Kalau sudah pulang malam seorang diri, musik rock lah yang menemani. Menempuh jarak sampai puluhan kilometer, melewati jalan jalan sunyi yang membuat bulu kuduk berdiri.Â
Kalau sudah demikian, saya pun  bernyanyi sebisanya. Tidak semua lagu saya hapal liriknya. Barangkali kalau ada bule yang menemani, dia pasti tertawa dalam hati. "Orang ini nyanyi lagu apaan, liriknya ngawur tidak karuan"
Saya tidak peduli apa yang bisa terjadi. Pokoknya menyanyi keras keras sambil angguk anggukan kepala. Berharap bisa mengusir bayangan setan nakal yang mulai hinggap di kepala.Â
Kaset sampai bolak balik dari side A ke side B balik lagi ke side A dan seterusnya.Â
Celakanya kalau saya lupa membawa baterai cadangan. Baterai Walkman habis saya bingung tidak karuan. Mau ke warung tapi hanya hutan atau tepian pantai yang ada di pandangan.Â
Terpaksa tetap bernyanyi tanpa musik. Agar si setan tak jadi berbisik. Menghantui pikiran yang mulai terusik.Â
Lebih celaka lagi kalau ada panggilan tiba tiba. Malam malam saya harus ke kota yang jaraknya 150 km . Jarak sejauh itu saya biasanya saya tempuh dalam waktu 5 jam. Karena jalurnya penuh tikungan dan lubang yang menganga disepanjang jalan.Â
Daerah terpencil, jalannya sunyi dan sepi. Bisa berpapasan dengan 5 mobil saja menjadi sebuah keberuntungan. Apalagi kalau ketemu rombongan, itu sebuah kebahagiaan tak terkatakan. Ada teman seperjalanan selama 5 jam mengarungi wilayah sepi nan jauh dari kampung halaman.Â
Nah, Anda bayangkan berapa lagu rock harus dinyanyikan selama perjalanan 5 jam kalau tanpa teman. Jika sebuah konser, penyanyinya pasti bibirnya sudah dower dan terengah engah kehabisan napas.Â
Lama kemudian saya pulang ke Salatiga, apakah kejadian itu tak bakal terulang lagi?Â
Oo tidak kawan..Â