Saat masih anak anak, saya tidak ingat apakah orang tua mengajari untuk menyapa orang lain. Tetapi saya melihat mereka selalu menyapa orang orang yang dikenal.Â
Tidak hanya orang tua saya, tetapi kakek nenek, paman bibi dan para tetangga juga saling menyapa.
Itu membuktikan bahwa anak anak akan cenderung mencontoh sikap perilaku dan perkataan orang lain yang sering mereka lihat.Â
Memberi contoh lebih 'masuk' kepada anak anak daripada perintah atau ajakan.Â
Saya sangat senang jika disapa orang, apalagi oleh anak anak. Tidak saja merasa diperhatikan, sapaan mereka terasa lebih tulus.Â
Pujian "Kamu sopan sekali.. Kamu hebat.. Josss.." Sering saya lontarkan sambil mengacungkan jempol.Â
Hal itu bukan berarti sapaan anak muda dan orang tua hanya basa basi saja. Terkadang karena sudah terbiasa, respon kita juga biasa saja.Â
Saya amati anak anak dan anak muda yang menyapa biasanya berasal dari kelompok tertentu. Mereka yang bersekolah di yayasan keagamaan lebih sering memberi sapaan dan cium tangan.Â
Pun mereka yang mempunyai komunitas sendiri. Entah keagamaan atau kelompok lain. Jika sapaan sudah menjadi kewajiban antar anggota kelompok, maka mereka juga akan melakukan kebiasaan itu kepada orang lain.Â
Hal itu sebagai bukti bahwa contoh dan pendidikan memang sangat berpengaruh terhadap adab sopan santun.Â
Dalam dunia ojol, menyapa seperti sebuah kewajiban. Bila kami bertemu dengan teman teman di base camp, resto atau toko, salaman dan sapaan khas para ojol selalu dilakukan.Â