Mohon tunggu...
Sri Fatmawati
Sri Fatmawati Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia dan Cerpenis

Sri memiliki hobi menulis dan mendengar musik setiap hari, tertarik akan banyak hal dimulai dari psikologi remaja, musik, perawatan diri seperti skincare, self care, dan lain sebagai nya. Sri mulai berkecimpung di dunia pendidikan dan sangat tertarik dengan dunia pendidikan serta budaya masyrakat yang ada di sekitarnya. Sri sedikit memiliki ketertarikan terhadap topik sosial dan hukum.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sembuh dari Luka

13 Mei 2023   19:10 Diperbarui: 13 Mei 2023   19:21 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mataku mengawang lagi, mengalahkan awan-awan putih yang kebetulan tertimpa sinar matahari dari ufuk barat. Angin musim kemarau mengayunkan hamparan padi-padi di depannya membentuk ombak-ombak kuning keemasan. Berbeda dengan pemandangan itu, dadaku bergemuruh hebat seolah ada badai di dalamnya. Pikiran baik dan buruk melaju datang bergantian sedemikian cepatnya. Apakah benar ia sudah tidak mencintaiku lagi? Apa benar perasaan menggebu-gebu itu telah hilang di kala rasaku sudah berada di puncaknya? Ah, atau bisa jadi ia sedang bosan saja tapi tidak mau bilang.

                Sudah pukul setengah lima, ia bilang akan menemuiku di balkon kosan pukul empat. Menunggu setengah jam memang selama itu kah? Tak selang berapa saat setelah prasangka-prasangka buruk itu menghantui, suara motor matic khas miliknya menderu berhenti tepat di bawah. Tentu aku dengan kalutnya pikiranku tak akan mau menyambutnya, biar saja ia menghampiriku, ia pun pasti tahu tempat favoritku di kosan. Tepat dugaanku, derap langkah kaki yang sedang menaiki tangga terdengar semakin jelas di belakangku.

                Ia melempar sembarang tas selempang kecilnya di meja seraya menghempaskan badannya di sofa tepat sebelahku. Aku mendengar suara helaan nafasnya, benar-benar terdengar sangat menyebalkan.

                "Terlambat setengah jam, ngapain aja sih?" gerutuku begitu ketus tanpa menoleh ke arahnya sama sekali.

                "Tadi di pom bensin ngantri panjang, jadi lama," balasnya datar tanpa tersulut amarah, "bisa ngga sih kita ngobrolin ini dengan kepala dingin?" tanyanya seolah menyudutkanku.

                Kali ini aku benar-benar menoleh, menatapnya dengan penuh kesal "kamu bilang apa waktu di chat? Aku yang beda? Ga mikir? Ngaca dong, kamu yang beda tau akhir-akhir ini!" aku mulai mengungkit permasalahan yang sempat tertunda.

                "Beda gimana maksud kamu?"

                "Sekarang kamu lebih dingin, ga kaya dulu waktu kita awal pacaran."

                "Emang mau kamu kayak gimana? Aku bener-bener lagi capek sama hidup, jangan nambah-nambahin beban hidupku, deh."

                "Oh? Jadi aku beban buat kamu? Sekarang gini deh, mana yang kata kamu akan selalu jadi orang pertama yang mau melindungi aku, mana yang katanya mau jadi orang yang selalu jadi orang pertama untukku, dan mana yang katanya mau jadi penuntun buat aku. Aku sekarang lagi kehilangan arah, tapi sesederhana ngasih kabar aja, masih harus aku tanyain." Suaraku mulai bergetar, mataku mulai panas dan air mulai menggenang di pelupuk mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun