Wahai langit, aku ini sang hujan yang malang
Cerahmu nan biru merona tak pernah mengerti
Betapa derita hujan rindukan awan di penghujung kemarau,
Pun rasakan dilema sang awan tak inginkan menghitam
Jadikan alam berubah kelam
Lihat...
Awan bungkam dalam diam
Aku merana dalam geming yang acuh
Lalu memisah diri saling menjauh
Walau rasa itu tetap utuh tak tersentuh
Aku luruh dalam jenuh, sendiri aku rapuh
Semua seperti mengkhianati
Bahkan lembut semilir angin
Ketika dalam sunyi dia berbisik
Terasa sepoinya begitu berisik
Mengganggu damaiku hingga tercabik,
Kewarasanku terusik
Menjadi rengek manja kehampaan
Bahkan hiruk pikuknya kota
Pekiknya yang terik
Seakan gegap gelak ejek prasangka
Tingkahi perih rindu asa bersua
Lalu rasa sepi menjelmakan dia di tiap sudutnya
Hingga aku beku, kaku
Kuyu dalam rayu
jajaki jejak jengkal setiap kenangannya
Aku sadarkan kerinduanku untuk bersahaja saja
Usah menuntut perjumpaan
Pula merintih tak berkesudahan
Betapapun pedihnya,
Selayak tegarnya mawar mekar
Biarkan kelopak duri menusuk mengobati perih itu sendiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H