Mohon tunggu...
Sri AgusYuliatiningsih
Sri AgusYuliatiningsih Mohon Tunggu... Guru - Penulis buku kumpulan puisi "AdA, Aku dan Aku"

Ibu rumah tangga sekaligus pendidik di Sekolah Dasar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pilihan untuk Dipilih

28 Maret 2022   10:02 Diperbarui: 28 Maret 2022   10:04 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arif dan kedua orang tuanya datang ke rumah. Benar-benar di luar dugaan, pagi itu kedatangan mereka adalah untuk meminangku. Padahal, saat itu hubungan kami benar-benar sudah selesai. Meskipun dalam hati aku tidak bisa memungkiri, bahwa aku masih sangat menyayanginya. Ketika orang tua kami berdua berbincang, Arif mengajakku ngobrol di teras. Dia meminta maaf dan menyesal, dia juga berjanji akan merubah seluruh sikap dan sifatnya selama ini asal aku menerima pinangannya. Dia terlihat menangis mengiba agar aku menerimanya kembali.

Aku pun teringat waktu itu...

Dua tahun yang lalu ketika aku memintanya untuk segera menyelesaikan skripsinya dan dia memukul wajahku hingga lebam, dia kemudian meminta maaf dan bersimpuh mengharap maafku. Dia buktikan juga bahwa di tahun itu dia bisa lulus kuliah dengan nilai yang cukup baik. Akhirnya, aku menerimanya kembali. Dia bersikap manis sesudah itu. Tetapi setelah satu tahun lebih lulus, sama sekali tidak tergerak hatinya untuk sekadar mencari pengalaman kerja. Bahkan untuk membantu ayahnya di kantor pun dia tidak mau melakukan. Dia kembali ke kebiasaannya, bermain-main, berfoya-foya hingga larut malam dan pagi menjelang dia baru pulang. Memasuki tahun ke empat hubungan kami, aku sudah capek dengan segala tingkahnya yang sangat kekanak-kanakan. Aku sangat mengharap dia berubah meskipun perlahan-lahan. Tetapi ternyata semua itu hanya khayalanku belaka. Arif tetaplah Arif, cowok manja yang menggantungkan hidup pada kedua orang tuanya.

Tetapi pagi itu, Ketika aku melihat keseriusannya meminangku dan melihatnya menangis di depanku. Hatiku pun luluh kembali. Aku menerima pinangannya dan berharap dia benar-benar berubah setelahnya.

Leoni sangat kecewa setelah mendengar kabar aku menerima pinangan Arif. Dia memang sudah sering mengatakan kepadaku bahwa aku sudah harus memutuskan hubungan dengannya. Aku tidak boleh luluh lagi dengan bujuk rayunya. Tetapi, mungkin ini memang sudah jalan yang harus ku lalui. Aku tetap berharap bahwa Arif benar-benar berubah, hanya itu.

Hari-hari setelah pertunangan, kami lalui dengan hubungan yang lebih baik. Arif pun sudah mau membantu ayahnya bekerja di kantor. Tak bisa diungkapkan bagaimana bahagianya aku melihat perubahan itu.

Enam bulan setelah pertunangan, kami pun akhirnya melangsungkan pernikahan. Leoni meskipun kecewa, dia tetap datang dan berbahagia untukku. Pernikahan kami cukup mewah, karena Arif anak tunggal. Konsep apapun yang diminta, orang tuanya mengiyakan.

Setelah menikah, kami diberikan rumah sendiri oleh orang tua Arif. Dan itu juga permintaan dari seseorang yang sudah menyandang status sebagai suamiku. Aku tidak dibolehkannya lagi bekerja, hanya disuruh mengurus rumah. Biar dia saja yang bekerja karena sudah menjadi tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala rumah tangga.

Tiga bulan sudah kami menikah. Memasuki bulan ke empat, aku hamil anak pertama. Aku merasa hidupku benar-benar bahagia saat itu. Suami penyayang dan tanggung jawab, kandunganku sehat, rumah dan kendaraan kami sudah punya.

Sampai satu tahun usia pernikahan, anak pertama kami lahir dengan sehat dan selamat. Tetapi di balik kabar bahagia itu...

Bersambung..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun