Mohon tunggu...
Sri Andini
Sri Andini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswa yang berusaha untuk berprogres setiap harinya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dramaturgi: Baliho dalam Analisis Sosiologi

29 November 2022   11:56 Diperbarui: 29 November 2022   12:07 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baliho merupakan alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, baliho berisi pesan-pesan yang direpresentasikan melalui gambar yang menarik. Selain itu, agar pesan dapat dengan mudah disampaikan kepada khalayak umum, baliho dibuat dalam ukuran yang dilebih-lebihkan dan disebarkan di tempat-tempat yang ramai. Baliho biasanya digunakan untuk mempromosikan produk, atau yang menarik, baliho akan mudah ditemui ketika menjelang pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia. 

Dramaturgi merupakan konsep sosiologi yang digagas oleh Erving Goffman, seorang sosiolog dari Amerika. Dramaturgi mencoba menjelaskan kehidupan manusia melalui perspektif pementasan teater atau drama. Terdapat beberapa aktor dengan peran-peran tertentu. Dalam pementasan drama terdapat dua panggung, panggung depan (front stage) sebagai tempat berlangsungnya pementasan dan panggung belakang (backstage) biasa digunakan untuk persiapan pementasan. Para aktor sangat memperhatikan penampilannya di atas panggung (front stage) agar  penonton terkesima dengan penampilannya. Dapat disimpulkan bahwa aktor drama berperilaku sedemikian rupa di atas panggung (front stage) guna mendapat kesan yang baik dari para penonton.

Mari kita terapkan konsep dramaturgi pada kehidupan manusia. Individu berperilaku sedemikian rupa agar mendapat kesan yang baik dari individu lainnya. Pelaku atau individu yang melakukan aksi, dalam teori dramaturgi disebut sebagai aktor. Panggung tempat terjadinya aktivitas sang aktor dibagi menjadi dua, yaitu front stage (panggung depan) dan backstage (panggung belakang). Front stage sebagai tempat di mana individu melakukan peran sosialnya dan backstage sebagai tempat individu menunjukan sisi asli dari dirinya yang tidak Ia tunjukkan di front stage. 

Misalnya, Ujang merupakan guru di sekolah Sinar Mentari, Pak Ujang adalah aktor yang memiliki peran sebagai guru. Kelas tempatnya mengajar merupakan front stage di mana Pak Ujang berperilaku sebagai guru dan tidak menunjukan sisi pribadinya yang tidak sesuai dengan sebagaimana seharusnya guru bertindak. Rumahnya marupakan back stage sebagai tempat di mana Pak Ujang dapat menunjukan sisi pribadinya bukan sebagai guru. 

Pak Ujang selalu menyiapkan materi ajar untuk di kelas, agar para murid dapat mengerti materi yang Ia sampaikan dan Ia mendapat kesan sebagai guru yang dapat memberikan pemahaman yang mudah kepada muridnya. Tindakan individu di front stage sangat berkaitan dengan norma atau aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan menaati norma yang ada di masyarakat dan individu berusaha semaksimal mungkin dalam menjalankan perannya demi mendapat kesan yang baik dari orang lain, itulah dramaturgi.

Dalam fenomena baliho pemilu, para pejabat publik berusaha menampilkan versi terbaik dirinya. Berpakaian rapi, menampilkan mimik muka yang ramah dan menampilkan religiusitas diri merupakan beberapa upaya menciptakan kesan baik. Meskipun apa yang dilihat pada baliho belum tentu sesuai dengan realitasnya, hal inilah yang kemudian disebut sebagai dramaturgi. Baliho sebagai alat komunikasi dan media dramaturgi dimanfaatkan untuk mendapatkan suara yang kelak akan berguna pada pemilihan umum. 

Baliho tidak hanya ditemui di daerah perkotaan namun sudah menyebar di daerah pedesaan. Baliho seakan memaksa masyarakat untuk melihatnya karena bagaimanapun, baliho disuguhkan di tempat-tempat yang sering dilewati. Baliho dapat menjadi stimulus bagi masyarakat untuk mengenali siapa saja pejabat publik yang akan menduduki kursi pemerintahan, sehingga ketika masyarakat dihadapkan pada surat suara mungkin saja Ia akan memilih foto siapa yang sering Ia temukan di baliho. 

Tulisan ini berasumsi bahwa terdapat kemungkinan seseorang mencoblos satu foto di surat suara dengan rasionalisasi familiarnya foto tersebut pada baliho yang sering Ia lihat, bukan atas dasar pemahaman bahwa kandidat tersebut sesuai dengan kriteria pemimpin yang dibutuhkan oleh Indonesia. Itulah analisis baliho sebagai media dramaturgi bagi pihak yang berkepentingan. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun