservasi dan alur laut.

 5. Prayudi Atmosudierdjo, Hukum Tata Negara, 2007

 6. Jurnal Pengembangan Hukum Indonesia, Program Studi Magister Hukum vol 2, FH Universitas Diponegoro 3 November 2020, hlm. 416-433

 7. Program Studi Magister Hukum Jilid 2, Nomor 3, Jurnal Perkembangan Hukum Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun