Baru setahun di Kompasiana, saya sudah bisa memberi pelajaran kepada cewek manis yang 'kurang ajar'.Â
Suatu hari saya dapat penumpang cewek berwajah manis. Sudah wajahnya manis, bau parfumnya juga semerbak manis. Entah apa jenis parfumnya, hidung saya mencium wangi buah yang samar samar, sungguh sedap. Namun yang jelas baunya bukan wangi durian atau nangka, buah buahan beraroma wangi yang saya sukai. Jika wanginya dua buah itu, cewek ini bisa bisa dikira penjual buah, bukan mahasiswa.Â
Sungguh beruntung saya di saat itu, dapat manis kuadrat dari penumpang saya. Manis parasnya, manis baunya.Â
Dengan senyum yang dibuat semanis mungkin, saya mempersilahkan cewek manis itu naik ke boncengan. Seperti biasanya saya sok akrab, kepo lalu sok pintar kepada penumpang.Â
Dimulai sok akrab dan kepo, saya mengajaknya mengobrol di sepanjang jalan.Â
Swity, kita sebut saja namanya demikian, adalah mahasiswi semester VI yang sedang mencari tempat magang. Berhubung pernah beberapa kali mengantar mahasiswi yang magang di Pemkot Salatiga, saya bertanya mengapa dia tidak magang di sana saja. Menurut para penumpang saya, untuk magang di Pemkot prosesnya mudah, tak berbelit. Cukup bikin surat permohonan magang lalu ikuti prosesnya. Jika terus dipantau dan sering dikonfirmasi, proses persetujuannya tidak lama.Â
Rupanya swety punya rencana untuk magang di sebuah stasiun TV nasional di Jakarta. Cewek manis itu kepingin magang menjadi reporter. Dia pernah bergabung ke sebuah stasiun TV lokal di kotanya dan tertarik dengan profesi reporter. Oleh sebab itu swety kuliah di Fakultas Komunikasi jurusan jurnalistik. Â
Ini sungguh mengagetkan. Ketika saya tanya apakah si manis ini pernah menulis artikel dia menjawabnya belum pernah.Â
What!! Mahasiswi jurnalistik semester VI tetapi belum pernah membuat artikel!! Opa Tjip dan Om Rose yang bukan lulusan jurnalistik pun sudah membuat ribuan artikel. Bermutu lagi..Â
Sungguh 'kurang ajar' mahasiswi ini. Maksudnya dia kurang diajar atau kurang belajar mengenai jurnalistik.Â