Komoditas bawang putih sedang menjadi buah bibir pembicaraan saat ini. Pangkal soalnya adalah, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) rencananya akan mengimpor 100 ribu ton bawang putih untuk mengerem lonjakan harga bawang putih di pasaran. (Rujukan)
Wajib tanam inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan mengapa keran impor bawang putih masih dibuka. Karena menurut Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, diperlukan banyak benih untuk mampu memproduksi bawang putih sesuai dengan kebutuhan nasional.
Fokus mengurangi impor bawang putih itu sebenarnya dilakukan sejak tiga tahun terakhir. Hal tersebut tidak mudah lantaran selama puluhan tahun Indonesia mengimpor 90 persen bawang putih.
Oleh karena itu, sejak 2017 pemerintah mewajibkan importir melalui kemitraan dengan petani lokal dalam menanam lahan bawang putih itu. Para importir tersebut nantinya akan tetap berjualan bawang putih, hanya saja produk yang dijual bukan lagi dari luar negeri tetapi produk sendiri. Konon kabarnya, sudah banyak importir yang melaksanakan kewajiban tanam.Â
Berdasarkan catatan dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, realisasi tanam importir bawang putih sudah mencapai 5.934 hektare yang tersebar mulai dari Aceh Tengah, Karo, Solok, Kerinci, Cianjur, Majalengka, Brebes, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Magelang, Tegal, Karanganyar, Pasuruan, Malang, Kota Batu, Probolinggo, Banyuwangi, Lombok Timur, NTT hingga Minahasa Selatan.Â
Kementan sendiri mengklaim bahwa kebijakan wajib tanam bawang putih tidak hanya semata-mata mengejar target swasembada, namun sekaligus menghubungkan importir dengan petani melalui skema kemitraan.
Namun dari sekian banyak alasan mulia dan tujuan positif dari kewajiban tanam importir itu, mengapa pemerintah -khususnya Bulog- masih mau mengambil alih impor 100 ribu ton? Pertanyaan itu harusnya dijawab oleh Kementan yang punya program. Mereka harusnya merasa dikhianati oleh niatan mengangkangi wajib tanam bawang putih tadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H