Mohon tunggu...
Sri DewiRahmawati
Sri DewiRahmawati Mohon Tunggu... Penulis - 19170004

Selangkah lebih maju

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manajemen Pengembangan Budaya Religius untuk Peningkatan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik

16 Agustus 2023   12:09 Diperbarui: 16 Agustus 2023   12:11 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembiasaan sebelum masuk kelas (Dokpri)

Pendidikan berkontribusi dalam pendalaman akhlak dan perilaku keberagamaan dalam pembentukan sikap dan perilaku manusia di kehidupan sehari-hari. Sehingga keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah perlu adanya perhatian dari berbagai kalangan seperti pemerintah, masyarakat maupun lembaga sosial yang ada (Yusuf, 2008). Pendidikan merupakan salah satu wadah untuk membangun kecerdasan dan kepribadian dan menciptakan pertumbuhan manusia yang lebih baik yang berkiblat pada budaya pengalaman nilai-nilai salah satunya dengan nilai-nillai agama (religius). Nilai-nilai agama yang ada menjadikan manusia mampu berpegang teguh dengan pengaruh arus modernisasi yang tidak menentu. Pendidikan agama tidak terpaku pada tulisan turun temurun yang diajarkan tetapi dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masa kini. Selebihnya pendidikan agama membutuhkan kebiasaan dan pembudayaan dalam mengamalkan sebagai bentuk realisasi pembinaan aspek efektif (Hibana et al., 2015).

Sesuai dengan masalah yang ada di lingkup pendidikan, madrasah perlu mengembangkan budaya madrasah. Pembentukan karakter pada siswa dapat terbentuk melalui kebiasaan yang ada lingkungan sekitarnya. Budaya adalah produk yang dibentuk dalam waktu lama. Maka dari itu perlu adanya konsistensi dalam pelaksanaannya. Pendidikan sebagai suatu media pembangunan kecerdasan sekaligus kepribadian tidak lain adalah pendidikan yang berkiblat pada pada budaya pendalaman nilai-nilai agama (religius). Seseorang yang berpendidikan namun tidak memprioritaskan nilai agama ia akan menjadi pribadi yang rapuh dan gampang dan mudah terbawa arus modernisasi yang tak menentu. Namun jika pendidikan yang dibudayakan berdasarkan landasan religi yang kuat, tentu akan tercipta pribadi-pribadi yang dibutuhkan oleh bangsa ini (Ardy Wiyani, 2013). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan merupakan perencanaan yang nyata dalam mewujudkan situasi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam mental spiritual, pendalaman akhlak, kecerdasan, serta memiliki kecakapan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut John Deway pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kea rah alam dan sesame manusia. Sedangkan menurut J. J Rosseau pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pasa masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa. Kemudian menurut Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak terhadap pendewasaan (Hasbullah, 2019). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan merupakan perencanaan yang nyata dalam mewujudkan situasi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam mental spiritual, pendalaman akhlak, kecerdasan, serta memiliki kecakapan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Manajemen adalah salah satu proses pengaturan dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik dilakukan secara individu maupun melibatkan orang lain yang tidak terbatas jumlahnya dan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama (Sulastri, 2017). Manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain dan manajemen merupakan sebuah proses dalam perencanaan, pengorganisasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Pada hal ini manajemen berperan penting dalam tercapainya tujuan yang telah diatur dan disepakati bersama. Pada setiap proses manajemen akan adanya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi (Rahmawati, 2018). Di era yang semakin maju ini, perkembangan dunia pendidikan juga berimbas pada hilangnya tradisi dan nilai lembaga dan didorong oleh teknologi yang semakin maju yang berimbas pada perkembangan kultur yang ada. Keadaan seperti ini akan berdampak dalam kasus-kasus mengenai kenakalan remaja, gaya hidup, dan kriminalitas. Sehingga pengembangan budaya religius yang mampu berdampingan dengan zaman yang semakin maju harus tetap dijalankan agar budaya yang telah ada tidak hilang tergerus perkembangan zaman (Imam, 2020).

Dunia pendidikan harus memiliki arah yang jelas agar tidak terbawa oleh perkembangan zaman yang tidak sesuai. Budaya religius menjadi salah satu ajaran agama yang fundamental. Nilai yang fundamental adalah nilai yang memberikan arah dan tujuan dalam proses pendidikan, serta memberikan motivasi dalam pendidikan. Pendidikan islam sebagai proses dalam perkembangan jasmani, rohani, akal, bahasa, dan tingkah laku yang mana dalam hal ini diharapkan dapat mencapai kesempurnaan (Ihwan & Esha, 2020). Berkaitan dengan hal itu, budaya religius di madrasah adalah cara bertindak dan berfikir warga madrasah atas nilai-nilai religius (keberagamaan). Religius dalam islam adalah menjalankan ajaran agama secara menyeluruh. Dalam penanaman nilai-nilai religius di madrasah sering kali berhadapan dengan tantangan secara internal maupun eksternal. Secara internal, pendidikan memiliki tantangan terkait dengan metode pengajaran pendidikan. Lebih dari itu siswa memiliki latar belakang kehidupan yang jelas berbeda satu sama lain (Astuti & Danial, 2019).

Kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) merupakan kecerdasan jiwa yang membantu dan menyembuhkan diri manusia secara utuh, landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual (Intellectual Quotient) dan kecerdasan emosional (Emotional Qoutient) secara efektif. Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk mengenali sifat-sifat pada orang lain serta dalam dirinya sendiri. Memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, tentu peserta didik tidak akan terbawa arus zaman yang semakin kehilangan nilai kehidupan seperti sekarang ini, karena banyak kecerdasan spiritual peserta didik yang sangat merosot, kurangnya rasa simpati dan empati pada sesama, sehingga banyaknya kenakalan remaja yang terjadi korban bullying, dan kurangnya kesadaran peserta didik untuk menjaga kelestarian di lingkungan sekitar (Yantiek, 2014).

Dengan memiliki kecerdasan spiritual, peserta didik mampu memaknai hidup yang dapat diperoleh yaitu terbebasnya godaan nafsu, keserakahan, lingkungan yang penuh persaingan dan konflik yang akan membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Ketika zaman berubah dengan cepat, banyak sekali perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang yang minim atau kurang memahami agama maka demikian pentingnya budaya religius dimulai sejak dini (Nasihuddin, 2016).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun