Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Humor

Kanal Politik Sepi, Solusi Dinanti

17 Agustus 2021   17:22 Diperbarui: 17 Agustus 2021   17:32 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Membaca beberapa tulisan K-ners pemerhati politik yang sedang merasa kesepian karena kekurangan pembaca ditambah perasaan dianak tirikan oleh Admin K. Saya jadi kepingin membuat artikel tentang itu. Mereka tampaknya sedang resah, gelisah, menunggu disana, mirip lagunya Obbie Messakh. 

Sebagai pecinta Kompasiana yang tidak mau ketinggalan berita politik, ijinkan saya menjadi pengamat amatiran kanal politik Kompasiana. 

Jujur, 2 bulan ini saya jarang, bisa disebut malas, mampir ke kanal politik K. 

Mengapa? 

Karena saya bosan dengan isu dan figur yang angkat. 

Bukan karena tulisan atau penulisnya lho ya.. 

Yang sering wara wiri orangnya itu itu juga; Ganjar, Puan, Pangeran Cikeas, Airlangga dll. Sesekali diselingi celetukan oposisi macam Fadli Son, Refli Harun, Rizal Ramli dkk. Banyak mengkritisi kebijakan pemerintah, tapi karena kurang bahan, akhirnya malah dibully netisen

Isunya pun menurut saya kurang nampol. Ada yang cuma sekedar pansos, ada drama rebutan tahta ketua umum partai, ada pula politikus yang di adu adu (oleh kadernya sendiri?) untuk test the water dll. Isu yang hanya berpengaruh pada lingkungan sekitarnya, tapi bukan untuk seluruh rakyat Indonesia. 

Yang terakhir ramai adalah baliho baliho. Bahkan sampai K pun memilihnya menjadi Topil.. Tetapi apakah baliho memunculkan greget? 

Baca saja artikel topil  baliho. Isinya cenderung negatif, muak, tidak sensi saat pandemi. Saya sendiri ikutan nulis berjudul 'Baliho Yang Dirindukan' namun isinya ya tetap satir dan sinis. 

Kemudian silahkan cari berita berita di medsos. Baliho beserta politikus nya bahan Bulian, meme candaan,tak jarang cacian. 

Saya kira hal diatas cukup mewakili perasaan WNI pemerhati politik dengan kondisi politik saat ini. 

Para pengamat politik sudah meramalkan jauh jauh hari;tanpa oposan yang berkualitas, istana akan melenggang bebas dengan kebijakannya. Hilangnya Rizieq Sihab dari percaturan politik Indonesia juga menyebabkan politik Indonesia menjadi landai. 

Rizieq adalah figur kontroversial yang dibenci tapi juga dirindukan. Tingkah laku dan perkataannya dinanti para jurnalis dan pengamat untuk 'digoreng'menjadi santapan berita politik yang 'renyah dan gurih'. Rizieq adalah salah satu media darling Indonesia. 

Nah, isu dan figur yang tidak nampol inilah yang menyebabkan berita politik, termasuk artikel di K, kurang dinikmati. Isu dan figur itu saya ibaratkan hanya gelombang kecil pantai Laut Jawa. Sesekali mungkin naik menjadi gelombang pantai selatan. Tapi cukup hanya sebesar itu saja. 

Bandingkan jika tiba tiba ada berita " Jokowi Ditangkap KPK"

Berita ini kemudian saya sebut Tsunami Politik. 

(Itu hanya contoh lho ya.. Jangan dipotong, dijadikan judul berita kemudian dilempar ke medsos, nanti saya ditangkap polisi karena menulis hoak) 

DHUARRR.. 

Apa tidak akan geger itu jagad perpolitikan Indonesia. Pasti Jurnalis akan beramai ramai cari informasinya. TV nasional akan menayangkan proses penangkapan dan drama dramanya. Bisa sampai berhari hari tayangannya diulang dan diulang terus, sampai iklan saja kalah jumlah penayangannya. 

Ramai ramai para pengamat politik memberikan analisanya. Diulik dari berbagai sisi sehabis habisnya. Dari Jokowi, anak cucunya, sampai para tetangganya. 

Lalu para penulis kanal politik K pun tidak mau ketinggalan. Kulik sana sini, colek sana sini, cari cari info dari orang dalam. Seaktual mungkin, seakurat akuratnya dan semenarik menariknya. Bisa tidak tidur 3 hari 3 malam hanya untuk cari berita dn nulis hasilnya. 

Para pecinta politik di K pun pasti akan mencari info sebanyak banyak. Tiap kali klik, yang dicari pasti berita Jokowi terbaru, terakurat, terunik.

Jadilah Tsunami Politik ini menjadi ladang para penulis K menangguk viewer sebanyak banyak. Viewer Spoiler Manga bisa jadi akan lewat. 

Sekarang kita bandingkan dengan Manga. 

Manga itu adalah produk karangan, bukan kenyataan. Berita politik adalah dunia nyata. Cerita Manga tergantung pengarang dan timnya. Bisa dibikin romantis, sadis, tragis, gembira, bahagia. Pokoknya semau maunya nya pengarang, yang penting pembacanya tertarik dan terus mengikuti. 

Mereka pasti punya tim yang menganalisa jumlah penjualan buku maupun view para pembacanya. Bisa jadi kalau pembacanya jumlahnya itu itu saja, bahkan cenderung menurun, pertanda  pembaca mulai bosan, pengarang akan memutar cerita secara drastis, keluar dari pakem awal. Judulnya pun bisa dibuat bombastis. 

Misal, 

"Ternyata, Naruto Berkelamin Ganda"

 Atau 

" Boruto dan Saradha Nikah Muda Karena Kecelakaan"

Bayangkan betapa kaget dan heboh para penggemarnya. Pasti akan menjadi diskusi dari warung kopi sampai kafe kafe. Artikel dan berita dari penulis spoilerpun akan di cari cari. Spoiler Manga akan jadi juara lagi. 

Mengarang cerita lebih mudah daripada mengalami sebuah kejadian. 

Apakah ini berhubungan dengan kanal politik? 

Ketika orang sudah bosan tentu saja mereka mencari hiburan. Ada spoiler, entah manga atau film, ya itu saja yang di click, dibaca. Maka tergeruslah pembaca kanal politik. 

Mengenai lakunya artikel tips dan trik, prediksi saya tidak akan berlangsung lama. 

Di masa pandemi ini orang butuh survive, butuh solusi. Maka dicarilah artikel artikel yang memenuhi kebutuhanya. Saya kira setelah kebutuhan itu terpenuhi, ( isi artikel tips dan trik itu kan hanya itu itu saja. Menjadi artikel baru ketika ditambah modifikasi sana sini) mereka akan berpaling ke artikel yang lain. 

Lalu bagimana solusi untuk kanal politik di K.? 

Nah ini saya yang tidak tahu. Para penulis kanal politik K adalah penikmat politik, bukan aktor politik. Mereka tidak bisa membuat, mengalami kejadian luar biasa yang bisa menjadi Tsunami Politik. 

Misal kejadian (ini hanya misal lho ya, maaf Mas Feri), hari ini ada berita " Feri W, ditangkap KPK karena terlibat skandal Century"

Isunya sih lumayan oke, skala nasional. Tetapi siapa yang tahu Feri W. Paling paling ya keluarga, tetangga dan para Kompasianer. Berita itu akan heboh di situ saja. Itu karena Mas Feri bukan aktor politik. 

Perihal kebijakan Admin K yang dirasakan 'menganak tirikan' kanal politik, ini yang saya lihat, bukan saya rasakan. 

Mengapa saya katakan saya lihat, bukan saya rasakan? Karena sebagai K-ners baru, saya tidak mengalami jatuh bangunnya Kompasianer Pramilenial ( demikian kata pak Felix) tumbuh bersama Kompasiana. Jadi emosi saya tidak terbangun ketika melihat situasi ini.  

Jadi inilah yang saya lihat;

Bahwa kanal politik masih mendapat tempat dihati Admin K. Buktinya ;

Ketika kita mengetik Kompasiana dari Google, muncullah Blok Kompasiana, di bawahnya ada artikel terpopuler di bawahnya lagi ada politik. 

Kemudian kita klik Artikel Terpopuler, maka politik menjadi urutan kedua setelah artikel ekonomi. 

Artikel politik tidak diletakkan pada urutan paling bontot. 

Masih lumayan Eye Catching bukan? 

Mengenai sensor atau banned sekian menit untuk artikel politik, saya melihatnya begini;  Kita lihat induknya K yaitu Koran Kompas. 

Sebagai produk lama sejak jaman orde Baru, saya yakin Kompas juga tak luput dari 'kezaliman' pemerintahan Orde Baru. Hanya karena kecerdikan pengelolanya saja Kompas lolos dari aksi breidel. Dengan pengalaman itu, Admin K akan berhati hati ketika menayangkan artikel politik. 

Sesuai slogan Kompasiana "Sharing dan Connecting", K menjadi media bagi siapa saja. Simpatisan, oposan dan kaum rebahan. Kompasiana akan mengambil sisi yang netral namun tetap berkualitas. 

Artikel yang terlalu memihak atau melempar hoaks sudah pasti akan dikarantina bahkan ditolak. 

Artikel politik itu sensitif. Salah sedikit bisa mengundang perang. Kedua belah pihak bisa saling menyerang dan melaporkan. Itu bisa mengundang bahaya karena bisa saja K di banned atau take down atau dibreidel. 

Hal inilah saya kira yang menjadi pertimbangan admin K memperlakukan kanal politik. 

Seterusnya bagaimana dengan K-ners kanal politik? 

Saya hanya bisa menyarankan untuk menunggu saja. Sambil tetap menulis isu isu terkini. Silahkan menggoreng isu biasa menjadi artikel seksi. 

Meskipun sepi viewers, dengan tetap menulis akan menjaga semangat dan kualitasnya tulisan Anda. 

Siapa tahu besok ada berita,

" Jokowi Ditangkap KPK". 

Atau breaking news, 

" BTP berpasangan dengan Rizieq diusung PKS menjadi CAPRES dan CAWAPRES 2024".

Itu jelas Berita Hoaks yang mengada ada. 

Namun, misal tidak ada Tsunami Politik, tunggu saja di 2023-2024. Pasti akan  ada yang seru di Pilkada DKI dan Pilpres. 

Di masa itu, mari kita lihat siapa yang akan jadi jawara perebut viewer dan K-reward. 

Ayo, para K-ners kanal politik, saya tidak akan bersenandung  lagu galaunya Obbie Messakh. Namun saya akan menyanyikan petikan kalimat terakhir lagu Garuda Pancasila.  

Ayo maju maju!!!! 

Merdeka!!! 

Demikian analisa saya, Kompasianer bayi yang masih merindukan ASI (Aku Suka Ilmumu) para Kompasianer suhu sekalian. 

Maaf artikel humor ini tidak ada lucu lucunya. Saya bingung mau memasukkan ke kanal mana. Yang jelas tulisan ini bukan artikel politik. 

Salatiga 170821.12

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun