Bebeberapa hari ini saya senang ngrasani atau membicarakan kejelekan orang. Biasa toh, jika order sedang sepi atau tidak ada kerjaan, pikiran orang akan kemana mana.
Daripada mikir teori fisika quantum atau asap dapur yang sedikit mengepul, memang lebih mudah mikir kejelekan orang. Gampang, saya tak harus banyak mengerutkkan dahi.Â
Namun karena takut dosa, apalagi pas bulan Ramadhan, saya memutuskan untuk ngrasani diri sendiri saja. Gratis, tidak menimbulkan masalah dan tidak menghalangi pahala.Â
Ini bukan kontempelasi, tetapi saya memang sedang tidak ada kerjaan. Kontempelasi biasanya dilakukan di tempat sepi dengan suasana hening plus beberapa aksesori seperti lilin atau bau bauan aroma therapy.Â
Sementara lokasi ngrasani saya ada dipinggir jalan, seberang Me Gacoan yang tetap rame di bulan Ramadhan. Bukan bau aroma terapi yang saya hirup, tapi wangi buah pir, jeruk dan semangka. Saya nongkrongnya numpang di sebuah lapak penjual buah.Â
Konsentrasi saya sering terganggu karena harus ber-hai hai dengan rekan ojol lain kala mereka sedang melintas. Sesekali juga melirik dara dara cantik yang lewat di depan mata.Â
Dari hasil ngrasani ini saya menemukan fakta yang sangat mengejutkan, menyedihkan sekaligus membagongkan.Â
Saya seorang Kompasianer yang tidak setia kawan!Â
Ini lebih jelek dari penemuan yang lain bahwa saya terbukti sebagai Kompasianer yang tidak jelas.Â