Mohon tunggu...
Sri Rezeki
Sri Rezeki Mohon Tunggu... Consultant -

A rural electrification enthusiast as well as a renewable energy talker. I also have international relations background, though.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengungkap Keindahan Lisbon, Portugal

28 Mei 2013   03:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:55 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1369686923449321686
1369686923449321686

1369686960638058693
1369686960638058693

LISBON YANG EKSOTIS DAN MISTERIUS

By: Sri Rezeki

Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi satu negara di Barat Daya Eropa lebih tepatnya di Iberian Peninsula. Sebuah negara yang terkenal akan kekuatan politik, ekonomi, dan militernya di abad ke 15 dan 16 sehingga menjadikan negara tersebut sebagai negara terkuat di seluruh dunia pada jaman keemasannya. Negara ini memiliki banyak wilayah jajahan seperti Macau, Brazil, Angola, Guinea Bissau, Mozambique, hingga Timor-Timor. Ya, negara tersebut adalah Portugal. Sayangnya jaman keemasan negara ini memudar ketika memasuki abad ke 19 hingga sekarang. Salah satu orang Portugal yang mendunia adalah Vasco de Gama. Beliau adalah salah satu orang yang membuka kesempatan Bangsa Eropa untuk datang dan menjelajahi negara-negara Timur.

Portugal dengan ibukotanya Lisbon memberikan misteri tersendiri untuk saya kunjungi. Selain negara ini termasuk salah satu negara eksotis di Benua Eropa selain Spanyol, negara ini mempunyai jalinan cerita yang panjang dengan negara kita, Indonesia. Dimulai sejak kedatangan bangsa ini ke kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia pada tahun 1512 untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga dan juga untuk memperluas usaha misionaris Katolik Roma, hingga usahanya untuk membantu Timor-Timor untuk lepas dari Indonesia.

Bahkan dahulu gosipnya sebelum Timor-Timor resmi lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 2002, Orang Portugis cenderung kurang menyukai Orang Indonesia karena mereka berpikir Indonesia adalah negara penjajah. Agak ironis jika mengingat mereka justru pernah menguasai beberapa kerajaan nusantara seperti Kerajaan Sunda, Kesultanan Demak, dan juga kerajaan-kerajaan lainnya di Ternate, Ambon, dan Solor.

Perjalanan menuju ke Lisbon dari Paris ditempuh selama 2 jam. Saya berangkat dari bandara Charles de Gaulle pukul 16. 30 dan tiba di Lisboa Airport, Portugal pada pukul 18.00. Saya memilih menggunakan pesawat karena saya hanya punya sedikit sekali waktu untuk menjelajahi negara ini. Selain itu juga sudah tidak ada tiket yang tersisa. Saya berangkat kesana menggunakan maskapai Lufthansa. Agak mahal memang jika dibandingkan dengan pesawat low-cost lainnya, Cuma untuk kali ini, saya memang sengaja memilih untuk “berpergian ala koper,” karena saya baru selesai ujian akhir dan tubuh saya masih sangat lelah.

Setibanya di Lisboa Airport, saya menuju ke metro untuk melanjutkan perjalanan saya ke hotel yang berada di wilayah Cais de Sodre, sebuah wilayah wisata yang hanya berjarak 500 meter dari laut. Saya tidak terlalu menemukan banyak kesulitan selama berada di Portugal karena saya bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Spanyol dan Orang Portugis rata-rata mengerti Bahasa Spanyol. Bahasa Portugis juga secara penulisan sangat mirip dengan Bahasa Spanyol, hanya berbeda pengucapannya saja. Namun jangan khawatir, jika tidak bisa berbahasa Spanyol pun, orang Portugis lancar berbicara bahasa Inggris. Mungkin karena turis yang datang ke negara ini rata-rata English people.

Harga tiket metro sekali jalan dari bandara Lisboa ke Cais de Sodre hanya sekitar 1,7 euro. Hampir mirip dengan harga satu tiket metro sekali jalan di Paris. Dari Bandara ke hotel, saya sempat berganti metro untuk mengambil line hijau, karena Bandara Lisboa menggunakan line merah. Waktu yang ditempuh dari bandara ke hotel saya hanya sekitar 20 menit.Sesampainya di hotel, saya menyempatkan diri untuk berganti baju sebentar, makan malam, dan berjalan-jalan di sekitar hotel. Kebetulan hotel saya sangat dekat dengan pantai bahkan bisa dibilang halamannya adalah pantai.

Keesokan harinya saya berusaha untuk memaksimalkan minimnya waktu yang saya punya di Lisbon. Perjalanan saya mulai dari St. George Castle. St. George Castle adalah benteng peninggalan jaman keemasan Portugal. Tiket masuk ke Castle ini adalah 8,5 euro untuk orang dewasa, namun karena saya masih mahasiswa dan berumur 22 tahun, saya mendapatkan tiket setengah harga, sehingga saya cuma harus membayar sekitar 4 euro. Di dalam St. George Castle terdapat museum arkeologi dimana saya banyak menemukan fakta menarik mengenai hubungan Portugal dengan Islam dan kebudayaannya. Banyak sekali budaya Portugal yang berasal dari budaya Islam. Hal ini dikarenakan dari mulai tahun 711 hingga tahun 1249, Portugal adalah salah satu wilayah kerajaan Islam. Pada masa dibawah kerajaan Islam, nama Portugal adalah Al-Gharb Al-Andalus atau wilayah di Barat Andalusia. Selain memiliki unsur kebudayaan Islam, Portugal juga mempunyai hubungan sejarah yang cukup dekat dengan China. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan barang-barang peninggalan China seperti guci, cawan, dan benda-benda khas China lainnya di museum arkeologi ini.

Berjalan keluar dari musem arkeologi, saya dihadapkan dengan pemandangan Kota Lisbon yang sangat cantik dengan dihiasi oleh kilauan pantulan air laut. Angin yang berhembus juga sangat sejuk dengan temperatur yang sangat bersahabat yaitu 22 derajat celcius. Tidak heran banyak turis menikmati pemandangan ini sambil mengabadikan setiap momen melalui kamera masing-masing. Setelah puas menghabiskan waktu di St. George Castle, saya bergegas turun ke pusat kota untuk makan siang. Karena dekat dengan laut, menu restaurant di Kota Lisbon rata-rata adalah sea foods terutama ikan. Karena saya gemar menyantap ikan, maka saya merasa sangat betah untuk tinggal di Lisbon. Saya memesan Sardinha Assada atau dalam bahasa Indonesia adalah Sardin Bakar, dan rasanya lezat sekali. Saya juga cukup kaget begitu mengetahui jumlah yang harus saya bayar sangat murah yaitu hanya sekitar 8,5 euro. Padahal untuk menu sea foods jika di Paris bisa mencapai lebih dari 30 euro. Negara ini memang surga untuk penggemar kuliner berbahan dasar ikan seperti saya.

Setelah mengisi tenaga, saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan tram. Tram di kota Lisbon sangat khas karena hanya satu gerbong kecil dan sangat tua. Berbeda dengan tram yang ada di Belgia atau Belanda. Karena saya menggunakan one day ticket (seharga 6 euro), saya bebas menggunakan transportasi apa saja dalam waktu 24 jam. Tujuan saya selanjutnya adalah Sao Roque Church, konon katanya, Sao Roque Church ini adalah chapel paling mahal di dunia karena terbuat dari emas yang khusus didatangkan dari Brazil ketika Brazil masih merupakan wilayah jajahan Portugis. Selain ke Chapel ini, saya juga sempat mengunjungi Berardo Museum dimana di dalam museum ini terdapat karya-karya dari Andy Warhol, Picasso, Dali, dan lain-lain. Yang paling menyenangkan dari museum ini adalah tidak diperlukan tiket untuk masuk alias gratis. Saya juga sempat mengunjungi Chiado, shopping center dan meeting point nya anak-anak muda Portugis. Selain Chiado, saya juga mengunjungi Cascais, sebuah pedesaan nelayan Portugal dan mencicipi kuliner berbahan dasar gurita disana, saya lupa namanya apa tapi sangat lezat karena guritanya masih segar.

Malam harinya saya sempatkan untuk mengunjungi Belem Tower, tower yang katanya harus saya kunjungi jika ke Lisbon. Letaknya agak di luar kota Lisbon, namun tidak terlalu jauh. Setelah mengunjungi Belem Tower saya sempatkan untuk ke hotel untuk istirahat sebentar, mencicipi kue khas Portugal bernama queijadas, pasteis de bata, dan juga bolo! Ya saya yakin bolu yang kita kenal di Indonesia adalah resep orang Portugis karena bentuk dan rasanya sama dengan bolu yang saya temui di Indonesia. Saya juga sempat mencicipi bacalhau (codfish). Pukul 22.00 saya pergi ke Bali Lounge karena ada pertunjukan Jazz disana.

Keesokan harinya saya berburu souvenir khas Portugal di Lisbon central, harga souvenir di Lisbon hamper sama dengan Paris namun sedikit lebih murah yaitu sekitar 4-5 euro per item. Ada satu souvenir khas Portugal yang bernama Azulejos atau yang dikenal dengan ubin. Namun ini bukan ubin sembarangan, azulejos punya corak yang unik dan dahulu merupakan ubin yang tertempel di istana raja, museum, dll, dan tidak diproduksi secara massal lagi, sehingga harganya mahal. Satu azulejos seukuran 10 cm x 10 cm bisa berkisar antara 20-100 euro tergantung tahun dibuatnya. Saya berhasil menemukan satu series complete dari Portuguese Stamps abad ke 5 dan juga perangko-perangko mantan negara-negara jajahannya, yang salah satunya sudah tidak exist lagi, yaitu Macau. Saya sangat puas sekali.

Setelah mendapatkan souvenir yang saya cari, saya sempat mengunjungi beberapa museum unik lainnya seperti National Tile Museum dengan berbagai jenis dan corak azulejos, Palacio Fronteira, Fado in Chiado dimana saya bisa mendengarkan musik khas Portugal dan diakhiri dengan saya ke Barrio Alto sebelum kembali ke Bandara.

Perjalanan yang singkat namun sangat berkesan di Lisbon menuntaskan rasa ingin tahu saya akan bangsa-bangsa besar di masa keemasannya. Portugal ada di dalam list saya dan Alhamdulillah telah tercapai keinginan saya untuk menjelajahinya. Masih ada beberapa bangsa besar dalam list saya, semoga negara-negara ini setidaknya sama mengagumkannya dengan Portugal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun