Minggu lalu, tepatnya tanggal 5-6 Maret, saya berkesempatan untuk mengunjungi Praha, ibukota negara Republik Ceko, sebuah negara di Eropa Timur. Saya pergi kesana bersama beberapa orang teman, orang Indonesia namun sedang menuntut ilmu di Australia dan Rusia. Kami berangkat kesana dari Berlin setelah menghadiri audiensi bersama Bapak Presiden Republik Indonesia di Hotel Adlon, Berlin. Perjalanan ke Praha kami mulai dari Zob AM Funkturm, terminal bis antar kota antar negara di Uni Eropa. Kami menggunakan bis yang bernama Student Agency. Biaya untuk tikte pulang-pergi dengan menggunakan bis ini terhitung murah, yaitu hanya 56 euro atau sekitar 728.000 rupiah (jika 1 euro=13.000 rupiah). Pelayanan di bis pun tidak kalah dengan kereta ataupun pesawat. Bisnya sangat tepat waktu, ada fasilitas seperti in-flight entertainment sehingga kita bisa mendengarkan musik ataupun menonton film di dalam bis, toilet, free wifi, majalah, koran, disediakan minuman gratis berupa coklat panas, teh, kopi, dll. Menurut saya untuk harga segitu dan dengan fasilitas selengkap itu, menggunakan jalur darat seperti bis sangat saya rekomendasikan. Perjalanan dari Berlin ke Praha menempuh waktu sekitar 5 jam (namun untuk pengalaman saya kemarin bahkan tidak sampai 5 jam). Kebiasaan orang Eropa yang menurut saya patut dicontoh oleh orang Indonesia adalah memasang skenario terburuk untuk jadwal bis, jadi jadwal yang tertera di tiket adalah jadwal terburuk jika terjadi kemacetan atau hal-hal tidak terduga lainnya. Pada kenyataannya, lama perjalanan sebenarnya adalah tidak sampai 5 jam. Hal ini bagus sekali untuk menghindari terlambatnya penumpang dalam melanjutkan perjalanan berikutnya. Kami berangkat dari Berlin sekitar pukul 5 sore dan tiba di Praha sekitar pukul setengah 10 malam.
Sepanjang perjalanan menuju Praha, saya tidak terlalu memperhatikan jalanan karena saya sibuk membuat mid-term essay yang harus dikumpulkan malam itu juga ke Paris (Saya adalah mahasiswa tahun pertama di Sciences Po Paris). Saya sangat bersyukur karena ada fasilitas wifi dan tempat duduk yang nyaman di bis. Traveling dengan status sebagai mahasiswa menurut saya adalah tantangan tersendiri, bagaimana kita mengatur waktu sebaik mungkin, bersenang-senang tapi juga tetap harus ingat dengan kewajiban, istilahnya work hard, play harder, tapi kalau bagi saya study hard, traveling harder. Selama 3 jam saya mengerjakan essay tersebut, saya pun tertidur dan terbangun karena pengumuman dari supir bis bahwa bis kami sudah mendekati Florence, terminal bis terbesar di Praha. Hari sudah malam ketika kami tiba dan temperature pada saat itu menunjukkan minus 2 derajat celcius. Cukup dingin untuk kota yang berada di Timur Eropa. Tapi menurut teman saya (Ketua PPI Republik Ceko), jika siang hari cuaca akan lebih hangat dan sudah lebih sunny karena sudah mulai akan masuk musim semi.
Dari Florence kami segera berangkat menuju sekretariat PPI Republik Ceko (merangkap apartemen mantan Ketua PPI Ceko) karena kami rencananya akan menginap di sekretariat tersebut. Kami tidak sempat berjalan-jalan malam harinya karena sudah terlalu lelah, namun keindahan Kota Praha sudah terlihat, seperti halnya Paris, Praha juga sangat cantik di malam hari. Sekretariat PPI Republik Ceko berada di Malostranska, salah satu daerah pelajar di Kota Praha. Dari Florence ke Malostranska, kami harus naik metro ke arah Mustek untuk berganti ke line A karena Malostranska berada di line A. Perjalanan dari Florence ke Malostranska hanya sekita 30 menit. Satu yang unik lagi dari kota Praha adalah walaupun kami tiba sudah sangat malam, namun di metro ataupun bis masih sangat crowded. Menurut teman saya yang sudah lama tinggal di Praha, orang Praha sangat workaholic, jadi mereka rata-rata baru pulang kerja pukul 9 malam. Agak mengejutkan menurut saya karena jika dibandingkan dengan Jerman yang ekonominya nomor 4 di dunia, orang Ceko ternyata lebih giat bekerja, walaupun mungkin pay-less.
Tiba di sekretariat PPI Republik Ceko kami disajikan makan malam khas Indonesia, dan kemudian kami ngobrol sebentar dan memutuskan untuk beristirahat untuk memulai pertualangan di Praha esok harinya. Keesokan harinya kami memulai pertualangan kami di kota Praha dengan pertama kali mengunjungi Kastil Praha atau Prague Castle. Sebelum ke Kastil Praha, kami membeli one-day ticket seharga 110 Kc atau setara dengan 4.4 euro (1 euro = 25 Kc). Tidak sulit untuk menukarkan uang di Praha, ada banyak money changer disana, namun dalam kasus saya, saya sengaja menarik uang dari mesin ATM agar lebih praktis dan rate nya lebih pasti. Rate untuk menukarkan 1 euro ke Kc disana bervariasi mulai dari 1 euro setara dengan 25 hingga 28 Kc. Saran saya, lebih baik untuk menarik uang melalui mesin ATM agar lebih praktis.
Kami berjalan kaki menuju Prague Castle karena jaraknya dekat. Tiba disana ternyata kastilnya sudah dipenuhi oleh banyak sekali turis Spanyol dan Italia. Ternyata Praha adalah salah satu tujuan wisata favorit bagi warga negara Spanyol dan Italia. Kastil Praha adalah monumen paling bersejarah di Ceko karena merupakan tempat Raja Ceko dulu. Kastil ini juga sangat luas, sekitar 45 hektar. Kami sempat mengambil beberapa foto disana. Namun karena kami tidak memiliki cukup banyak waktu, akhirnya kami segera menuju ke tujuan wisata berikutnya, yaitu Charles Bridge. Dari Kastil Praha ke Charles Bridge kami juga cukup berjalan kaki karena cukup dekat. Dari perjalanan menuju Charles Bridge, kami sempat bertemu dengan orang Indonesia namun sudah berkewarganegaraan Ceko. Kalau dilihat dari mukanya, si Rafay ini sangat tidak terlihat seperti orang Indonesia. Jika dia tidak menyapa kami duluan, kami tidak akan tahu kalau dia adalah orang Indonesia. Mukanya sangat khas Pan-Asia, malah lebih cenderung ke bule, mungkin mengikuti gen ibu nya yang orang Ceko asli. Pekerjaan sehari-harinya adalah menyewakan mobil-mobil antik untuk tour di sekitar Charles Bridge dengan biaya sekali tur sekitar 1200Kc atau sekitar 48 euro per jam-nya, cukup mahal, namun memang mobil-mobilnya sangat cantik dan antik. Ternyata Rafay ini juga penyanyi dan katanya dia pernah berduet dengan penyanyi ibukota, Rossa. Cukup lama kami ngobrol dengan Rafay hingga kami kemudian meneruskan perjalanan menyebrangi Charles Bridge. Charles Bridge menurut saya sangat indah, tidak kalah dengan beberapa Pont di Paris, lebih bersih malah. Satu hal lagi yang saya salut dari kota Praha ini, kotanya sangat bersih dan teratur, padahal dalam bayangan saya sebelumnya kota ini semacam Paris, cantik namun kotor. Ternyata dugaan saya sama sekali salah, kota ini sangat cantik dan bersih, udaranya pun sejuk.
Kami sempat mengambil foto di tengah Charles Bridge karena jika melihat ke arah kiri dari jembatan, terdapat Kafka Museum. Museum ini didedikasikan untuk Franz Kafka, seorang penulis ternama kelahiran Praha. Sayangnya kami tidak sempat berkunjung ke Kafka Museum karena keterbatasan waktu. Namun yang pasti, Kafka sangat terkenal di Praha, namanya didedikasikan sebagai nama jalan, nama museum, restoran, hingga hotel. Sangat reasonable menurut saya jika seorang Kafka bisa menulis seindah itu karena Kota Praha memang sangat indah. Di Charles Bridge juga kita bisa membeli berbagai souvenir karena banyak pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang jembatan, mulai dari gantungan kunci hingga lukisan wajah. Ada banyak juga pekerja seni yang bermain biola, bernyanyi, bermain gitar sehingga menyebrangi Charles Bridge ini merupakan favorit saya ketika berada di Kota Praha.
Setelah menyebrangi Charles Bridge kami bergerak ke arah historical clock, jam yang konon katanya hanya ada satu-satunya di dunia dan arsitek jam tersebut dipenggal kepalanya agar dia tidak bisa menciptakan jam seindah itu di tempat lain. Kami mengambil beberapa foto disana, beristirahat sebentar, mencoba kuliner disana yang saya lupa namanya namun sangat enak. Penganan di Kota Praha rata-rata berbahan dasar babi sehingga bagi muslim agak sulit untuk menemukan makanan halal disana kecuali jika kita pergi ke food stand milik orang dari Timur Tengah dan menikmati Kebab, dan semacamnya. Setelah dari Historical Clock kami bergerak ke arah Muzeum. Muzeum ini pusat kota Praha, ada banyak gerai-gerai pakaian branded disini, selain itu tempat ini juga dipenuhi oleh kafe-kafe lucu, dan banyak anak muda kota Praha hang out disini. Mungkin Muzeum ini bisa disebut mall outdoor karena sering dijadikan meeting point warga Praha. Kami cukup lama beristirahat di Muzeum, mengambil beberapa foto hingga kemudian kami memutuskan untuk pulang karena jadwal tiket bus kami adalah pukul 17.30 PM sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 14.00 PM dan kami belum packing.
Itulah cerita perjalanan saya selama satu hari di Kota Praha. Agak tidak puas karena masih banyak tempat-tempat indah yang belum sempat saya kunjungi di Praha, tapi setidaknya saya sudah mengunjungi 4 tempat yang harus dikunjungi ketika di Praha. Kesan saya untuk kota ini adalah Kota Praha sangat cantik, sangat historis, orang-orangnya lebih ramah dibandingkan Paris, bersih, dan teratur. Mungkin banyak orang menilai Paris adalah kota tercantik di dunia, tapi bagi saya sejauh ini dari semua kota yang telah saya kunjungi, Praha adalah kota terindah selain Madrid. Jika tidak memiliki banyak waktu, mengunjungi Praha bisa dilakukan hanya dalam waktu kurang dari sehari seperti yang saya lakukan dan Anda akan sangat terkagum-kagum dengan keindahan kota ini walaupun hanya berada selama sehari disana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H