Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers. Cerpen pertama Kartini Dari Negeri Kegelapan menjadi Juara III Lomba Menulis Cerpen (Defamedia, Mei 2023); Predikat Top 15 Stories (USK Press, Agustus 2023); Juara II Sayembara Cerpen Pulpen VI (September 2023); Juara II Lomba Menulis Cerpen Bullying (Vlinder Story, Juni 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Agustus 2024); Juara III Lomba Menulis Cerpen The Party's Not Over (Vlinder Story, Agustus 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Oktober 2024). Novel yang telah dihasilkan: Baine (Hydra Publisher, Mei 2024) dan Yomesan (Vlinder Story, Oktober 2024). Instagram: @srifirnas; personal website https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apron Untuk Esso Wenni

27 Januari 2025   08:21 Diperbarui: 27 Januari 2025   08:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka hidangan Idul Adha (Sri Nur Aminah, Denver 2021)

Namaku Esso Wenni, dipanggil Wenni. Saat ini aku masih kuliah di Jurusan Pertambangan salah satu Perguruan Tinggi di Indonesia. Aji Naimah- nama Nenekku, berprofesi sebagai  Bas atau Jennang, panggilan untuk chef alias juru masak di Sulawesi Selatan. Istilah Bas sangat lazim digunakan untuk daerah yang menggunakan bahasa Bugis Makassar. Awalnya aku mengira istilah Bas ditujukan untuk pemain gitar bass,  namun Nenekku bukanlah musisi. Rasa penasaran membuatku bertanya kepada Nenek kapan mulai digunakan istilah Bas tersebut. Nenek tertawa terbahak-bahak melihat keseriusanku. Pertanyaan tanpa jawaban itu menuntun langkahku bertanya kepada seorang pakar kebudayaan suku Bugis Makassar. Ternyata kata Bas berasal dari bahasa Belanda yang berarti kepala pekerja. Inilah dampak nyata sisa peninggalan masa kolonial Belanda di daerahku. Tampaknya leluhur kami telah mengadopsi istilah tersebut untuk menyebut seseorang yang ahli dalam menata manajerial memasak di suatu hajatan. Faktanya, Nenekku memang sangat pandai memasak rupa-rupa makanan tradisional nan lezat. Rasa dan hasil masakan beliau sungguh luar biasa telah menjadi rekomendasi untuk seseorang yang berniat melaksanakan acara pernikahan, aqiqah, sunatan dan lain-lain.

*

Suatu malam, Nenek sedang duduk sendirian di meja ruang makan. Dia sedang mengelap koleksi piranti makan perak yang disimpan dalam sebuah kotak kayu berukir. Sejak sore turun hujan yang memaksaku bertinggal di rumah. Udara dingin membuat tulangku serasa sulit untuk digerakkan. Aku ingin memejamkan mata namun tidak dapat kulakukan. Aku keluar dari kamar dan melihat Nenek yang sibuk mengamati aneka barang di hadapannya. Setelah mengambil segelas air dari dapur, aku menghampiri Nenek yang tampak sangat serius dengan pekerjaannya.

"Nek, cantik sekali koleksimu ini," aku duduk di samping Nenekku. Beliau memandangku sambil tersenyum. Diperhatikannya sendok yang sedang dipegangnya serta jejeran piranti lain yang berada di depannya. Saking berkilaunya, Nenek dapat melihat wajahnya bagaikan bercermin di sendok tersebut.

"Ini adalah piranti makan peninggalan leluhurku," terdengar nada bangga dalam suara Nenek. Di dalam hati aku memuji betapa telaten Nenek merawat semua warisan yang diberikan kepadanya. Semuanya sungguh bersih dan indah dipandang mata.

"Wenni, saya sudah tua dan sering sakit-sakitan. Sebagai keturunanku satu-satunya, semua alat masakku dan koleksi ini kuberikan padamu. Belajarlah dengan tekun untuk meneruskan usaha keluarga kita," terdengar lirih suara Nenek memecah kesunyian. Kurasakan keterkejutan luar biasa, mengapa Nenek tiba-tiba berkata seperti ini. Aku kembali meneguk air dari gelas dan menelannya namun terasa sangat sulit menembus kerongkonganku. Kuhembuskan nafasku sambil memandang wajah Nenek. Raut wajah dan jemari lansia tegar ini telah dipenuhi kerutan. Secara nyata garis keriput itu menggambarkan betapa banyak asam garam kehidupan yang telah dirasakannya saat membangun bisnis kuliner yang terus bertahan sampai saat ini. Aku menghembuskan nafasku yang terasa sesak di dalam dadaku.

"Saya tidak suka memasak. Cita-citaku ingin menjadi ahli tambang yang berkelana ke berbagai daerah baru," kupegang tangan Nenekku erat-erat. Kulihat rasa terkejut luar biasa di wajah Nenek mendengar jawabanku. Sepasang bola matanya berkaca-kaca, siap meluncurkan air bah di wajahnya.

"Awweee... siapa lagi yang dapat kuandalkan meneruskan usahaku selain dirimu," rintih Nenekku. Pertahanannya jebol, perempuan tua itu menangis terisak-isak. Aku kelabakan melihat Nenekku menangis. Dia adalah perempuan yang sangat kuat dan tidak pernah mengeluh. Namun malam ini dia terlihat begitu lemah. Apa gerangan yang telah terjadi padamu Nenekku?

Baca juga: Pesan Dari Sungai

Aku memeluk tubuh ringkih Nenek dan menenangkan ego luar biasa yang bergejolak dalam hatiku. Aku sudah bermimpi menjelajah ke pulau yang berada di seberang lautan untuk mencari sumber minyak lepas pantai. Ingin sekali kurasakan  sensasi menaik helikopter menuju ke sebuah tempat baru penuh harapan untuk menghasilkan devisa negara. Berbagai mimpi indah di kepalaku berbenturan hebat dengan keinginan Nenek supaya aku tetap menjalankan bisnis yang telah dirintisnya.

"Berjanjilah untuk meneruskan usaha yang telah kubangun dengan susah payah. Selama ini aku telah bekerja keras  untuk kelanjutan hidup keluarga kita."

"Tapi Nek, aku...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun