Hingga saat ini, belum ada formulasi program bantuan sosial yang betul-betul mujarab mengatasi permasalahan rakyat kecil. Terbukti sejak Indonesia merdeka pada 1945, kaum kurang beruntung ini selalu menjadi komoditas politik yang tidak pernah luput dari sorotan. Dalam beberapa tahun terakhir pun pemerintah telah memformulasikan bantuan sosial ini melalui program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Akan tetapi, baru-baru ini pemerintah berencana untuk mengganti program itu dengan program Beras Sejahtera (Rastra). Latar belakang pemerintah untuk kembali menerapkan Rastra dikarenakan stok beras Bulog menumpuk sampai dengan 2 juta ton. Melalui program Rastra, maka penerima bantuan hanya mendapatkan jatah 10 Kg beras per bulan.
Agenda pemerintah ini tentunya ditanggai negatif oleh peneliti Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman. Dalam kacamatanya, program Rastra merupakan kemunduran program dibandingkan BNPT. Selama ini, bantuan sosial dengan model BNPT jauh lebih membatu masyarakat dibandingkan dengan program Rastra yang terakhir kali diterapkan puluhan tahun lalu.
Bandingkan dengan BNPT yang memberikan bantuan tunai sebesar Rp110.000 yang ditransfer ke rekening penerima. Dengan program seperti ini, rakyat kecil bisa mengalokasikan bantuan tersebut sesuai dengan kebutuhannya yang paling mendesak. "Tidak melulu untuk urusan perut , dengan BPNT penerima bisa mengalokasikan dana tersebut ke pendidikan atau hal lain yang juga diperlukan," ujar Ilman dilansir dari Katadata, awal pekan ini.
Tidak hanya untuk konsumsi, Ilman menambahkan, BPNT juga ikut berkontribusi menumbuhkan iklim kewirausahaan. Pemerintah seharusnya sadar jika tidak sedikit koperasi dan unit-unit usaha baru di suatu wilayah muncul melalui program ini. Dari sisi litersi keuangan BPNT juga memiliki kontribusi positif, sebab penerima manfaat harus membuat tabungan dan belajar cara mengelolanya.
Ilman pun menilai alasan yang dilontarkan oleh Bulog kurang masuk akal. Dibandingkan memaksa rakyat kecil untuk menerima beras yang tak tersalurkan, seharusnya mereka fokus memperkaiki kualitas beras di stok. Karena bisa jadi salah satu alasan beras menumpuk karena tidak terserap oleh pasar karena kualitasnya yang jeblok.
Wacana perubahan program ini sejatinya memang masih belum final. Namun dari berbagai indikasi yang dilontarkan oleh kubu pemerintah memberikan sinyal positif. Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) seolah memang menegaskan bahwa untuk saat ini pemerintah akan kembali ke bentuk bantuan berupa pemberian beras.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution pernah mengusulkan Bulog menyalurkan beras ke e-warong agar terserap oleh BPNT.
Sesungguhnya wacana perubahan program dari BPNT kembali ke Raskin ini belum benar-benar final. Namun, perkataan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) seolah memang menegaskan bahwa untuk saat ini pemerintah akan kembali ke bentuk bantuan berupa pemberian beras atau kembali ke program Rastra.
Sekadar info, BPNT mulai aktif sejak 2017 silam menggantikan program Rastra. Saat itu, BPNT dimulai di 44 kota dengan jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak  1.286.194 rumah tangga, dengan anggaran Rp 1,69 triliun. Kini, penerima BPNT telah meningkat menjadi 15.600.000 rumah tangga dengan anggaran yang digelontorkan pemerintah tercatat sebesar Rp 20,59 triliun