Setiap kali nasi sudah dipunggung garpu dan mau diangkat, selalu jatuh hingga tinggal beberapa butir yang tersisa. Hal itu terjadi berulang ulang hingga nasinya menjadi dingin.Â
Saya dan teman teman susah dibuatnya. Makanan yang seharusnya bisa enak dinikmati menjadi sebuah perjuangan yang menjengkelkan. Gerutuan dan wajah kecut mewarnai sarapan ala internasional itu.Â
Sementara di seberang meja seorang dosen wanita yang tersenyum senyum melahap dengan cepat santapan yang memang lezat itu. Dia sudah terbiasa makan nasi demgan garpu. Dia tahu kami sedang kesulitan.Â
Dosen itu masih muda umur 20an tahun. Dia berasal dari Amerika dan sedang belajar bahasa dan budaya Indonesia. Karena sebaya, kami sangat akrab hampir tak berjarak. Saya sebut saja dia Sidney
Sesekali Sidney melempar kecupan dengan jempol dan telunjuk tanda dia merasakan kelezatan makanannya.Â
"Hmm... Delicious.. " Katanya. Senyummya yang sedikit mengejek membuat saya dongkol.Â
"Delicious mbahmu... Awas nanti kami balas...", batin saya
Setelah hampir setengan jam nasi di piring tak habis habis, salah seorang teman kami akhirnya mengambil nasi dengan tangannya. Istilah Jawanya muluk.Â
"Arep mangan enak wae kok angelmen.. " (Mau makan enak saja kok susah) gerutunya.Â
Hari itu menjadi hari yang sulit dilupakan. Ada sedikit 'dendam' kepada Sidney di hati kami.Â
Suatu hari kami mengajak Sidney sepedaan mengelilingi beberapa desa. Hari itu akan kami gunakan untuk membalas dendam kepada Sidney.Â