Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Fenomena Klitih yang Meresahkan Warga Yogyakarta

9 April 2022   21:05 Diperbarui: 9 April 2022   21:16 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mendengar kata "klitih" apa yang tergambar dibenak para kompasianer semua?

Sepanjang yang penulis tahu, klitih memiliki makna yang identik (hampir sama) dengan uyar uyur, berkeliaran atau kalau sekarang bisa diistilahkan dengan "gabut".

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menuturkan, bahwa makna asli istilah klitih adalah kegiatan keluar rumah di malam hari untuk menghilangkan kepenatan. Tidak ada konotasi negatif pada makna asli klitih.

Pakar bahasa Jawa sekaligus Guru Besar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Pranowo menjelaskan klithah-klithih masuk kategori dwilingga salin suara, atau kata ulang berubah bunyi. (sumber: https://travel.kompas.com/)

Saat ini klitih telah mengalami pergeseran makna kepada hal yang negatif yaitu mengacu pada tindakan kriminalitas serta anarkistis. Fenomena kejahatan di jalanan ini terjadi di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Umumnya, pelaku klitih adalah para remaja dan para pelajar. Sasaran atau targetnya adalah para pelajar SMA atau SMK pesaing atau geng pesaing. Mereka umumnya melakukan tindakan bullying, perampasan atau perampokan bahkan tak segan melukai atau membunuhnya biasanya  terjadi di daerah yang sepi dan jauh dari keramaian.

Anggota klitih biasanya berasal dari satu sekolah, sehingga, ketika ada satu masalah yang terjadi dengan anggota gengnya, maka mereka merasa memiliki loyalitas serta rasa fanatik dengan gengnya dan tak ayal lagi mereka akan datang menggeruduk musuhnya secara bersama-sama meskipun tidak sedang ada permasalahan, mereka akan selalu memancing keributan.

Pada umumnya, kelompok remaja yang tergabung dalam geng klitih adalah mereka yang memiliki permasalahan keluarga, beban di sekolah atau memiliki stigma yang buruk di masyarakat. Ketika mereka bergabung dengan kelompok klitihnya, mereka merasa terlindungi dan aman dari gangguan geng klitih lainnya.

Karena fenomena ini hanya ada di daerah Yogyakarta, maka klitih menjadi semacam kearifan lokal meskipun berkonotasi negatif. Klitih menjadi semacam tradisi secara turun menurun sehingga pihak berwajib merasa kesulitan untuk memberantasnya. Saat satu kelompok berhasil di basmi maka akan bermunculan lagi geng-geng yang lain.

Sistem zonasi yang diterapkan pemerintah, ternyata beresiko memperparah semakin menguatnya anggota geng klitih. Selain geng dari sekolah, akan bertumpuk juga geng dari daerah asalnya, sehingga kelompoknya bisa menjadi lebih solid.

Polisi menyebut bahwa klitih adalah sebuah kejahatan tanpa motif. Sensasinya dengan berkejar-kejaran di jalan, saling mengacungkan celurit, sampai mengeroyok orang sampai mati memiliki kesan dan sensasi tersendiri bagi para anggota klitih.

Usaha pembasmian klitih makin sulit karena rendahnya hukuman terhadap para pelaku karena umumnya mayoritas usia pelaku adalah para remaja sehingga aturan pidana harus tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Anak, sekalipun kejahatan yang dilakukannya adalah fatal.

Tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan para orang tua yang memiliki anak remaja yang tergabung dalam geng klitih. Mereka tentu saja merasa was-was setiap kali ada keributan atau ketika anaknya belum pulang padahal sekolahnya sudah waktunya jam pulang.

Karena klitih sudah menjadi fenomena sosial, maka untuk memberantasnya perlu penanganan yang serius, dan dibutuhkan kerja sama antara berbagai fihak, baik itu keluarga, sekolah, lingkungan maupun aparat pemerintah. Disamping itu, peran psikolog juga menjadi aspek yang sangat menentukan, karena klitih sudah menjadi sebuah gangguan kejiwaan, sehingga  mau tidak mau harus dibasmi dengan segera meskipun pemberantasan secara total sulit dilakukan, tetapi paling tidak usaha mengurangi jumlah geng klitih bisa diminimalisir.

Sumber: https://www.vice.com/

Blitar, 9 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun