Childfree?Â
Tidak mau punya anak?Â
Anak berarti biaya mahal?Â
Tidak mau direpotkan?Â
Ah, tampaknya Bro n Sis ini dolane kadohan (mainnya kejauhan). Baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Kebanyakan ke Eropa, Amerika, Jepang dan, yang paling dekat, Singapura.Â
Ketika dolan ke Eropa dan Amerika, mereka ketemunya orang orang yang individual. Lebih senang dengan gaya hidup; 'Lu Lu, Gue Gue, End'
Kalau pas main ke Jepang atau Singapura, yang dijumpai orang yang sibuk kerja keras, hampir gak ada waktu untuk leyeh leyeh (bersantai). Soalnya hidup disana sangat mahal, gak kerja gak makan. Punya anak pasti tambah biaya. Belum repot mengurusnya. Kalau mau diurus orang lain ya harus bayar ART. ARTnya impor, soalnya kalau ART lokal biayanya lebih mahal. Punya ART impor itu jelas gak gampang. Beda bahasa beda budaya. Banyak repotnya juga.Â
Sebenarnya kalau mau belok sedikit ke China, pasti jadi mikir kalau mau Childfree. Dulu di China ada kebijakan satu anak. Laki atau perempuan sama saja. Padahal kebudayaan China itu sangat penting untuk meneruskan marga. Sayangnya hanya oleh anak laki laki saja yang bisa. Makanya kalau pasangan di China punya anak perempuan, pasti diumpetin kadang malah tidak diakui. Maunya punya anak laki laki. Supaya bisa meneruskan kelangsungan hidup marganya. Begitu berartinya anak laki laki bagi orang China.
Sekarang balik ke Indonesia.Â
Kalau di Jepang dan Singapura orang pingin Childfree itu bisa dimaklumi. Mereka cari kerja susah. Beli barang pun harganya mahal. Tapi kan beda kalau di Indonesia. Peluang kerja masih banyak, apalagi kalau mau keluar Jawa. Maka saya bilang mainmu kejauhan, kebanyakan keluar negeri, padahal di Indonesia kehidupan bisa lebih nyaman.Â
Harga makanan di Indonesia masih banyak yang  murah. Di kampung saya beli bubur plus sayur harga 3 ribu masih banyak yang jual. Kalau di Jakarta sekali parkir bisa habis 20 ribu. Di Salatiga uang sekali parkir itu bisa buat beli sarapan bubur seminggu.Â